Kamis, November 29, 2012

SEJARAH RUMAH-RUMAH SUKU BUNAQ AITOUN DI TIMOR TENGAH




*P. Benediktus Bere Mali, SVD*

Satu-satunya sejarah rumah suku dengan anggotanya di antara sekian banyak versi, yang terpercaya hidup dan selalu dihidupi sampai detik ini adalah sejarah yang ada dalam ritus adat kenduri dalam ritus adat "si por pak" seperti dalam video berikut. Di  Aitoun ada 34 Rumah suku. Masing-masing rumah suku mengetahui sejarah hidupnya melalui adat ritus "si por pak" tanpa kepentingan politis apapun. 

Mungkin pada awal mula berdirinya hubungan "malu-aiba'a" dulu ada unsur politis dan kekuasaan. Kini sejarah asal usul darah setiap anggota rumah suku benar-benar berdasarkan darah sejarah darah keturunan dalam darah korban binatang dalam video di bawah ini. 

Video ini adalah sejarah anggota rumah Adat suku Laimea Aitoun. Ini satu buah contoh dari 34 rumah suku yang ada di Suku Bunaq   Aitoun.  Video ini di rekam langsung oleh penulis. Keterangan lengkap video ini ada di kolom tulisan Youtobe.

Video ini hasil rekaman langsung penulis
Pada adat kenduri
MAMA MARIA BETE ASA
RUMAH SUKU LAIMEA AITOUN
lokasi Fatubenao Atambua


Sejarah Aitoun Sejarah Deu atau rumah suku yang berjumlah 34 Rumah Suku. Sejarah Deu Adat Sejarah Adat Aitoun. Deu adalah Rumah. Deu atau Rumah yang dimaksud adalah Deu Adat atau Rumah Adat atau dalam bahasa Tetun : Uma Adat. Sejarah Aitoun terdapat di dalam sejarah Deu Adat. Mengetahui Sejarah Deu Adat berarti mengenal sejarah Adat Aitoun. Setiap Deu Adat memiliki Sejarah Adat. Sejarah itu benar, tepat, tidak bohong, tidak dimanipulasi untuk kepentingan politis atau sejenisnya. Bagaimana menguraikan sejarah seperti itu?


Kematian seorang anggota Deu Adat adalah kelahiran sejarah seluruh Anggota Deu adat, uma adat (Tetun). Sejarah Deu adat dalam kenduri adalah lukisan sejarah yang lurus, benar, tepat, tidak bohong, tidak ada manipulasi demi kepentingan tertentu.


Makoan (penutur Adat), tua adat, pasti melukiskan asal usul Deu dalam Ritus Kenduri Deu Adat dengan sangat indah yaitu dalam ritus Adat Si Por Pak atau Si Giwitar Pak (artinya ritus adat memasukkan jiwa orang yang meninggal ke dalam persekutuan bahagia rumah adat di Surga di dunia seberang yang penuh dengan sukacita tanpa penderitaan), Adat Ritus Tais Hota (artinya setiap anggota Deu Adat yang merupakan pertalian erat di dalam sejarah Deu Adat saling mengikat dan saling menghargai di dalam ikatan tenunan kain adat), Adat Kaba Malu kepada Ai baa atau dalam bahasa Tetun Kaba Feto Sawa Uma Mane (artinya berkat dari anggota Deu Adat yang melahirkan atau mengasalkan anggota se-Deu dari yang meninggal, yang masih hidup). 

Sebelum memberikan Adat Kaba dari malu kepada aiba’a ini, semua persoalan kecil dan besar dalam lingkup relasi antara malu dengan aiba’a harus didamaikan. Puncak kedamaian itu adalah menurunkan berkat dari malu kepada aiba’a.


Video berikut adalah ritus damai anggota rumah adat suku Monewalu Hojabul sebagai pihak pihak yang konflik personal dan sosial dalam rumah Adat suku Monewalu Aitoun. Mengapa disebut Monewalu Hojabul? Monewalu atau dalam bahasa Tetun, Manewalu, artinya delapan laki-laki. Mengapa bukan Panawalu atau Tetun, Fetowalu artinya delapan wanita? Apakah ini ada hubungan dengan "malu-aiba,a" pada sejarah awal mula berdasarkan sistem perkawinan patrilineal yang kemudian dalam perjalanan sejarah berubah menjadi sistem perkawinan matrilineal dalam suku Bunaq Aitoun? Atau meskipun awalnya sudah matrilineal tetapi karena nama rumah suku berdasarkan laki-laki perkasa rumah suku sehingga berdasarkan kesepakatan yang dilatarbelakangi pandangan paternalisme atau laki-laki-isme kemudian disebut "Rumah Suku Monewalu" untuk menonjolkan delapan laki-laki perkasa Rumah Suku Monewalu. 

