*P. Benediktus Bere Mali, SVD*
Di antara sekian banyak orang yang memberi makan kepada bayi hanya ibu yang mengandung dan melahirkan sebagai orang pertama yang memberikan makanan berupa ASI kepada sang bayinya. Di antara sekian banyak orang yang memberikan penginapan kepada bayi hanya seorang ibu yang pertama dan utama memberikan penginapan paling nyaman di dalam rahimnya. Di antara sekian banyak orang yang memberikan pakaian kepada seorang bayi hanya seorang ibu yang pertama-tama memberikan rahim yang merahiminya.
Makanan, pakaian, dan perumahan adalah kebutuhan pokok manusia sejak hari pertama hidup di dalam rahim ibu sampai akhir hidupnya. Makna terdalam dari ketiga kebutuhan itulah yang dirayakan di dalam ritus adat TAIS HOTA suku Bunaq Aitoun.
Kata tais hota memiliki makna denotatif dan juga makna konotatif. Secara denotatif kata tais berarti kain dan hota berarti memberi. Tais hota berarti memberi kain. Itu arti yang terjadi begitu saja. Tetapi ketika sudah dalam konteks adat maka sudah ada intensi adat atau tradisi yang berlaku dalam masyarakat itu. Konteks itu membentuk makna konotatif atau makna tingkat kedua setelah makna pertama atau dasar atau makna denotatif. Secara konotatif adat tais hota berarti memberi kain secara adat dari pihak pertama kepada pihak kedua dengan intensi pihak pertama menjualnya kepada pihak kedua yang akan membeli melalui tawar-menawar dalam jual-beli kain adat dalam konteks adat. Pihak penjual adalah pihak anggota rumah suku MALU sedangkan Pihak Pembeli adalah Rumah Suku AIBA'A. Ini proses jual beli dalam konteks adat maka cara menjual dan membeli sudah ada takaran secara adat dari kedua pihak yang bersangkutan yang terikat oleh adat.
Ritus adat tais hota adalah ritus adat yang membangkitkan kembali ingatan akan asal usul setiap anggota suku Bunaq. Setiap anak suku Bunaq lahir dalam keadaan telanjang. Lembaran kain adat sudah disiapkan kedua orang tua untuk mentupi tubuh bayi yang lahir dalam keadaan telanjang. Ritus adat Tais hota membangkitkan kembali penghormatan anak terhadap orang tua. Anak mengucap syukur kepada orang tua yang melahirkan dalam keadaan telanjang kemudian orang tua menyiapkan kain adat sebagai penutup badan bayi anak yang baru lahir.
Makanan, pakaian, dan perumahan adalah kebutuhan pokok manusia sejak hari pertama hidup di dalam rahim ibu sampai akhir hidupnya. Makna terdalam dari ketiga kebutuhan itulah yang dirayakan di dalam ritus adat TAIS HOTA suku Bunaq Aitoun.
Kata tais hota memiliki makna denotatif dan juga makna konotatif. Secara denotatif kata tais berarti kain dan hota berarti memberi. Tais hota berarti memberi kain. Itu arti yang terjadi begitu saja. Tetapi ketika sudah dalam konteks adat maka sudah ada intensi adat atau tradisi yang berlaku dalam masyarakat itu. Konteks itu membentuk makna konotatif atau makna tingkat kedua setelah makna pertama atau dasar atau makna denotatif. Secara konotatif adat tais hota berarti memberi kain secara adat dari pihak pertama kepada pihak kedua dengan intensi pihak pertama menjualnya kepada pihak kedua yang akan membeli melalui tawar-menawar dalam jual-beli kain adat dalam konteks adat. Pihak penjual adalah pihak anggota rumah suku MALU sedangkan Pihak Pembeli adalah Rumah Suku AIBA'A. Ini proses jual beli dalam konteks adat maka cara menjual dan membeli sudah ada takaran secara adat dari kedua pihak yang bersangkutan yang terikat oleh adat.
Ritus adat tais hota adalah ritus adat yang membangkitkan kembali ingatan akan asal usul setiap anggota suku Bunaq. Setiap anak suku Bunaq lahir dalam keadaan telanjang. Lembaran kain adat sudah disiapkan kedua orang tua untuk mentupi tubuh bayi yang lahir dalam keadaan telanjang. Ritus adat Tais hota membangkitkan kembali penghormatan anak terhadap orang tua. Anak mengucap syukur kepada orang tua yang melahirkan dalam keadaan telanjang kemudian orang tua menyiapkan kain adat sebagai penutup badan bayi anak yang baru lahir.
Siapakah
yang dimaksud dengan anak dan orang tua dalam Ritus Adat Tais Hota? Pertama-tama orang tua dan anak yang dimaksud
adalah orang tua kandung yang melahirkan kita sebagai anak. Ritus adat kematian
membangkitkan kesadaran atau ingatan penuh bahwa setiap orang bukan jatuh dari langit atau tumbuh dari dalam tanah, tetapi dikandung dan dilahirkan oleh
seorang ibu. Setiap orang melalui adat ini menghormati orang tua yang
melahirkan secara adat.
Dalam konteks adat, maka kedua orang tua yang dimaksud adalah MALU dan yang dimaksud dengan anak adalah
AIBA'A. Ritus adat Tais Hota adalah ritus menghormati anak terhadap orang tua.
Ritus abadi saling menghormati antara Malu dengan AIBA'A. Bentuk penghormatan
itu secara nyata. MALU menyediakan kain adat. AIBA'A membeli Kain Adat. RUMAH SUKU MALU YANG MELAHIRKAN RUMAH SUKU AIBA'A.
Pembeli membeli Kain adat yang dijual dengan Harga Persaudaraan dan penghormatan. Tais Hota membangkitkan ikatan persaudaraan abadi bukan konflik abadi. Denga demikian maknanya sangat mendalam bagi kedua pihak Rumah Suku MALU dan rumah suku AIBA'A.
Pembeli membeli Kain adat yang dijual dengan Harga Persaudaraan dan penghormatan. Tais Hota membangkitkan ikatan persaudaraan abadi bukan konflik abadi. Denga demikian maknanya sangat mendalam bagi kedua pihak Rumah Suku MALU dan rumah suku AIBA'A.
Tais
Hota khas SUKU BUNAQ AITOUN disaksikan sendiri oleh penulis di Rumah adat kenduri bagi Maria Bete Asa pada Senin 3 September
2012.
Tais
Hota adalah satu bagian penting dari ritus adat kenduri Suku Bunaq. Adat
kenduri ini selalu disebut sebagai adat kematian. Sebutan ini kurang tepat.
Mengapa? Karena Kenduri Suku Bunaq bukan berpuncak pada kematian tetapi menuju
kehidupan. Kehidupan di dunia menuju kehidupan setelah kematian. Maka bagi penulis adat kenduri Suku Bunaq adalah bukan adat kematian tetapi awal kehidupan abadi. Ritus adat kenduri secara ringkas membangun kehidulan damai bagi anggota rumah suku yang masih hidup di dunia dan hidup bahagia abadi bagi anggota yang adat kendurinya dilakukan dalam hal ini ADAT TAIS HOTA adalah satu bagian dari keseluruhan adat kenduri suku Bunaq Aitoun. ***
(2008). Kembali ke Akar . Jakarta: Cerdas Pustaka Pub..
Daftar Pustaka
A.A. Bere Tallo. (1978), Adat Istiadat dan Kebiasaan Suku Bangsa Bunaq di Lamaknen-Timor Tengah, Weluli, 7 Juli 1978
(2008). Kembali ke Akar . Jakarta: Cerdas Pustaka Pub..