Sabtu, Mei 25, 2013

Homili Jumat 24 Mei 2013



SAHABAT : Palsu vs Sejati
*P.Benediktus Bere Mali, SVD*

Manusia adalah makhluk multidimensional. Salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengenal siapa sebetulnya manusia itu adalah “persahabatan manusia” yang dibangun dan dimilikinya. Sahabat bagi manusia itu bermuka dua, dalam arti manusia bisa menjadi sahabat palsu bagi sesamanya atau manusia bisa menjadi sahabat palsu bagi sesamanya.
Sahabat palsu adalah orang yang membangun relasi dengan sesama selama sesama memberikan sumbangan atau kontribusi, artinya persahabatan yang dibangun di atas dasar “ada apanya”. Sedangkan sahabat sejati adalah orang yang membangun relasi dengan sesama dalam segala kondisi baik dalam suka maupun duka, baik dalam sehat maupun dalam keadaan sakit, artinya persahabatan yang berlangsung berdasarkan “apa adanya” tanpa pamrih tertentu.
Kitab Sirak menampilkan sahabat yang sejati yaitu orang yang setia pada sesama dalam segala suka maupum duka yang dialaminya dalam persahatan itu. Orang yang tidak meninggalkan persahabatan dengan sesama ketika sahabat itu dalam keadaan serba kecukupan ataupun dalam keadaan yang “kere”. Seorang sahabat sejati itu selalu hadir di samping sahabatnya tanpa pamrih, tanpa ada apanya tetapi hadir apa adanya.
Seorang sahabat sejati berkekuatan pada keterikatannya kepada Allah yang menjadi nyata dalam diri Yesus sahabat sejati bagi kita. Yesus hadir dalam penyerahan seluruh diriNya decara utuh bagi kita manusia untuk menebus kita. Puncak Yesus menyerahkan diri bagi kita adalah menderita dan wafat di kayu salib sampai mati, dimakamkan dan bangkit pada hari ketiga. Seorang sahabat sejati menyerahkan nyawanya bagi domba-dombanya.
Perceraian antara suami dengan isteri terjadi karena tidak ada persahabatan sejati dalam kehidupan keluarga suami dengan isteri bersama anak-anaknya. Yang ada adalah sahabat palsu. Suami atau isteri atau anak hadir di samping sesama dalam keluarga selama kehadiran sesama memberikan keuntungan kepada dirinya. Ketika diri harus memberikan apa yang dimililikinya bagi sesama, diri tidak rela dan meninggalkan sesamanya mengalami aneka kesulitan dan persoalannya.
Perceraian terjadi karena masing-masing mengutamakan egoisme. Masing-masing orang tidak mengutamakan kita dalam keluarga. Masing-masing orang mengutamakan aku-isme dan engkau-isme. Unsur ke-kita-an dilupakan. Ketika akuisme dan engkauisme adalah utama maka disitulah perceraian lahir dan ada. Sebaliknya ketika masing-masing orang di dalam kehidupan komunitas mengutamakan unsur “kita” unsur “kekitaan” maka itulah kekuatan persatuan dalam komunitas keluarga.
Model sahabat sejati yang mengutamakan prinsip kebersamaan atau unsur “ke-kita-an” dalam komunitas keluarga adalah komunitas Allah Tritunggal Maha Kudus. Bapa dan Putera dan Roh Kudus adalah SATU dalam kualitas bukan dalam kuantitas. Bapa, Putera dan Roh Kudus adalah Satu Visi dan Misi yaitu untuk kebaikan, kebenaran, keselamatan bersama.
Menjadi sahabat sejati berarti : deritamu, deritaku, derita kita bersama. Menjadi sahabat sejati berarti: sukacitaku, sukacitamu, sukacita kita bersama.  Menjadi sahabat sejati berarti : cintaku, cintamu, cinta kita bersama.

Homili Jumat 24 Mei 2013
Sir 17 : 1 – 15
Mzm 103
Mrk 10 : 13 - 16

Tidak ada komentar:

Posting Komentar