Mugen adalah sebutan bagi setiap anggota suku yang telah meninggal dunia dan tetap hidup di dunia seberang. Mugen ini hidup abadi di dunia para leluhur yang penuh dengan suka cita yang dialaminya tanpa akhir. Dunia yang demikian dialami oleh orang yang telah meninggal dunia ini lewat tata adat upacara pengesahan dan penghantaran atau perarakan diri orang yang meninggal. Upacara adat itu telah digariskan nenek moyang sejak jaman dulu hingga sekarang ini dan seterusnya tetap berlaku dan dilaksanakan dalam budaya Suku Bunaq.
Dunia Mugen adalah dunia penuh sukacita. Dunia mugen tanpa penderitaan. Kematian seorang suku Bunaq yang dirayakan dalam adat kematian secara utuh mengarak diri pribadi yang meninggal ke dalam persekutuan para mugen yang keadaannya yang penuh dengan pesta pora tanpa akhir.
Para mugen ini diyakini pemilik berkat dan rahmat bagi anggota suku bunaq yang sedang hidup dan berkarya di dunia ini. Berkat dan rahmat berlimpah para mugen itu dimohonkan oleh anggota suku yang masih hidup. Permintaan rahmat para mugen itu lebih berdaya bila diperantarai oleh presiden Suku atau ketua suku. Ketua suku dipandang sebagai jembatan pipa rahmat bagi para mugen mengalirkan berkatnya bagi anggota suku yang meminta rahmat itu. Ketua suku atau presiden suku juga adalah penyampai permintaan rahmat oleh anggota sukunya kepada para mugen. Relasi yang demikian memberi kekuatan dan peneguhan serta kepercayaan diri setiap anggota dalam hidup dan karyanya, terutama dalam menghadapi semua kesulitan dan tantangan hidup. Setiap tantangan dan ancaman akan teratasi berkat permohonan atau permintaan berkat dan ramat kepada mugen lewat presiden suku.
Peran ketua suku sangat kental dalam relasi rohani dengan para mugen. Presiden suku memiliki ikatan spiritual yang kuat dengan para mugen ini. Semua pusaka dan kekuatan gaib suku diturunkan atas diri presiden suku. Presiden suku tanda kehadiran para mugen. Kekuatan rohani itu ditiupkan kepada setiap anggota sesuai dengan permintaan dan kerinduan serta kebutuhan anggota suku. Perkataan presiden suku atau mantra-mantra presiden suku dalam memberikan kekuatan rohani yang berasal dari para mugen yang berada atau berdiam disekitar pusaka nenek moyang berupa emas, perak, intan, berlian dan mutiara yang ada di rumah istana suku atau rumah adat suku, benar-benar diimani berasal dari para mugen lewat perantaraan presiden suku. Anggota suku yang menerima kekuatan dan rahmat para mugen lewat presiden suku merasa penuh percaya diri dalam usaha dan karyanya.
Anggota suku setelah berhasil dalam usaha dan karyanya, mempersembahkan hasil usaha dan karyanya kepada para mugen lewat membunuh binatang di rumah adat dan memberikan makanan dan daging itu kepada para mugen di dalam rumah istana suku atau rumah adat suku. Pada saat itu, lewat ketua suku, ucapan syukur disampaikan kepada para mugen sekaligus meminta agar para mugen terus menurunkan rahmat ke atas anggota suku yang mengadakan upacara adat suku itu, agar hasil usahanya tetap berkelimpahan.
Perasaan manusia dalam berelasi dengan yang lain dalam hal ini dengan para mugen merupakan suatu yang indah untuk didalami secara serius untuk mengenal perasaan hati manusia suku Bunaq dalam berelasi dengan yang lain yang memiliki kekuatan rohani yang luar biasa bagi hidup dan karya manusia suku bunaq.
Kehidupan manusia Bunaq yang demikian mengungkapkan jati dirinya sebagai manusia yang hidupnya optimis akan masa depan setelah hidup di dunia ini berakhir. Hidup yang akan datang itu penuh dengan harapan indah. Hidup yang akan datang itu penuh dengan suka cita abadi. Hidup yang akan datang penuh dengan tiada airmata dan derita. Keadaan yang demikian itu adalah milik para mugen yaitu mereka yang kematiannya dirayakan secara liturgi adat kematian sempurna sesuai adat nenek moyang dari generasi ke generasi. Syarat pemenuhan adat nenek moyang dalam suku adalah jaminan bagi seorang yang mati masuk ke dalam dunia para mugen, persekutuan dengan para mugen.
Aturan adat tidak dilaksanakan maka dunia mugen yang digambarkan tadi akan tidak dialami oleh orang yang telah meninggal atau orang yang telah mengakhiri hidupnya di dunia ini. Dia yang mati tetapi adat kematiannya tidak dirayakan secara lengkap sesuai yang diwariskan nenek moyang maka dia akan menjadi penonton dari luar jendela rumah suku para mugen atau istana para mugen, dalam kepanasan, kedinginan, kelaparan, dan penderitaan. Dia yang mati tetapi sukunya tidak merayakan adat kematiannya secara lengkap maka dia akan hidup di luar pagar rumah istana para mugen.
Dia hanya dapat masuk dalam pengalaman bahagia bersama para mugen dalam istana para mugen, kalau suatu ketika anggota kelurga suku di dunia ini sudah merayakan adat kematiannya secara sempurna. Adat kematian yang telah diturunkan nenek moyang dilaksanakan seutuhnya agar pintu istana bahagia para mugen dibukakan kepadanya.
Rupanya konteks pola suku Bunaq yang demikian tidak jauh berbeda dengan pola pemahaman Kristiani tentang Surga. Istana Surga dalam pola pikir kristiani boleh dikatakan gambarannya serupa dengan istana mugen suku bunaq. Syarat masuk istana mugen adalah taat dan setia melaksanakan adat nenek moyang, syarat masuk surga adalah taat-setia kepada Allah sang penyelamat, yang menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus. Kristus adalah jalan keselamatan masuk Surga.
Pewarta iman Kristiani dalam suku Bunaq, tentang surga tidak mengalami kesulitan untuk diterima oleh hati suku Bunaq. Yang penting seorang pewarta Sabda Allah, di suku Bunaq dengan rendah hati menghargai adat suku setempat, sebagai lahan yang perlu digemburkan bagi pertumbuhan pohon iman kristiani yang kokoh.
Tulisan ini disusun dan dipublikasikan tepat pada MALAM EMPAT PULUH meninggalnya Rm. Lambertus Paji Seran, SVD