Hojabul artinya di bawah pohon kelapa. Rumah Adat Suku Monewalu Hojabul berarti Rumah Adat Suku yang didirikan di bawah pohon kelapa. Hoja artinya kelapa. Bul artinya di bawah. Hojabul artinya di bawah pohon kelapa. 

Ritus rekonsiliasi ini adalah contoh dari rumah Suku Monewalu di Aitoun, rumah suku penulis sendiri.  Setiap rumah suku yang ada di Aitoun yang berjumlah 34 Rumah suku juga pasti ritus rekonsiliasi seperti dalam video ini mereka lakukan untuk mendamaikan anggota rumah sukunya yang konflik pribadi maupun sosial. 

Video ini dari rekaman Pak Marianus Luan yang menyaksikan secara langsung ritus rekonsliliasi anggota rumah suku Monewalu Hojabul yang konflik. Pak Marianus Luan juga adalah seorang anggota rumah suku Monewalu Hojabul. Lihat video ini ada pendamai yang memegang wadah berisi air dan pihak konflik masukan jarinya ke dalam wadah air sumber damai itu lalu dengan air itu oles-bersihkan bibir yang mengeluarkan kata-kata menyakiti sesama. 

Pendamai berasal dari rumah suku "Malu" yaitu Rumah Suku Laimea dan Rumah Suku Hoki'ik.  Suku Monewalu Hojabul sebagai "Aiba'a" dalam hubungan darah relasi "Malu-Aiba,a".  Musik dan lagu dari Mazmur 133 adalah diisi oleh penulis dengan alasan mendasar bahwa lagu dan musik dengan ritus adat rekonsiliasi ini bertemu dalam kalimat "betapa indahnya hidup sebagai saudara". 

Video ini Tentang Ritus Adat Rekonsiliasi 
anggota Rumah Suku Monewalu 
pada Sebuah adat Kenduri
di Suku Bunaq Aitoun 
Khususnya berlokasi di Asueman



Penulisan Sejarah Aitoun  adalah Penulisan Sejarah Setiap Deu Adat , Tetun : uma Adat yang ada di Wilayah Aitoun. Kelengkapan penulisan atau pengetahuan sejarah Aitoun dapat ditemukan dalam pintu yang terbuka lebar yang harus dilewati yaitu merekam setiap adat kenduri setiap Deu Adat yang ada di Aitoun. Kalau di Aitoun ada 34 Deu Adat, Tetun: Uma Adat, maka sejarah Adat Aitoun ada dalam setiap Deu Adat itu.

Menulis lengkap sejarah setiap Deu Adat di Desa Aitoun berarti telah lengkap menulis sejarah Aitoun. Hal ini tercapai lewat KENDURI SETIAP DEU ADAT.


Belu Nain mau kenal diri, mau kenal AITOUN maka kenallah DEU ADAT, Tetun: Uma Adat yang ada di AITOUN. Rekamlah Adat Ritus Kenduri Setiap DEU ADAT di AITOUN dalam kematian setiap anggota dari setiap DEU ADAT. Dari Satu orang yang meninggal, sejarah semua anggota Deu Adat terungkap atau diceriterakan kembali dalam ritus adat Kenduri.



Inspirasi ini muncul pada saat Nenek Wilhelmina Soi yang hari ini meninggal dunia di    ASUEMAN- DESA   AITOUN, Kamis 29 November 2012, satu hari sebelum peringatan Kematian Mgr. Gabriel Manek, SVD.




Daftar Pustaka



A.A. Bere Tallo. (1978), Adat Istiadat dan Kebiasaan Suku Bangsa Bunaq di Lamaknen-Timor Tengah, Weluli, 7 Juli 1978


Mali, Benediktus Bere, Wolor, John (ed). (2008). Kembali ke Akar . Jakarta: Cerdas Pustaka Pub..


