Sabtu, April 30, 2011

Kotbah Kamis Putih Thn A 2011

“AKU INI HAMBA TUHAN”

*P. Benediktus Bere Mali, SVD*

Beberapa tahun terakhir beberapa “hamba” di beberapa Negara menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Pekerja Rumah Tangga yang bekerja tidak sesuai pikiran majikan, majikan seenaknya menyiksanya tanpa merasa ada beban kontrol dari saudara dan saudarinya yang jauh di Negeri seberang. Siksaan seorang majikan terhadap hamba yang melayaninya terungkap jelas beberapa waktu lalu melalui menyetrika wajah pembantu Rumah Tangga.

Meskipun demikian sadisnya majikan atas diri hambanya, hamba menyerahkan diri seutuhnya pada penyiksa karena seluruh hidupnya bergantung pada majikan. Hamba menjalankan tugas sebagai seorang hamba yang harus memenuhi segala harapan dan permintaan majikannya sekalipun permintaannya itu sangat tidak manusiawi lagi. Hamba mencintai hidup sebagai rahmat Tuhan yang perlu dijaga dan dilestarikan dengan melaksanakan segala keinginan dan kebutuhan majikannya.

Dunia dapat merekam penyiksaan keji pada hamba itu karena pers berhati nurani menyuarakan kaum tak bersuara kepada dunia. Berkat kenabian pers itu dunia pun mengenal dan mengetahui perbuatan sadis satu majikan dari sekian ratus majikan yang kebobrokannya tidak sempat terungkap ke panggung dunia.

Peristiwa ini membuat kita tersadar dan berujar bahwa kita tidak pernah menemukan seorang majikan menyetrika pakaian hambanya. Yang ada adalah majikan menyetrika wajah hambanya. Sebuah perbuatan tidak manusiawi sekaligus menodai kemanusiaan seorang hamba yang sekaligus juga adalah secitra Allah.

Pikiran Allah bukanlah pikiran manusia. Allah bukan tampil sebagai seorang raja atau majikan yang hanya siap selalu untuk dilayani. Allah kita adalah seorang hamba yang siap sedia melayani semua orang melintas batas. Allah kita melayani pemimpin dalam diri pemimpin, Petrus, ketua kelompok dua belas murid Yesus sampai Yudas pengkhianat diriNya. Allah melayani dari kelas atas sampai masyarakat pinggiran yang dilupakan.

PelayananNya menunjukan jati diri Allah adalah Hamba Allah yang melayani melintas batas. Bercerita tentang Allah adalah hamba mempunyai sejarahnya sendiri. Allah menjadi hamba bukan sesuatu yang jatuh atau turun dari langit seketika atau seperti kecepatan kilat yang disusul gemuruh yang menggetarkan alam sekitar. Kedatangan Allah Maha Tinggi menjadi Allah imanen terlaksana dalam rupa seorang hamba. St. Maria yang menerima khabar Gembira Tuhan dari Malaekat Gabriel mengafirmasinya dalam kata-kata seorang hamba tulen tanpa kepentingan pribadi apa pun selain kepentingan Allah yang menghendaki misiNya menyelamatkan seluruh dunia. Afirmasi seorang Maria sebagai hamba dalam fiatnya “ Aku ini hamba Tuhan terjadilah padaku menurut kehendak-Mu.” Fiat ini memiliki konsekuensinya yang sangat multidimensional dari kehidupan selanjutnya dari yang dikandung melalui fiatnya yang sarat seorang hamba.

Yesus adalah Allah yang datang kedunia menjadi manusia dan selanjutnya menjadi hamba dari segala hamba Allah. Identitas Tuhan Yesus sebagai hamba muncul ke permukaan panggung kehidupan spiritual pada hari Kamis Putih. Yesus menyerahkan diri kepada manusia dan Tuhan dalam perbuatannya melayani secara revolusioner yang mula-mula bermula di dalam rumahNya sendiri, di dalam komunitasNya sendiri.

Pada saat Yesus traktir para muridNya sebelum berpisah dengan mereka, dalam suasana makan bersama, Yesus meninggalkan tempat duduknya yang istimewa menuju dunia pembasuhan kaki para murid yang membuat para murid merasa aneh dan kaget bahkan tidak masuk akal bahwa seorang Guru Spiritual para murid yang berguru setiap hari kepadaNya, merendah serendah hamba yang membasuh kaki mereka. Para murid merasa aneh melihat perbuatan pembasuhan kaki para muridNya itu karena membasuh kaki biasanya sebelum masuk kedalam rumah setelah bepergian jauh. Pembasuhan kaki dalam adat istiadat bangsa Yahudi adalah sebuah pekerjaan seorang hamba majikan.

Yesus memberikan teladan pembasuhan kaki, bermakna bagi setiap manusia yaitu supaya manusia selalu saling melayani tanpa pamrih demi keselamatan manusia pada umumnya melintas batas.

Teladan itu berpuncak pada penyerahan diri untuk Allah dan kepada manusia untuk menyelamatkan dunia dan segala isinya. Puncak Pelayanan Yesus sebagai hamba terungkap dalam SabdaNya : “Inilah DarahKu yang ditumpahkan bagimu untuk keselamatanmu. Inilah TubuhKu yang diserahkan bagimu.” Ini adalah Sebuah hakekat Pelayanan sebagai seorang hamba dari segala hamba.

Perhambaan Tuhan menjadi nyata dalam kata-kataNya, dalam perbuatan pelayananNya dan berpuncak di dalam penyerahan diri, hidupNya kepada BapaNya di Surga dan kepada manusia untuk sebuah tujuan yaitu keselamatan semua manusia.

Yesus dilahirkan dari rahim fiat ibundaNya “ Aku ini hamba Tuhan terjailah padaku menurut kehendakMu.” Perhambaan ibundaNya me-reformasi diri dalam diri Yesus anaknya khususnya di dalam seluruh pelayananNya. Yesus adalah pemimpin yang merendah menjadi hamba membasuh kaki para muridNya. Yesus sebagai Tuhan yang menempatkan diri secara radikal sebagai hamba yang memberikan segala-galanya, tubuh dan darahNya, seluruh hidupnya kepada Tuhan yang ditaatiNya dan kepada manusia untuk menyelamatkan manusia.

Yesus adalah pemimpin bagi kita sebagai orang yang beriman kepadaNya dan menjadikan Yesus sebagai satu-satunya jalan kebenaran dan kehidupan. Keimanan kita ini menuntun kita untuk menjadi pemimpin yang melayani sesama demi kebaikan sesama. Ini adalah identitas kita sebagai orang Kristen yang percaya kepada Allh kita sebagai seorang hamba.

Identitas ini mulai kabur di dalam para pemimpin yang beriman percaya kepada Yesus sebagai hamba dari segala hamba. Mengkorup uang rakyat adalah satu perbuatan yang sangat bertentangan dengan identitas orang Kristiani yang mengimana Allah sebagai hamba segala hamba. Pemimpin beriman yang meninggalkan rakyat hidup dalam kemiskinan dan kemelaratan dan kesulitan mendapatkan informasi dan transportasi yang memadai adalah sebuah pembiaran di sengaja dari para pemimpin beriman di mata dunia. Kesaksian pemimpin dengan “pembiaran” rakyat miskin adalah sebuah penghancuran identitas diri sebagai orang beriman yang seharusnya mengutamakan kebaikan, kebenaran dan keselamatan sesame melintas batas.

Pada saar kita melihat segala perbuatan kelompok beriman yang mempertajam perusakan jati dirinya, membangkitkan sebuah kesadaran baru dalam diri bahwa kita dalam lingkup makro di space kecil keluarga, komunitas, lingkungan dan wilayah, tidak beoleh membiarkan orang lain menderita dalam arti yang seluas-luasnya. Kita harus menghidupi iman kepada Yesus yang menjadi hamba dari segala hamba melalui perbuatan nyata melayani sesama melintas batas untuk kebaikan dan kebenaran serta keselamatan manusia melintas batas. Pelayanan yang menekan atau mengutamakan “aku” dulu baru “ yang lain” dalam arti yang luas, justru awal yang baik untuk mengerdilkan unsur utama gereja misiner, terlebih hal seperti itu menodai identitas gereja yang hidup seturut pusat Gereja yaitu Yesus hamba dari segala hamba.****

Kamis Putih tahun A 2011

21 April 2011

Soverdi St. Arnoldus Janssen Surabaya

Inspirasi Yohanes 13: 1-15