Minggu, Mei 19, 2013

PENTAKOSTA: “Monumen vs Movement”


*P.Benediktus Bere Mali, SVD*

Manusia adalah makhluk multidimensi. Dari sekian banyak dimensi tipe manusia, saya membutuhkan dua (2) tipe manusia pada kesempatan ini yaitu tipe manusia monument dan tipe manusia movement.
Tipe manusia monument lebih menekankan pembangunan fisik dan di setiap bangunan itu ada prasasti tempat terlukis nama dan tanda tangannya untuk mengabadikan diri, egonya yang mengandung benih-benih kesombongannya.Sedangkan tipe manusia movement lebih menekankan gerakan-gerakan kreatif inovatif dalam membangun sumber daya manusia untuk regenerasi dan seterusnya.  
Manusia yang menekankan monument tampak dalam Kejadian 11:1-9. Kitab ini berbicara tetang menara Babel yang lahir dari kesombongan manusia Babel di hadapan Tuhan. Kesombongan itulah kemudian membawa perpecahan di antara mereka. Sebaliknya manusia Pentakosta adalah pribadi-pribadi  yang movement, yaitu manusia yang menekankan gerakan dan gerakan itu berasal dari Roh Kudus, Roh Allah, Roh Kristus yang menyatukan dan menyelamatkan semua orang lintas batas yang percaya kepadaNya.  Manusia Pentakosta adalah manusia yang hidup di dalam Roh Kudus. Ciri-ciri orang yang mengalami kepenuhan Roh Kudus adalah :

1. Berbahasa Kasih bukan berbahasa Sombong. Ketika Roh Kudus turun atas para murid yang sedang berkumpul, bersatu, bersekutu dalam namaNya, mereka berbahasa kasih yang bersifat universal lintas batas, karena bahasa kasih yang disampaikan para murid itu dimengerti oleh semua suku bangsa. Sebaliknya bahasa kesombongan manusia Babel membawa perpecahan antara sesame manusia.
2. Orang yang hidup di dalam Roh Kudus senantiasa tampil sebagai Nabi. Dia memberikan kesaksian yang benar dan tulus. Dia mengatakan yang benar adalah benar, yang salah adalah salah. Dia tidak tampil “abu-abu” yang dilakukan politisi di dalam dunia politik, dibandingkan dengan seorang Negarawan yang tampil asli, tanpa kepalsuan.
3. Orang yang hidup di dalam Roh Kudus, tampilkan diri atau kehadirannya membangkitkan sesame, membangkitkan komunitas, dengan melaksanakan kearifan-kearifan hidup bersama, kearifan-kearifan hidup berkomunitas yaitu setia berdoa bersama dan doa pribadi dalam komunitas, yang berpuncak di dalam Perayaan Ekaristi Kudus. Setia mengutamakan kebersamaan dalam makan bersama komunitas, mengutamakan kebersamaan dan persaudaraan di dalam rekreasi bersama komunitas, mengutamakan kerja bersama dalam karya pelayanan kepada Tuhan dan Sesama. Kehadiran seorang yang dipenuhi oleh Roh Kudus, kehadirannya bukan “me-mandeg-an” kehidupan bersama, kehidupan berkomunitas.

Setiap kita telah menerima Roh Kudus dalam Sakramen Baptis, Sakramen Krisma, dan Sakramen Imamat, maka kita tidak ada alas an untuk tidak hidup di dalam Roh Kudus, yang konkretkan di dalam menghidupi kearifan hidup berkomunitas. Sistem komunitas sangat bagus. Yang perlu dibuat bagus adalah kedisplinan diri kita, dari kita, oleh kita dan untuk kita. Setia melaksanakan kearifan – kearifan kehidupan berkomunitas itu adalah kekuatan kita di dalam menjalani panggilan hidup kita sebagai imam, biarawan dan biarawati, maupun sebagai umat awam.

Homili Pentakosta 19 Mei 2013
Di Soverdi Surabaya (Pagi)
Dan di Lansia Griya St. Yosef (Sore)
Kis 2:1-11
Mzm 104
Rom 8 : 8 – 17
Yoh 14 : 15 – 16.23b-26

INTRODUKSI :

Hari ini adalah Hari Raya Pentakosta, yang berarti Roh Kudus Turun atas para murid yang bersekutu dalam namaNya. Pentakosta berarti Roh Kudus turun atas semua orang lintas batas yang percaya kepadaNya.
    Burung Merpati adalah simbol Roh Kudus. Mengapa Burung Merpati? Karena Burung Merpati juga simbol ketulusan. Menerima Roh Kudus berarti menerima Rahmat Ketulusan dari Roh Kudus.
    Kita tidak hanya menerima Roh Kudus dalam Baptis, Krisma dan Imamat. Tetapi kita juga setelah enerima Rahmat Ketulusan dari Roh Kudus, terpanggil Setia Hidup di dalam Roh Kudus, yang diungkapkan dalam memberikan pelayanan kepada Tuhan dan sesama manusia secara tulus.

Homili Sabtu 18 Mei 2013

SAKSI PALSU vs SAKSI ASLI
*P. Benediktus Bere Mali, SVD*

Koran-koran beberapa Minggu terakhir ini berbicara tentang calon-calon pemimpin baik Legislatif, eksekutif maupun Yudikatif yang berasal dari latarbelakang politisi, sementara banyak orang lebih mengaharapkan calon pemimpin yang berasal dari latarbelakang negarawan untuk menjadi pemimpin pada masa yang akan datang.
Pertanyaan bagi kita adalah apa perbedaan antara calon pemimpin yang berasal dari latarbelakang politisi dengan yang berasal dari latarbelakang negarawan? Atau apa perbedaan antara pemimpin yang negarawan dengan seorang pemimpin yang politisi?
Perbedaan antara seorang negarawan dengan politisi sebetulnya terletak di dalam penjelasan sebagai berikut. Seorang pemimpin yang tergolong ke dalam sebagai negarawan, senantiasa berjalan di atas jelan kebenaran, keadilan, kedamaian, kebaikan dan kebenaran, untuk kesejahteraan dan keselamatan bersama atau kesejahteraan seluruh rakyat yang dipimpinnya. Sorang negarawan ketika menghadapi dan menyelesaikan persoalan, dia selalu memberikan kesaksian yang benar sehingga solusi persoalan itu pada akar persoalan. Sedangkan seorang politisi senantiasa diwarnai oleh pengutamaan kepentingan pribadi, golongan. Seorang politisi ketika memberikan kesaksian terhadap persoalan yang ada dan sedang terjadi, selalu diwarnai oleh sikapnya yang “abu-abu”atau bahkan bisa jadi memberikan kesaksian yang palsu atas persoalan yang sedang terjadi hanya untuk menyelamatkan kelompoknya dengan mengorbankan kepentingan bersama atau kebaikan bersama.
    Bacaan-bacaan suci hari ini menampilkan kesaksian Kesaksian Petrus, Yohanes, Paulus dan Tuhan Yesus. Yesus selalu memberikan kesaksian yang benar. Paulus juga memberikan kesaksian yang benar. Yohanes memberikan kesaksian yang benar. Petrus lebih cenderung sibuk mencampuri urusan orang lain. Karena Petrus sibuk dengan urusan Yohanes dan Urusan Yesus, Yesus menegur dia, Paulus jangan sibuk dengan urusan orang lain.
