Senin, April 07, 2008

Nilai Kemanusiaan Belis Gadis Suku Bunaq Aitoun


*P.Benediktus Bere Mali, SVD*


Ada banyak teman yang berpacaran dengan gadis-gadis suku bangsa Bunaq. Teman-teman itu ada yang berasal dari suku Bunaq, ada juga yang berasal dari luar suku Bunaq. Beberapa teman itu terpaksa mengakhiri pacaran dengan gadis suku Bunaq karena belis gadis suku bangsa Bunaq mahal. Mereka takut tidak mampu membayar belis/mahar gadis suku Bunaq.
Laki-laki suku Bunaq yang pergi menuntut ilmu di luar suku Bunaq, di luar pulau Timor yang dikenal dengan nama besar sebagai pulau cendana itu, misalnya laki-laki suku Bunaq yang menuntut ilmu di Pulau Jawa, khususnya di Jakarta, di Surabaya, di Semarang dan di Jogja, atau misalnya laki-laki suku Bunaq yang meninggalkan pulau cendana ke Pulau Dewata-Bali atau pulau Jawa, enggan kembali ke ibu pertiwi Suku Bangsa Bunaq, untuk menikahi seorang gadis suku bangsa Bunaq karena belis gadis suku Bunaq lebih mahal, di bandingkan dengan gadis-gadis yang mereka jumpai di Pulau Jawa dan pulau dewata.
Pada suatu kali, seorang pemuda suku Bunaq di Jakarta, yang mengadu nasib di Ibu Kota Negara-Jakarta mengatakan demikian :
" Saya telah memutuskan masuk ke dalam PSIJ. PSIJ singkatan dari Persatuan Semua Isteri Jawa. Istilah ini terkenal di telinga putera Pulau Cendana yang mempunyai isteri yang berasal dari Pulau Jawa. Maksudku, setelah sekian tahun lamanya bekerja di Jakarta, saya tidak ingin kembali ke kampung halaman, tetapi saya memutuskan menikahi seorang gadis yang berasal dari pulau Jawa. Kembali ke ibu pertiwi suku Bunaq, dan nikah dengan seorang gadis suku Bunaq, belisnya mahal, setelah menikah dengan gadis yang berasal dari suku Bunak, diikat oleh berbagai adat yang tidak efektif dan efisien dalam pelaksanaannya, bukan menjadi mimpi saya. Nikah dengan gadis Jawa khan, belis tidak mahal. Bahkan tidak ada belis seperti suku Bunag". Komentar itu terekam di telinga penulis, ketika penulis berada di Jakarta, pada tanggal 15 Januari 2006 di Soverdi St.Yosef Matraman, tepat perayaan St. Arnoldus Janssen, pendiri Serikat Sabda Allah. Komentar-komentar yang bernada sama, juga keluar dari para mahasiswa asal pulau Cendana di Jogjakarta, di Surabaya dan Malang kota bunga. Kesan penulis bahwa komentar-komentar itu terungkap secara spontan, tetapi bisa juga kata-kata itu sudah dipertimbangkan secara matang sebelumnya. Yang jelas bahwa ungkapan-ungakapan atau komentar- komentar demikian, sangat dipengaruhi oleh adat belis gadis suku Bunaq yang menurut para komentator itu belis suku Bunak itu sangat mahal, bila dilihat dari segi ekonomisnya saja.Belis gadis perawan suku Bunaq mahal. Memang pada umumnya demikian. Harga atau belis atau mahar gadis suku Bunaq dewasa ini semuanya telah diuangkan atau dirupiahkan. Pada umumnya, belis gadis perawan suku Bunaq berkisar 8 sampai 15 Juta rupiah. Mahalnya belis gadis perawan berbangsa Suku Bunaq seperti itu, bukan suatu keputusan sepihak. Tetapi semahal apapun, belis gadis perawan suku Bunaq itu, diawali suatu dialog adat antara presiden suku atau ketua suku pihak bakal calon suami dengan pihak presiden suku atau ketua suku serta keluarga bakal calon isteri. Semacam ada tawar-menawar harga belis gadis perawan suku bunaq itu, sampai kedua belah pihak setuju pada penentuan final harga belis gadis perawan suku bangsa Bunaq yang akan hidup sebagai suami-isteri. Dialog itu akhirnya tidak mencapai kata seia-sekata, maka pihak laki-laki akan membatalkan rencananya untuk menikahi gadis yang bakal menjadi isterinya itu.Kalau kata seia-sekata antara pihak laki-laki dengan pihak perempuan tentang besarnya jumlah belis gadis perawan suku Bunaq, maka bagaimana proses pembayaran belis gadis perawan suku Bunaq itu? Siapa-siapa yang membayar belis gadis perawan itu? Belis gadis perawan suku Bunaq, khususnya di Desa Aitoun-Kecamatan Rai Hat, akan dibayar oleh seluruh anggota sesuku pemuda yang akan menikahi gadis tersebut. Bahkan, belis itu dibayar juga oleh teman-teman pemuda yang akan menikah, karena soal relasi, sahabat dekat, teman sekerja, walaupun bukan sesuku dengan pemuda yang akan menikah gadis itu. Bahkan juga yang ikut membayar belis gadis yang akan dinikahi pemuda itu, termasuk suku-suku yang menjadi asal-usul suku pemuda yang