Senin, November 12, 2012

KOTBAH MISA HARIAN, SENIN 12 NOPEMBER 2012



PENATUA AGAMA TANPA CACAT


Tit 1 : 1 - 9; Luk 17:1-6.
Misa Harian, Senin 12 Nopember 2012,
Pada hari ini Pernikahan Adik Fernando - Widya
di Katedral Keuskupan Malang,
Pukul 09.30 WIB.

(P. Benediktus Bere Mali, SVD)



Hari Minggu 11 Oktober 2012, bersama mobil "Katolik" (Umum) atau bis umum berangkat dari Surabaya ke Malang. Pada pertengahan jalan, ada kerusakan mobil yang ditumpangi.


Perjalanan tertunda karena kerusakan atau cacat mobil harus dicari solusi. Para kondektur dan sopir menyembuhkan mobil yang sakit dengan obat perbaikan. Usai perbaikan mobil, perjalanan dilanjutkan.


Ziarah hidup manusia bagaikan mobil. Semakin jauh berziarah semakin banyak pengalaman yang didapat. Semakin usia bertambah semakin bertambah juga kecacatan yang mewarnai hidupnya. Kecacatan datang menyertai manusia walaupun tidak menghendakinya.


Solusilah yang dicari dalam mengatasi kecacatan manusia. Solusi yang tepat adalah datang ke bengkel hati. Hati yang luka oleh karena dosa dan kesalahan perlu diperbaiki. Perbaikan itu membawa hati tanpa cacat. Hati suci dimiliki melalui sebuah usaha, bukan sesuatu yang jatuh dari langit. Usaha yang berkelanjutan untuk tetap memiliki hati yang suci, dari saat ke saat, di dunia yang selalu mendatangkan godaan untuk hidup cacat, sangat penting bagi setiap orang beriman.


Bengkel hati yang paling tepat adalah Ruang Pengakuan untuk menerima Sakramen Rekonsiliasi.  Hati yang retak, diratakan kembali dalam Sakramen Rekonsiliasi.  Orang beriman seperti itulah yang masuk di dalam lolos seleksi penatua agama tanpa cacat.


Terpilih menjadi orang terkemuka dalam kehidupan rohani, berperan sebagai teladan dalam hal kepemimpinan (Raja), menguduskan (Imam) dan Pewarta kebaikan dan kebenaran Allah (Nabi).


Paulus sangat menekankan bahwa penatua terpilih harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana ada di dalam Suratnya kepada Titus 1: 1 - 9 sebagai berikut: " Panatua-panatua itu haruslah orang yang tak bercacat, yang mempunyai satu isteri saja, yang anak-anaknya hidup beriman, dan tidak dapat dituduh karena hidup tidak senonoh atau hidup tidak tertib. 


Sebab sebagai pengatur rumah Allah
seorang penilik jemaat harus tidak bercacat, tidak angkuh, bukan pemberang, bukan peminum, bukan pemarah, tidak serakah,
melainkan suka memberi tumpangan, dan suka akan yang baik,
bijaksana, adil, saleh, dapat menguasai diri, dan berpegang pada perkataan yang benar, yang sesuai dengan ajaran yang sehat, supaya ia sanggup menasihati orang berdasarkan ajaran itu, dan sanggup meyakinkan penentang-penentangnya"
.



Kita bukanlah malaikat. Kita bukanlah santo dan santa. Hidup kita masih diwarnai cacat karena dosa dan salah yang kita lakukan. Cacat yang menghinggapi diri sehingga diri kotor, harus dibersihkan.


Pembersihan itu adalah penyesalan dan pertobatan serta komitmen hidup tak cacat di dalam hidup selanjutnya. Bengkel hati menantimu yang cacat untuk memperbaiki hati retak kembali menjadi hati yang utuh oleh kesucian.


Bengkel itu adalah datanglah ke ruang pengakuan, terimalah Sakramen Rekonsiliasi secara rutin. Perawatan hidup rohani kita bagaikan sepeda motor. Harus dirawat secara rutin di bengkelnya agar tetap awet.

Perkawinan Nando-Widya pada hari ini adalah istimewa. Mengapa? Karena diawali dengan keindahan dan keutuhan, kecantikan dan kegantengan, bulan yang penuh indah, dan serba oke.


Tetapi itu tidak menutup pintu bagi datangnya badai dan gelombang di masa-masa selanjutnya. Persoalan pasti ada dan dialami pada masa yang akan datang.


Bengkel hati pun harus dibangun Nando-Widya. Bengkel hati itu adalah tempat di hati Nando - Widya untuk mengutuhkan kembali cinta dan kesetiaan yang retak karena ada perbedaan persepsi dan cita-cita serta perilaku.


Bangunlah cinta yang utuh dalam perbedaan Nando - Widya. Jangan pernah bermimpi membangun cinta sejati dan kesetiaan utuh dalam kebersamaan antara Nando-Widya dalam aneka bidang kehidupan yang mengeliling kehidupan Anda berdua.


Selamat Berbahagia Keluarga Muda Widya - Nando. Proficiat dari Kak Pater.  Doa Kak Pater Menyertai Adik Nando - Widya.

Minggu, November 11, 2012

KOTBAH MISA HARI MINGGU, 11 NOPEMBER 2012



TULUS MEMBERI

Mg Biasa XXXII : 1Raj 17:10-16; Ibr 9:24-28; Mrk 12: 38-44
Misa Harian, Minggu 11 Nopember 2012
Di Soverdi St. Arnoldus Surabaya


(Rm. Benediktus Bere Mali, SVD)


Kita hidup di antara aneka manusia dengan karakternya yang beraneka warna. Ada orang yang sangat bermurah hati, ada orang yang sangat pelit, ada orang yang sangat egois, ada orang yang menumpuk harta kekayaannya, ada orang yang tulus dalam memberikan kepada Tuhan dan sesama.

Di antara sekian banyak karakter manusia itu kita diingatkan kembali oleh Gereja pada hari ini dengan mengutamakan yang paling utama di dalam hidup. Hidup kita ini diberikan secara gratis atau cuma-cuma dari yang empunya hidup dan kehidupan, karena itu kita pun secara tulus penuh kasih memberikan hidup kepada sesama yang hidupnya terancam oleh maut dan kematian. Tuhan memberikan  semua yang kita miliki saat ini dalam keihlasan dan ketulusanNya.  Pemberian itu berupa fisik dan harta yang kita miliki. Tuhan menitipkan miliknya kepada kita untuk berbagi dengan sesama, secara tulus dan ikhlas pula. 

Pikir-pikir benar juga. Kita boleh kerja keras dua puluh empat jam, belajar keras dua puluh empat jam, tetapi tanpa campur tangan Tuhan, hasilnya nihil,  kerjanya sia-sia. Hanya karena Berkat Tuhan ada di dalam diri dan karya-karya kita, kita memperoleh hasil pekerjaan yang baik dan benar untuk memenuhi kebutuhan kita setiap hari, dan untuk berbagi dengan sesama yang berkekurangan, agar mereka juga senantiasa berkecukupan.


Sikap berbagi secara tulus, sikap memberikan secara tulus,  itu seperti apa? Walaupun tinggal satu saja yang kita miliki untuk mempertahankan hidup kita, pada saat yang sama, ada orang yang sama sekali tidak mempunyai apa-apa untuk mempertahankan hidupnya, kita harus membagi dan atau memberikan yang satu itu untuk hidupnya.


Memberikan secara tulus ada unsur korbannya. Keyakian iman akan korban Tuhan Yesus memberikan segalanya secara Tulus kepada kita adalah dasar pemberian Tulus dari kita kepada sesama. Kita yakin bahwa memberi hidup kepada sesama adalah memberikan yang terbaik kepada Tuhan yang memberikan hidup kepada kita.


Saya sangat tersentuh oleh kisah berikut tentang memberikan hidup seorang ibu kepada anaknya, yang saya undu pada hari ini Minggu 11 Nopember 2012 di web ini :

Kisah Mengharukan :Kisah Ibu Buta dan Anaknya


Ibuku buta sebelah matanya, aku sangat malu dan sangat membencinya. Dia memasak dikantin sekolah untuk murid-murid dan guru-guru guna mencukupi kebutuhan dirinya dan diriku. Suatu hari saat aku masuk sekolah dia mendatangiku dan mengucap salam kepadaku. Aku begitu malu didepan teman-temanku, bagaimana dia bisa melakukan itu kepadaku dihadapan teman-temanku. Lalu aku abaikan dia dan melemparkan pandangan benci kepadanya sambil berlari.http://ladjunewsonline.blogspot.com
Besoknya salah seorang temanku mengejekku dengan berkata "heh ibumu hanya punya sebelah mata" Saat itu ingin mati aku rasanya, dan ingin ibuku itu hilang dan pergi dari kehidupanku. Lalu aku bertengkar dengan ibuku seraya mengatakan: "kalau ibu hanya menjadi bahan tertawaan teman-temanku mengapa ibu tak mati saja" Ibuku hanya diam dan tak menjawab makian yang aku tujukan kepadanya.Aku sama sekali tak memikirkan apa yang aku katakan kepadanya, karena saat itu aku sangat marah kepadanya karena memendam rasa malu. Dan aku juga tidak memperdulikan perasaannya terhadap makianku itu
Rasanya aku ingin keluar dari rumah ibuku. Jadi aku belajar dengan rajin agar aku dapat beasiswa keluar negeri dan meninggalkan ibuku yang buta itu.
Setelah lama berselang aku menikah, kubeli rumah dan aku hidup bahagia dengan mempunyai dua anak. Suatu waktu ibuku mengunjungiku, karena sudah bertahun-tahun dia tidak menemuiku dan tidak pernah bertemu dengan cucunya. Ketika dia memberi salam dan istriku membukakan pintu lalu anak-anakku menertawakannya kemudian takut karena melihat wajahnya yang hanya dengan satu mata. Lalu aku menemuinya diluar dan berteriak kepadanya: "betapa beraninya kamu kerumahku dan menakut-nakuti anak-anakku, pergi dari sini sekarang juga" Ibuku hanya menjawab: " Maaf saya salah alamat dan kemudian dia pun pergi"
Suatu waktu ada undangan reuni sekolah dikirimkan kerumahku. Jadi aku berbohong kepada istriku dan aku bilang ada dinas keluar kota kepadanya. Usai reuni aku mampir kekampungku hanya untuk sekedar rasa ingin tahu. Kemudian salah seorang tetanggaku mengatakan kepadaku bahwa ibuku telah meninggal dunia
Aku tak terharu ataupun meneteskan airmata. Lalu tetanggaku itu menyerahkan sepucuk surat dari ibuku untukku. Lalu aku pun membuka dan membacanya:
Anakku tersayang, aku memikirkanmu setiap saat. Maafkan aku telah datang kerumahmu dan menakut-nakuti anak-anakmu. Aku kerumahmu karena kangen dan ingin melihat cucuku. Walaupun kamu mengusirku tapi aku senang dapat melihatmu dan anak-anakmu. Dan aku sangat bergembira setelah aku dengar engkau mau datang reuni. Tapi sayangnya aku tidak bisa bangkit dari tempat tidurku untuk melihatmu. Anakku, maafkan aku yang telah membuatmu malu sewaktu kita masih bersama. Ketahuilah anakku, sewaktu kau masih kecil kau mengalami kecelakaan yang membuatmu kehilangan sebelah matamu. Sebagai seorang ibu aku tidak bisa mendiamkan kamu tumbuh hidup hanya dengan satu mata saja. Jadi aku donorkan mataku yang sebelah untukmu. Aku sangat bangga pada anakku yang telah memperlihatkanku dunia baru untukku ditempatku dengan mata itu.

Bersama dengan cintaku.
IBUMU

Sungguh sebuah penyesalan yang amat sangat apabila kita mendapati ibu kita meninggal tetapi kita belum berbuat baik ataupun memberikan keinginan yang di inginkan ibu kita.


Kisah ini ada persamaan dengan inti bacaan-bacaan suci pada hari ini. Isinya sama yaitu memberi dengan Tulus kepada sesama. Ibu yang buta karena  memberikan matanya kepada anaknya yang buta karena celaka. Kini anaknya memiliki mata yang lengkap. Pemberian Ibu itu lahir dari sikap berkorbannya tanpa mata sebelah atau hanya memiliki satu mata. Ibu itu memberi dengan tulus kepada anaknya tanpa mengharapkan balasan dari anaknya. Adalah Ibu yang luar biasa memberikan mata kasih, perhatian, pengorbanan kepada anaknya tanpa pamrih. Ibu itu memberi kesempurnaan mata kepada anaknya tanpa mengharapkan balasan dari anaknya.


Perempuan Sarfat pun sama. Ia memberikan makanan yang hanya tersedia untuk dirinya, kemudian rela berbagi dengan Elia yang meminta kepadanya. Pada hal Roti dan minyak yang dimiliki Perempuan Sarfat itu adalah  hanya untuk satu kali makan. Setelah makan yang terakhir, perempuan Sarfat itu tidak punya apa-apa lagi untuk mempertahankan hidupnya. Sangat menegangkan, bahwa justru pada saat itu, Perempuan Sarfat berbagi makanan dengan Elia yang membutuhkannya. Perempuan Sarfat berbagi dengan hati yang tulus dan ikhlas serta dihiasi pengorbanan yang luar biasa.


Perempuan Janda di dalam bacaan Injil juga memberikan persembahan kepada Tuhan dengan Tulus dan ikhlas. Pemberian itu lahir dari kekurangannya bahkan seluruh nafkahnya. Mempersembahkan seluruh nafkahnya kepada Tuhan berarti memberikan hidupnya secara utuh kepada Tuhan, yang juga dihiasi kasih dan pengorbanan.


Bagi saya Ibu yang buta, Ibu Sarfat, Ibu Janda itu memiliki sebuah paradigma iman yang sama. Persamaan pandangan ketiga ibu itu adalah mereka yakin dan percaya bahwa semua yang mereka miliki berasal dari sang empunya segala sesuatu yaitu Allah sendiri.  Allah memberikan kepada mereka harta kekayaan, materi, fisik dan apapun yang ada pada mereka. Allah menitipkan semuanya itu kepada mereka agar mereka membagikannya dan memberikannya kepada sesama yang berkekurangan agar mereka juga berkecukupan. Pemberian itu tulus dari Allah kepada mereka dan mereka diutus untuk memberikan secara tulus kepada sesama yang membutuhkannya.


Pusat iman Kepada Tuhan Sang Pemberi adalah Yesus yang memberikan diriNya kepada kita untuk menyelamatkan semua orang. Tuhan memberikan seluruh diriNya secara utuh, dalam derita dan pengorbanan di Kayu Salib untuk kita memiliki keselamatan  yang lahir dari pemberian Tulus kepada kita. Kini Tuhan mengutus kita untuk memberi secara tulus kepada sesama yang membutuhkan pertolongan, bantuan, cinta dan perhatian kita, di dalam karya nyata setiap hari.


Kita barangkali di rumah kita, ada orang tua atau saudara atau nenek atau kakek yang sakit.  Biasanya orang sakit itu meminta yang aneh-aneh dan ganjil, di mata  kita manusia sehat atau belum sakit. Di saat itu bel atau lonceng atau waktu  ujian ketulusan melayani mereka dimulai. Pertanyaan pertama: apakah kita tulus melayani orang sakit di rumah kita?  Kalau kemarin kita belum tulus melayani mereka yang sakit yang membutuhkan yang aneh-aneh, maka hari ini kita harus memiliki ketulusan dalam melayani orang sakit.


Kita juga barangkali berhadapan dengan anak kita yang nakalnya luar biasa dan mendatangkan aneka persoalan dan kesulitan di dalam hidup kita. Apakah kita memberikan hati yang tulus dengan penuh cinta dan pengorbanan, menyelamatkan anak-anak di dalam keluarga. Kalau dulu kita kurang tulus, maka saat ini kita harus tulus melayani dan menyelamatkan keluarga kita.

Sabtu, November 10, 2012

MISA SYUKUR WISUDA, SABTU 10 NOPEMBER 2012



“AKU MENJADI GARAM
SECARA PROPORSIONAL”

Ef 5 : 1 - 20
Mat 5 : 13 – 6
Misa Syukuran Wisuda,
Sabtu 10 Nopember 2012,
di  Akademi Analis Kesehatan Surabaya

(P. Benediktus Bere Mali, SVD)


Garam adalah satu unsur penting di dalam hidup kita. Ketika mendengar kata garam, saya langsung arahkan pikiran saya pada sayuran dan lauk yang dikonsumsi. Ketika garamnya proporsional dalam sayur-sayuran dan lauk yang dikonsumsi, maka pasti rasanya sangat enak.


Tetapi ketika terjadi kelebihan garam, atau kekurangan garam, maka ketika makanan itu dikonsumsi, pasti yang terungkap adalah keluhan pada pelayan restoran, misalnya kalau makannya di restoran, atau keluhan pada yang memasak di dapur kalau makannya di rumah.


Yesus hari ini berkata kepada para muridNya supaya mereka menjadi Garam. Maksudnya mereka menjadi garam secara proporsional di dalam kehidupan bersama baik di dalam komunitas mereka, komunitas masyarakat, dan dimana saja mereka berada, baik secara team maupun secara personal.


Menjadi garam secara proporsional berarti para murid membuat hidup bersama itu enak suasananya, bahagia, damai, penuh sukacita, dan saling menyokong dalam hal yang baik dan benar satu terhadap yang lain. Mereka membawa khabar sukacita bagi sesama, secara internal di dalam komunitas mereka maupun secara eskternal di dalam komunitas masyarakat yang mereka layani dan jumpai.


Yesus menekankan hal itu di dalam hidup dan karya pelayanan para murid, karena harapan itu adalah harapan umum. Nilai menjadi garam yang membuat suasana enak dalam kehidupan bersama, adalah kesukaan dan harapan semua orang melintas batas. 


Artinya apa? Artinya bahwa ketika para murid hadir seperti garam yang mengenakan suasana yang dirasakan banyak orang melintas batas, kehadiran mereka menjadi berarti dan menarik simpati banyak orang. Kalau banyak orang yang merasa tertarik dengan kehadiran para murid, dengan sendirinya, karya pewartaan khabar sukacita Injil, akan disambut secara positif. Dengan demikian para murid pun mendapat banyak sahabat melintas batas. Kehadiran mereka adalah pewartaan Injil yang hidup karena mereka memberikan kesaksian yang baik dan benar dan sangat menarik simpati banyak orang melintas batas.


Kita adalah para murid Yesus pada zaman ini. Kata-kata Injil selalu aktual sepanjang masa bagi kita. Kita pun harus menjadi garam secara proporsional di dalam kehidupan kita. Kita harus menjadi garam yang mengenakan suasana kehidupan bersama, di tempat kos, di kampus, di tempat kerja, di mana saja kita berada.


Saya mengatakan ini adalah sebuah keharusan karena ini adalah cara kita memiliki banyak sahabat, ini adalah cara kita mendapat penghargaan dan apresiasi dari sesama. Ini adalah kunci keberhasilan di dalam tugas dan karya kita setiap hari. 


Untuk itu kita harus membiasakan diri menjadi garam yang proporsional di dalam kehidupan bersama di mana pun kita berada. Untuk kita harus displin menjadikan diri kita sebagai garam yang secara proporsional mengenakan di dalam kehidupan kita.


Kalau dulu kehardiran kita menjadi sesuatu yang asam dan pahit bagi sesama, maka kini kita harus menjadi garam yang proporsional bagi sesama kita yang kita jumpai dan hidup bersama dengan kita. Kalau dulu kita menjadi kegelapan bagi orang tua yang bersusah payah membiayai kita kuliah, maka kini kita harus menjadi terang bagi keluarga kita dengan kerja yang baik dan benar, dan mendatangkan hasil yang cukup bagi diri kita dan orang tua kita. Kalau dulu, kurang jujur dalam menggunakan keuangan yang diberikan orang tua, maka kini adalah saatnya bagi kita untuk menggunakan keuangan dengan jujur dan bertanggungjawab, di dalam kerja dan pelayanan kita. Kalau dulu kita masih belum tekun dan displin menata diri bagi masa depan yang lebih baik, maka kini adalah saatnya bagi kita untuk menata diri dengan penuh kedisiplinan. Setiap usaha dan pengorbanan kita untuk kebaikan dan kebenaran pasti diberkati oleh Tuhan.

Introduksi Misa Syukur Wisuda :

Kita bersyukur karena KASIH yang kita terima dari Tuhan yang kita imani setiap saat, setiap waktu, setiap hari, di dalam seluruh waktu hidup kita. KASIH itu menjadi nyata dalam keberhasilan yang kita peroleh dan miliki berkat KASIH Tuhan yang Tuhan forward-kan di dalam diri sesama kita, di dalam diri teman-teman kita, orang tua kita, keluarga kita, para dosen kita, siapa saja yang membentuk diri kita menjadi pribadi yang berhasil di dalam hidup dan terutama di dalam studi. Kita bersyukur karena sesama kita telah menjadi garam dan terang bagi kita. Kita kini diutus untuk menjadi garan dan terang bagi sesama.