    Yesus adalah Nabi Sejati. Paulus dan Yohanes menampilkan diri sebagai nabi. Mereka berdua memberikan kesaksian tentang Yesus adalah Nabi yang sejati. Paulus memberikan kesaksian yang benar tentang Kebangkitan Kristus yang diwartakan sampai di Roma. Ketika di kalangan Yahudi, ia dihadapkan di depan Mahkamah Agama Yahudi untuk dihukum karena pewartaan tentang Kebangkitan Tuhan Yesus. Kesaksian di depan Sanhedrin itu membuat para Sanhedrin tidak menemukan kesalahan untuk dihukum mati. Paulus memberikan kesakasian tentang kebangkitan Tuhan dengan menggunakan pemikiran Mahkamah Agama Yahudi yang berasal dari kelompok Farisi. Orang Farisi mengakui adanya kebangkitan orang mati dan adanya malaikat-malaikat. Itu artinya kelompok Mahkamah Agama Yahudi sendiri menerima kebangkitan Tuhan Yesus yang diwartakan Paulus. Tidak ada alasan Sanhedrin menghukum Paulus yang mewartakan Kebangkitan Tuhan Yesus.
    Sanhedrin terus mencari waktu yang tepat untuk menjatuhkan hukuman mati atas Paulus. Lantas Paulus Naik Banding ke Kaisar di Roma. Ketika berada di Roma, Paulus memanggil para penatua orang Yahudi dan memberikan kesaksian yang benar atas pewartaannya tentang Kebangkitan Kristus yang dia wartakan.
    Paulus secara tulus mengatakan kepada para tua-tua Yahudi yang ada di Roma, bahwa dia naik banding ke Kaisar di Roma bukan untuk mengkhianati Adat Istiadat Bangsa Yahudi, tetapi dia memberikan kesaksian tentang harapan bangsa Yahudi akan kedatangan Mesias yang mengalami kepenuhan di dalam diri Tuhan Yesus yang telah wafat dan kemudian mengalami kebangkitan yang diwartakannya.
    Paulus memberikan kesaksian yang benar kapan dan dimanapun. Ini tandanya bahwa Paulus dipenuhi oleh Roh Kudus yaitu Roh Kebangkitan Tuhan Yesus. Dia memberikan kesaksian tentang Kebangkitan Kristus dengan tulus dan ikhlas. Paulus pun tahu persis, bahwa kesaksian yang benar di depan Kaisar di Roma, membuat Kaisar tidak akan menemukan kesalahan untuk menjatuhkan hukuman atas dirinya. Paulus di depan Kaisar akan bersaksi dengan menggunakan cara berpikir Roma atau Kaisar yang berlaku di dalam menjatuhkan hukuman atas orang yang dituduh bersalah. Paulus menguasai pemikiran Roma, bahwa hanya orang yang melanggar kemanusiaan universal yang menerima hukuman. Bagi Paulus, pewartaan tentang Kebangkitan Tuhan Yesus itu tidak melanggar hukum Roma. Hukum Roma mengakui kebebasan setiap manusia untuk mengekspresikan diri sejauh tidak melanggar hukum Roma yang intinya tidak melanggar kemnausiaan sebagai nilai universal yang menjadi jiwa seluruh peraturan Kaisar.
    Yohanes pun memberikan kesaksian bahwa Yesus adalah Mesias yang diharapkan Bangsa Yahudi. Kesaksiannya itu ditulis di dalam Injil Yohanes, Kesaksiannya itu benar. Yohanes dan Paulus memberikan kesaksian yang asli tentang Yesus sebagai Mesias yang dinantikan bangsa Yahudi. Paulus dan Yohanes tidak memberikan kesaksian yang palsu. Keduanya adalah nabi. Mengatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Itulah ciri orang yang hidup di dalam Roh Kudus, Roh Kristus, Roh Allah sendiri. Orang yang hidup di dalam Roh Kudus senantiasi memberikan kesaksian benar dan tulus. Pemazmur bekata bahwa orang yang tulus melihat wajah Allah.
    Kita semua adalah orang-orang yang dipanggil menjadi nabi. Sebagai nabi, kita memberikan kesaksian yang benar dan kesaksian kita lahir dari ketulusan hati kita. Pemazmur berkata, orang yang tulus melihat wajah Allah. Ketulusan ada dalam diri kita berarti ada Allah Roh Kudus di dalam diri kita, dan Roh  Kudus menuntun kita kepada jalan yang benar, berpikir secara benar, berkata-kata dan  bertindak secara benar dan tulus.  Amin.
     

