Rabu, Januari 30, 2008

Suku Bunaq mau yang mana : Adil dulu Baru Makmur atau Makmur dulu Baru Adil

Pada hari ini tanggal 30 Januari 2008, pertemuan tentang Sosialisasi hasil Sidang KWI untuk kevikepan Regio I bersama Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono di Paroki Santo Yakobus Surabaya. Ada beberapa pernyataan yang menyentuh hati penulis dan langsung mempublikasikannya agar tidak hilang dari memori. Satu pernyataan menarik penulis adalah sekitar kemakmuran dan keadilan. Apakah kemamuran lebih dulu atau keadilan lebih dulu dalam mencapai suatu masyarakat yang sejahtera?


Pada jaman orde baru, pemerintah mengutamakan kemakmuran dulu baru keadilan. Untuk itu pemerintah meminjam uang dalam jumlah besar dari luar negeri. Langkah pemerintah yang demikian, mengutamakan kemakmuran sebelum adil. Pengambilan keputusan oleh pemerintah dalam masa itu sangat bagus. Persoalan muncul ketika uang yang dipinjam dari luar negeri itu tidak dibagi secara merata bagi semua bidang yang menjadi prioritas pembangunan pada jaman itu sampai ke RW/RT. Kemakmuran itu hanya dialami para elite sedang rakyat kecil tetap miskin. Yang Kaya tambah kaya. Sedang yang miskin tambah miskin. Karena apa? Roti kemakmuran itu tidak dibagi secara merata. Pembagi dalam hal ini penguasa yang mengatur pembagian kue kemakmuran yang dipinjam dari luar negeri itu hanya untuk kekayaan dirinya. Akhirnya kemakmuran hanya dialami oleh segelintir yaitu pembagi kue kemakmuran yang dipinjam dari luar negeri itu sedang keadilan tidak pernah menjadi suatu kenyataan yang dialami dan dinikmati oleh masyarakat banyak. Itu merupakan satu kesalahan yang mematikan bangsa untuk terus maju dalam keadilan. Utang besar itu baru dibayar tujuh Milyar karena peristiwa huru-hara pada tahun 1998. Sedang kurang lebih 134 Milyar utang luar negeri belum dibayar sampai hari ini. Inilah kenyataan bangsa kita sampai saat ini.


Melihat realitas tersebut, tentu sebagai seorang Suku Bangsa Bunaq menentukan pilihan hidup dalam memilih mana yang lebih dahulu, keadilan atau kemakmuran dalam sebuah masyarakat Suku Bunaq yang sedang dibangun oleh para pembangun. Kemakmuran atau keadilan, mana yang lebih dahulu, bagi penulis bukan menjadi suatu persoalan. Mengutamakan keadilan menyusul keadilan atau sebaliknya, no problem. Semuanya bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat umum, bonum commune, sebagai tujuan maka dalam pembangunan utamakan kebaikan bersama itu, bukan kebaikan pribadi.


Konsekuensinya bahwa pertama, para pembangun yang bersuku bangsa Bunaq harus berkorban dalam proses pembangunan suku Bunaq. Artinya apa, seorang pemimpin yang dipercaya untuk mengatur suku Bunaq, harus mengutamakan kesejahteraan rakyat pada umumnya. Kedua, tidak ada korupsi dalam proses pembangunan. Tidak ada sunat menyunat dana pembangunan masyarakat Suku Bunaq, untuk memperkaya pembangun suku Bunak. Pemimpin pemerintahan setempat, dalam hal ini kepala Desa atau Camat atau Bupati, harus memiliki komitmen yang kokoh untuk mengutamakan kesejahteraan bersama, bukan kesejahteraan pribadi yang sedang berkuasa.


Kedua hal, yaitu pengorbanan dan tanpa korupsi oleh seorang pembangun dalam proses pembangunan Suku Bunaq, hanya dapat dimiliki oleh seorang pembangun yang memiliki Hati bagi kemajuan Suku Bunaq ke masa depan yang jaya. Seorang pemimpin yang memiliki hati yang demikian dalam proses pembangunan, adalah seorang insan yang mencintai. Cinta kasih berarti memberi dan berkorban bagi banyak orang. Model cinta ini telah Yesus turunkan kepada kita manusia dalam TeladanNya bagi kita termasuk Suku Bunaq yang beriman kepadaNya.

Modal "Mendengarkan" Kunci Keberhasilan Pelajar Suku Bunaq

Beberapa mahasiswa dan pelajar yang berasal dari Suku Bunaq membagi pengalaman tentang keberhasilan mereka dalam Sebuah Studi. Kesuksesan kuliah atau studi sangat ditentukan oleh konsentrasi selama mengikuti pelajaran dan menanyakan kepada Guru atau dosen selama kuliah. Tanyakan kepada pendidik tentang, apa yang belum dimengerti adalah sungguh sangat menentukan keberhasilan. Mereka yang mendengarkan dosen atau guru dan aktif bertanya kepada pendidik selama kuliah atau pelajaran sedang berlangsung, jarang mendapat nilai C. Nilainya berkisar A dan B+. Sebaliknya mereka yang mengantuk dan tidak bertanya selama kuliah, nilainya ya sekitar C, D, E. Mendengarkan itu apa sih sulitnya?


Berdasarkan beberapa sharing pengalaman VIA SMS, bahwa mereka yang sungguh mendengarkan selama kuliah itu karena terpacu untuk meraih cita-citanya yang tinggi yaitu mendapat pekerjaan yang layak dan setelah kuliah gampang mencari pekerjaan karena secara akademis layak diterima oleh pihak yang menerima lamaran, baik swasta maupun negeri. Sebaliknya mereka yang malas belajar itu dikuasai oleh kebingungan orientasi hidup dalam menatap masa depan yang cerah. Tidak memiliki satu target hidup untuk meraih masa depan yang lebih baik yang telah terencana dengan sangat baik.


Hari ini, Rabu, 30 Januari 2008. Bacaan I dari 2 Sam 7 : 4 - 17 dan Injil Mrk 4 : 1 - 20 tentang orang yang "MENDENGARKAN" Sabda Allah, akan mendapat hasil yang berlipatganda, ada yang mendapat seratus kalilipat, ada yang 30 kalilipat. Singkatnya, mereka yang "Mendengarkan" dalam kepemimpinannya, pekerjaannya, karya dan usahanya, dia akan banyak diterima dan disenangi oleh banyak orang dan mendapat upah yang berlipat ganda.


Hai Mahasiswa Suku Bunaq, asahlah pisau "Mendengarkan" mu untuk mendapat hasil yang berlipat ganda. Jangan mengantuk dan tertidur dalam studimu. Ingatlah keringat dan susah payah kerja orang tua untuk membiayaimu selama anda kuliah. Janganlah hidup foya-foya. Ingatlah situasi suku Bunaq yang kering dan gersang. Suku Bunaq menantimu anda pulang kembali ke ibu pertiwi Pulau Cendana untuk membangun daerahmu dalam masa "Otonomi Daerah" ini. Belajarlah sungguh untuk merebut masa depan yang cerah.