menikahi gadis itu. Proses pembayaran belis gadis perawan suku Bunaq demikian. Misalnya kalau, total belis gadis perawan suku Bunaq yang telah disetujui setelah tawar menawar antara presiden suku atau ketua suku laki-laki dengan presiden suku atau ketua suku gadis perawan adalah 15 Juta Rupiah. Presiden suku atau ketua suku dari pihak Laki-laki akan membagikan beban pembayaran atau tanggungan bayar belis itu kepada seluruh anggota suku berdasarkan hubungan kedekatan. Pemuda yang akan menikah gadis itu, tanggung satu Juta rupiah. Setiap saudara-saudari kandung pemuda itu, tanggung lima ratus ribu rupiah. Mereka yang berstatus Om dalam suku pemuda itu, tanggung duaratus lima puluh ribu tiap pribadi yang bersatus Om. Dan seterusnya, presiden suku atau ketua suku laki-laki akan mengatur sedemikian rupa, agar setiap anggota sesuku pemuda itu, mengumpulkan uang sebesar seharga belis gadis perawan yang telah disepakati dan diterima. Presiden menghitung seluruh anggota sukunya agar pengumpulan uang oleh anggota suku itu mencapai harga belis gadis yang telah disepakati.Melihat harga belis gadis perawan suku Bunaq yang demikian, proses pengumpulan uang yang demikian, maka sebetulnya, belis gadis perawan suku Bunaq tidak mahal. Karena proses pengumpulan itu, mencerminkan kekompakan anggota suku. Kerja sama anggota suku. Dalam sebuah perkawinan intern, perempuan suku Bunaq dengan laki-laki suku Bunaq sesungguhnya belis itu tidak mahal.Kecuali, pemuda dari luar suku Bunaq yang hendak menikahi gadis perawan suku Bunaq, mengikuti adat belis suku Bunaq, maka keluarga pemuda yang berasal dari luar suku Bunak akan merasa sangat berat dalam membayar belis gadis yang bersuku bunak yang akan menjadi isteri pemuda dari luar suku Bunak tersebut. Prinsipnya pemuda dari luar suku Bunaq yang telah jatuh cinta pada gadis perawan suku bunaq, yang telah dikuasai oleh cinta dan sulit melepaskan gadis perawan suku Bunaq, pasti melewati proses dialog-tawar menawar belis antara keluarga pemuda dengan keluarga gadis. Dialog itu akan berakhir dengan kesepakatan bersama kedua belah pihak dalam menentukan besarnya belis gadis perawan yang akan dinikahi pemuda dari luar suku Bunaq. Proses pembayarannya pun bisa dibicarakan dan disepakati, misalnya pembayaran belis secara bertahap, atau bayar sekali di awal pernikahan mereka. Semuanya bukan suatu paksaan, tetapi suatu kesepakatan bersama.
Penulis melihat belis gadis perawan suku Bunaq bukan sebagai suatu beban. Penulis melihat itu sebagai satu tanggungjawab pemuda yang akan menikah. Pemuda yang akan menikah, telah dinilai mampu untuk menjadi bapa atau ayah sekaligus sebagai suami yang dapat bertanggungjawab terhadap keluarga, adat dalam suku buna, dan relasi sosial dalam masyarakat suku Bunaq. Selain itu proses pembayaran belis gadis perawan suku Bunaq yang melibatkan seluruh anggota sesuku pemuda yang akan menikah, menunjukkan satu ikatan tanggungjawab moral si pemuda yang akan menikah, bahwa pemuda itu harus mencintai dan setia pada isterinya dalam suka maupun duka. Pemuda yang akan menjadi suami itu harus mempertahankan kehidupan keluarganya itu dengan penuh tanggungjawab terhadap seluruh anggota sesuku. Pemuda itu dinasihati presiden suku atau ketua suku, bahwa dia harus menjalankan tugas dan tanggungjawabnya kepada isteri dan anak-anaknya, sampai mati. Dia tidak boleh cerai dan meninggalkan anak-anaknya. Anggota suku pemuda itu hanya sekali membayar belis gadis yang telah dinikahinya. Kalau pemuda itu cerai dan hendak menikahi gadis yang lain, itu urusan pribadi, dan bahkan perkawinan itu tidak direstui oleh presiden suku atau ketua suku dengan seluruh anggota sukunya.
Suami isteri harus setia satu sama lain sampai mati salah satunya. Mereka harus menjadi orang tua yang bertanggungjawab satu terhadap yang lain, dan terhadap anak-anak, serta setia pada tata aturan adat suku isteri maupun suku suami. Menjadi orang tua dalam suku Bunaq, secara adat, memiliki keterikatan oleh tanggungjawab dan kewajiban dalam kehidupan suku Bangsa Bunaq.****



Daftar Pustaka



A.A. Bere Tallo. (1978), Adat Istiadat dan Kebiasaan Suku Bangsa Bunaq di Lamaknen-Timor Tengah, Weluli, 7 Juli 1978

Mali, Benediktus Bere, Wolor, John (ed). (2008). Kembali ke Akar . Jakarta: Cerdas Pustaka Pub..