Homili Minggu Pentakosta 19 Mei 2013



PENTAKOSTA: “Monumen  vs Movement”
*P.Benediktus Bere Mali, SVD*

Manusia adalah makhluk multidimensi. Dari sekian banyak dimensi tipe manusia, saya membutuhkan dua (2) tipe manusia pada kesempatan ini yaitu tipe manusia monument dan tipe manusia movement.
Tipe manusia monument lebih menekankan pembangunan fisik dan di setiap bangunan itu ada prasasti tempat terlukis nama dan tanda tangannya untuk mengabadikan diri, egonya yang mengandung benih-benih kesombongannya.Sedangkan tipe manusia movement lebih menekankan gerakan-gerakan kreatif inovatif dalam membangun sumber daya manusia untuk regenerasi dan seterusnya.  
Manusia yang menekankan monument tampak dalam Kejadian 11:1-9. Kitab ini berbicara tetang menara Babel yang lahir dari kesombongan manusia Babel di hadapan Tuhan. Kesombongan itulah kemudian membawa perpecahan di antara mereka. Sebaliknya manusia Pentakosta adalah pribadi-pribadi  yang movement, yaitu manusia yang menekankan gerakan dan gerakan itu berasal dari Roh Kudus, Roh Allah, Roh Kristus yang menyatukan dan menyelamatkan semua orang lintas batas yang percaya kepadaNya.  Manusia Pentakosta adalah manusia yang hidup di dalam Roh Kudus. Ciri-ciri orang yang mengalami kepenuhan Roh Kudus adalah :

1. Berbahasa Kasih bukan berbahasa Sombong. Ketika Roh Kudus turun atas para murid yang sedang berkumpul, bersatu, bersekutu dalam namaNya, mereka berbahasa kasih yang bersifat universal lintas batas, karena bahasa kasih yang disampaikan para murid itu dimengerti oleh semua suku bangsa. Sebaliknya bahasa kesombongan manusia Babel membawa perpecahan antara sesame manusia.
2. Orang yang hidup di dalam Roh Kudus senantiasa tampil sebagai Nabi. Dia memberikan kesaksian yang benar dan tulus. Dia mengatakan yang benar adalah benar, yang salah adalah salah. Dia tidak tampil “abu-abu” yang dilakukan politisi di dalam dunia politik, dibandingkan dengan seorang Negarawan yang tampil asli, tanpa kepalsuan.
3. Orang yang hidup di dalam Roh Kudus, tampilkan diri atau kehadirannya membangkitkan sesame, membangkitkan komunitas, dengan melaksanakan kearifan-kearifan hidup bersama, kearifan-kearifan hidup berkomunitas yaitu setia berdoa bersama dan doa pribadi dalam komunitas, yang berpuncak di dalam Perayaan Ekaristi Kudus. Setia mengutamakan kebersamaan dalam makan bersama komunitas, mengutamakan kebersamaan dan persaudaraan di dalam rekreasi bersama komunitas, mengutamakan kerja bersama dalam karya pelayanan kepada Tuhan dan Sesama. Kehadiran seorang yang dipenuhi oleh Roh Kudus, kehadirannya bukan “me-mandeg-an” kehidupan bersama, kehidupan berkomunitas.

Setiap kita telah menerima Roh Kudus dalam Sakramen Baptis, Sakramen Krisma, dan Sakramen Imamat, maka kita tidak ada alas an untuk tidak hidup di dalam Roh Kudus, yang konkretkan di dalam menghidupi kearifan hidup berkomunitas. Sistem komunitas sangat bagus. Yang perlu dibuat bagus adalah kedisplinan diri kita, dari kita, oleh kita dan untuk kita. Setia melaksanakan kearifan – kearifan kehidupan berkomunitas itu adalah kekuatan kita di dalam menjalani panggilan hidup kita sebagai imam, biarawan dan biarawati, maupun sebagai umat awam.

Homili Pentakosta 19 Mei 2013
Di Soverdi Surabaya (Pagi)
Dan di Lansia Griya St. Yosef (Sore)
Kis 2:1-11
Mzm 104
Rom 8 : 8 – 17
Yoh 14 : 15 – 16.23b-26

INTRODUKSI :

Hari ini adalah Hari Raya Pentakosta, yang berarti Roh Kudus Turun atas para murid yang bersekutu dalam namaNya. Pentakosta berarti Roh Kudus turun atas semua orang lintas batas yang percaya kepadaNya.
    Burung Merpati adalah simbol Roh Kudus. Mengapa Burung Merpati? Karena Burung Merpati juga simbol ketulusan. Menerima Roh Kudus berarti menerima Rahmat Ketulusan dari Roh Kudus.
    Kita tidak hanya menerima Roh Kudus dalam Baptis, Krisma dan Imamat. Tetapi kita juga setelah enerima Rahmat Ketulusan dari Roh Kudus, terpanggil Setia Hidup di dalam Roh Kudus, yang diungkapkan dalam memberikan pelayanan kepada Tuhan dan sesama manusia secara tulus.