"SURGA & BUMI : Milik Manusia atau
Milik TUHAN"
*P. Benediktus
Bere Mali, SVD*
Tajuk
Rancana Kompas, rabu, 15 Mei 2013, hal.6 menyampaikan pesan ini kepada pembaca
: Biaya politik, biaya pemilu, sangat mahal. Hanya mereka yang berasal dari
keluarga kaya dan pesohor yang yang bisa membiayai pemilu. Kecenderungan
seperti inilah yang sekarang mulai terasa di negeri kita, Indonesia. Keadaan
ini membawa orang kaya yang duduk di kursi RI satu. RI ini dibawa kontrol dan
kuasa orang kaya. Atau lebih dalam lagi RI ini milik orang berduit. Orang tidak
berduit bukan memiliki RI ini.
Membaca
tulisan yang menurunkan pesan seperti itu, saat saya menyiapkan renungan hari
ini, muncul pertanyaan dalam pikiran yang lahir dalam tulisan ini: Apakah hidup
ini milik orang hebat dalam hal ini orang kaya? Apakah surga itu juga hanya
milik orang kaya? Apakah orang miskin tidak memiliki hidup? Apakah orang miskin
tidak memiliki surga?
Tuhan
kalau bisa disogok dengan uang agar hidup orang yang menyogok itu lebih lama,
maka dunia ini adalah penuh dengan para penyogok. Kalau Allah itu mata duitan
sebagai yang utama, maka dunia ini hanya dipenuhi oleh orang-orang yang hebat
yang memiliki harta kekayaan. Kalau Tuhan itu bisa disogok maka Surga juga
adalah milik orang kaya. Kalau Allah itu bisa disogok maka Allah menutup pintu
kehidupan dan pintu Surga bagi orang yang "kere", sebaliknya Allah
hanya membuka lebar pintu kehidupan atau pintu surga bagi orang yang kaya raya
secara material. Kalau demikian, maka Allah kita adalah Allah yang materialis.
Allah kita adalah Allah yang diskriminatif. Allah kita adalah Allah yang tidak
adil.
Kita
semua ketika berada di hadapan kematian, jenasah yang terbaring di hadapan
kita, lantas ada berbagai pemikiran yang membalikkan pernyataan di atas.
Kematian adalah ungkapan bahwa Allah kita tidak dapat disogok. Kematian membuat
kita berpikir bahwa Allah kita tidak diskriminatif. Kematian itu dialami oleh
orang kaya maupun miskin. Kematian itu adalah milik semua orang dan dialami
semua orang lintas batas: suku, agama, ras dan antar golongan. Kematian itu
membuka pikiran kita tentang Allah kita yang adil.
Keadilan
Allah dinyatakan di dalam Kematian yang dialami oleh siapa saja. Kematian itu
adalah jalan yang dilewati oleh setiap manusia berjalan dari ibu pertiwi menuju
kerahiman Allah di Surga. Orang berjalan dari dunia ke surga, tidak menggunakan
pesawat yang langsung take off dari bumi ini, langsung mendarat di Surga.
Kematian adalah jalan pembuka orang beriman berziarah dari bumi ini kembali ke
Rumah Bapa di Surga.
Yoh
14:6 menegaskan Yesus adalah Jalan, kebenaran dan kehidupan. Melalui Yesus
semua orang yang percaya kepadaNya berjalan dari bumi ke Rumah Bapa di Surga.
Jalan itu adalah jalan KematianNya setelah lahir, hidup, berkarya, menderita,
wafat di Salib, dimakamkannya di dalam perut bumi atau rahim ibu pertiwi.
Yesus
datang dari Kerahian Bapa di Surga ke dunia melalui rahim Ibu Maria, Yesus
kembali ke Kerahiman Allah Bapa di Surga melalui Rahim Ibu Pertiwi. Yesus
bangkit dari kubur pada hari ketiga, lalu menampakkan diri kepada para muridNya
dan selama 40 hari hadir di antara para muridNya, lalu naik ke Surga, duduk
sisi kanan Bapa di Surga menyiapkan tempat bagi semua orang lintas batas yang
percaya kepadaNya.
Dia
pergi ke Surga, tidak membiarkan kita sendirian tetapi dia mengutus Roh Kudus
kepada kita, kepada Gereja di seluruh dunia, menyertai kita dan Gereja serta
menuntun kita dan Gereja berjalan sesuai satu arah yang menyelamatkan yaitu
kembali ke Rumah Bapa, melalui jalan Yesus yaitu jalan kematian.
Kematian
dalam refleksi Karl Jaspers adalah situasi batas manusia. Manusia tidak dapat
menunda kematian. Manusia tidak dapat menghindari kematian. Manusia tidak dapat
memperpanjang kehidupannya secara fisik. Manusia yang otentik adalah manusia
yang menerima situasi batas yang berpuncak dalam kematian. Kepasrahan total
manusia menerima kematiannya menunjukkan keotentikan manusia. Kematian menjadi
satu jalan manusia menyerahkan diri kepada "yang transenden" yaitu
Allah sumber kehidupan yang sejati, yang menjadi nyata di dalam Tuhan Yesus
Kristus sebagai jalan, kebenaran dan kehidupan yang sejati.
Kita
yang masih hidup berjalan di Jalan Tuhan Yesus yang mengantar kita menuju
Surga. Kita berdoa bagi sesama karena doa kita menyelamatkan dan mengampuni
dosa-dosanya. Iman Marta kepada Yesus adalah Mesias, seperti terungkap dalam
Yoh 11: 25-27, membangkitkan Lazarus saudara Marta, yang telah meninggal. Maka
kita selalu mendokan sesama sebagai ungkapan perhatian dan cinta serta
kepedulian kita kepada sesama. Mereka atau kita yang mendapat cinta dan
perhatian dari sesama pasti mendapat kebahagiaan tertentu. Demikian juga sesama
yang kita doakan pada kesempatan ini.
Homili Kremasi Bpk Dominikus dan Mama Theresia
Di Krematorium Eka Praya Kembang Kuning
Rabu 15 Mei 2013
Injil Yohanes 14 : 1-6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar