"HOL GO GAWA" adalah satu adat dalam suku Bunaq bagi seorang anggota suku yang akan meninggalkan istana rumah suku pergi ke tempat yang jauh. Malam sebelum kepergian seorang anggota suku ke tempat yang jauh karena bertugas atau untuk melanjutkan pendidikan, diselenggarakan adat "HOL GO GAWA" di dalam istana rumah adat suku Bunaq. Adat "HOL GO GAWA" ini dipimpin oleh presiden suku atau KETUA SUKU sebagai pemimpin tunggal Suku.
Pada waktu upacara adat "HOL GO GAWA" ini sedang dimulai, presiden suku mengundang semua "MUGEN" yaitu para leluhur agar hadir dalam upacara adat "HOL GO GAWA" yang sedang dipimpinnya. Undangan itu mau menunjukkan bahwa kehadiran "MUGEN" adalah sebagai saksi dan sekaligus pengesahan serta persetujuan terhadap pengutusan anggota sukunya yang akan pergi ke tempat yang jauh untuk melaksanakan tugas atau melanjutkan pendidikan. Kata-kata yang disampaikan ketua suku atau presiden suku diyakini keluar langsung dari mulut para leluhur yang diundang presiden suku dalam adat "HOL GO GAWA" itu.
Anggota suku yang hendak pergi ke tempat yang jauh, didoakan oleh presiden suku atau ketua suku. Doa itu isinya mantra-mantra yang diturunkan oleh para "MUGEN" dalam mulut-hati-pikiran presiden suku. Setelah doa, ketua suku keluar lewat pintu istana rumah suku, bersama anggota suku yang akan pergi jauh lalu melemparkan sebuah batu kecil ke arah tempat yang akan dituju oleh anggota suku yang akan pergi dari istana sukunya.
Makna terdalam dari adat "HOL GO GAWA" artinya sebuah batu kecil yang dilemparkan oleh presiden suku, menunjukkan bahwa para "MUGEN" atau para leluhur suku telah mendahului anggota suku ke tempat baru yang akan dituju. Para leluhur menjadi "security" anggota suku dalam perjalanannya ke tempat baru. Dalam adat "HOL GO GAWA" itu hadirlah para "MUGEN" pemilik semua yang baik. Kehadiran "MUGEN" dalam "HOL GO GAWA" menunjukkan kehadiran berkat, rahmat, perlindungan, pengamanan terhadap kehidupan dan perjalanan anggota suku yang akan pergi ke tempat yang jauh dan tinggal di tempat yang dituju dalam waktu yang lama.
Dampak positif yang langsung dialami oleh anggota suku yang hendak pergi ke tempat baru yang jauh, terbebas dari segala ketakutan psikologis. Anggota suku itu, lewat adat "HOL GO GAWA" itu merasa dekat sekali dengan para leluhur yang senantiasa mendampinginya, menyelamatkannya, mengamankannya, mengarahkannya, menuntunnya pada yang baik, indah dan benar. Anggota suku yang hendak pergi jauh, dan tinggal di tempat yang baru, diteguhkan oleh adat " HOL GO GAWA" ini. Anggota suku yang pergi jauh menjadi percaya diri dalam seluruh perjalanan hidupnya dan seluruh usaha dan karyanya.
Kepercayaan diri yang dirasakan oleh anggota suku di tempat baru, entah untuk bekerja dan belajar, sebagai awal untuk berkembang maju di tempat yang baru. Anggota suku di tempat yang baru berjuang dengan tekun untuk meraih hasil yang baik bagi dirinya dan bagi anggota sukunya. Keberhasilan dan kesuksesan diterima, dipandang sebagai berkat campur tangan para "MUGEN" yang meniupkan berkat dan rahmat yang berlimpah dalam upacara liturgi adat "HOL GO GAWA".
Pola seperti ini membangun satu relasi emosional yang kuat sekali antara anggota suku yang tersebar di seluruh dunia karena tugas dan demi mempertahankan hidup, dengan presiden suku atau ketua suku yang berdiam di ibu pertiwi istana suku di kampung halaman, tempat kelahiran anggota suku yang menyebar ke seluruh dunia. Ikatan emosional itu dewasa ini semakin dicairkan lewat komunikasi via telephone dan HP serta SMS.
Relasi yang jauh karena jarak akan menjadi dekat lewat simbol adat "HOL GO GAWA" dalam suku dan dewasa ini lewat jauh di mata dekat di SMS dan HP. Ada berbagai hal yang mengokohkan sebuah relasi dengan yang jauh di mata tetapi dekat di hati. Jauh di mata dekat dalam doa. Doa mendekatkan yang tak kelihatan hadir dalam hati dan perasaan sang pendoa. Doa adalah komunikasi dengan yang tak kelihatan menjadi hadir dan dekat dengan diri dalam perasaan iman. Ada banyak simbol dalam Gereja yang menjadi jembatan mendekatkan YANG LAIN yang diimani dalam kehidupan iman dan seluruh karya dan pekerjaan.
Kekuatan rohani, spiritual dan psikologis bukanlah sesuatu yang jatuh dari langit. Tetapi kekuatan-kekuatan itu diterima lewat sesama dalam saling mendoakan, saling meneguhkan, saling membaptis pikiran dalam diskusi, sms, e-mail, chating, telephone dan juga lewat simbol-simbol yang begitu kaya dalam hidup kita, dalam gereja Katholik yang mengalirkan kekuatan-kekuatan itu dalam suatu proses panjang refleksi dan renungan pribadi.
Selamat Merayakan Tahun Baru HIJRIYAH 1429, pada 10 Januari 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar