Cintanya
Ditikungi-Nya
Homili
Selasa 19 Maret 2013
Hari
Raya St. Yusuf Suami SP. Maria
2Sam
7 : 4 – 5a.12-14a.16
Mzm
89 : 2-3.4-5.27.29
Roma
4 : 13 .16-18.22
Mat
1 : 16.18-21.24ab
P.
Benediktus Bere Mali, SVD
Seorang
ayah setelah anak-anaknya berkeluarga, pada pesta pernikahan emas mensharingkan
pengalaman cintanya pada mama yang tidak pernah ditikungi oleh pemuda yang
lain. Sebaliknya ayah sendiri pernah cintanya ditikungi oleh orang lain,
sehingga mama adalah cintanya yang terakhir di dalam perjalan cintanya. Sebaliknya ketika ditanya mama, Bapa adalah
cintanya yang pertama yang tidak memberi pemuda lain menikungi cinta
pertamanya kepada bapa. Dengan kata lain
seorang laki-laki mencintai seorang perempuan menjadi isterinya adalah buah
dari cintanya yang terakhir yang lolos dari
cintanya yang ditikungi atau dihalangi oleh orang lain sedangkan cinta
perempuan pada seorang pemuda dan kemudian menjadi suami isteri itu lahir dari
cintanya yang pertama.
Injil
hari ini berbicara tentang cinta Yusuf yang ditikungi oleh yang lain. Yusuf menaruh
cinta manusiawinya kepada Maria, dalam pertunagan resmi di mata public.
Cintanya yang kemudian ditikungi oleh yang lain, tentu saja melahirkan berbagai perasaan yang muncul di
dalam dada dan kepalanya. Perasaan itu terangkum di dalam diamnya untuk
memutuskan pertunangan resmi dengan Maria.
Lantas
kenapa Yusuf tidak berdaya meninggalkan Maria yang dicintainya walaupun
cintanya telah ditikungi yang lain? Penikung cintanya bukanlah seorang manusia
biasa tetapi cintanya ditikungi oleh Allah sendiri. Pertunangan resmi dengan
Maria sebagai cintanya kepada Maria itu
ditikungi oleh Tuhan. Maria mengandung bukan berdasarkan keinginan daging
seorang pemuda. Tetapi Maria mengandung dari Roh Kudus. Hal itu disampaikan
Malaikat Tuhan kepada Yusuf dalam mimpinya. Tuhan datang dalam mimpi Yusuf dan
menyatakan diri kepadanya karena Yusuf mempunyai sebuah keistimewaan di dalam
hidupnya. Keistimewaan itu adalah ketulusan yang berdiam di dalam hatinya
sebagai Bait Allah Roh Kudus. Yusuf sungguh menyadari hal itu dan berkat hal
itulah Yusuf pun bangun dari tidur bukan melaksanakan kehendak setan yang
menuntun dia kepada penyesatan, melainkan kepada yang menyelamatkan diri, sesama
dan dunia.
Kita
pun barangkali di dalam hidup dan cinta kita punya ceritanya tersendiri. Ada
banyak orang yang mencintai kita karena kita sebagai orang yang mencintai
secara baik dan benar di dalam hidup kita setiap hari, baik di hadapan Tuhan maupun
di hadapan sesama. Cinta kita yang pertama-tama tulus itu bisa jadi ditikungi
oleh cinta-cinta yang bernuansa egois yang mengantar kita berjalan di atas
jalan yang meninggalkan jalan cinta kepada semua orang lintas batas menuju
jalan cinta yang hanya dibatasi oleh ruang dan waktu serta terutama dibatasi
oleh cinta personal tertentu saja. Atau
di masa prapaskah ini kita membangun cinta kita menjadi sebuah bangunan kendaraan
cinta yang berjalan di atas jalan dengan
meninggalkan jalan cinta yang pamrih menuju jalan cinta yang dijiwai oleh ketulusan
tanpa pamrih.