Rabu, November 28, 2012

Kotbah Misa Harian, Rabu 28 November 2012



SETIA SAMPAI MATI
DALAM PANGGILAN DAN PROFESI

(Why 15:1-4; Luk 21:12-19)
Kotbah Misa Harian
Rabu 28 November 2012
di Soverdi Surabaya

P. Benediktus Bere Mali, SVD


Kita hidup dalam panggilan kita masing-masing. Ada yang hidup berkeluarga. Ada yang hidup berjubah sebagai biarawan-biarawati atau rohaniwan. Panggilan itu menuntun kita manusia untuk senantiasa setia bahkan setia sampai mati dalam  menjalani panggilan hidup kita masing-masing. Kita  tidak boleh luntur dalam kesetiaan ketika ada keputusasaan dan hidup tanpa harapan. Entah dalam sukacita maupun di dalam dukacita, kita selalu setia dalam panggilan kita.                                                 

Mengapa kita harus setia di dalam panggilan hidup kita masing-masing? Kita memilih panggilan itu disertai ritus rohani dan dalam ritus itu kita menyampaikan janji setia satu terhadap yang lain, dan janji setia kepada Tuhan. Misalnya seorang biarawan atau biarawati mengikrarkan kaul kaul kesetiaan  kepada Tuhan dan sesama dalam pelayanan sebagai garam  dan terang masyarakat sejak jadi baiarawan-biarawati sampai mati. Setiap  orang yang menjalani panggilan hidup berkeluarga, dalam sakramen pernikahan, mengikat satu dengan yang lain sebagai suami isteri, dengan janji setia baik dalam suka maupun duka, baik dalam untung dan malang, baik dalam sehat maupun sakit, baik dalam jarak dekat maupun jarak jauh karena tugas dan karya.                                         

Bagi mereka yang selalu setia dalam panggilannya, pasti mendapat berkat berlimpah dari Tuhan yang selalu setia kepada kita umatNya dalam setiap saat maupun dalam setiap tempat. Mengapa? Pengalaman saya wawancara dengan beberapa keluarga yang semua anaknya sukses dan berhasil, mengungkapkan bahwa keberhasilan semua anak dan kesuksesan semua anak dalam meraih cita-cita, dan menjadi orang yang baik dan benar di dalam hidupnya, bukan sesuatu yang jatuh dari langit. Tetapi melalui usaha kedua orang tua dalam ketekunan dan kesetiaan yang hanya fokus pada keluarga, masa depan keluarga, tanpa membuang banyak energi pada masalah-masalah yang merusak dan menodai kesetiaan suami isteri dan orang tua terhadap anak dan anak terhadap orang tua, karena masing-masing dalam keluarga memiliki kerja sama yang baik dan benar, menjalankan kesetiaan di dalam tugas panggilan dan profesinya masing-masing. Demikian juga wawancara saya dengan beberapa pastor senior sampai 90 tahun usianya, tampak tetap cerah dan tetap disegani karena kewibawaannya yang diperoleh dari ketekunan dan kesetiaannya pada panggilan sebagai iman.                                 

Kesetiaan kepada Kristus dalam suka maupun duka, dalam untung dan malang, dalam sakit dan sehat, dalam situasi perang maupun damai, dalam setiap tempat dan waktu adalah jalan lebar atau jalan tol tanpa hambatan menuju memperoleh Kehidupan yang sejati.  Sebaliknya orang yang tidak setia kepada Tuhan dalam panggilan dan profesinya, mempersempit jalan menuju kehidupan yang abadi di surga. Maka tepat Yesus bersabda : "Hendaklah engkau setia sampai mati, sabda Tuhan, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." Ini adalah janji Tuhan bagi kita yang percaya kepadaNya. Kita pun hidup oleh janji-janji keselamatan yang dibawa oleh Yesus Kristus sebagai sàtu-satuNya nama yang menyelamatkan (Kis 4 :12) dan satu-satunya jalan dan kebenaran dan kehidupan (Yoh 14 : 6).  Mahkota kehidupan  ada di dalam Tuhan Yesus. Maka setia pada Yesus dalam pikir , kata dan perilaku menjadi jalan lebar atau bahkan jalan tol masuk surga.

Dalam masa antara kelahiran dan kehidupan, kita menata hidup dan karya kita, panggilan dan profesi kita dalam ketekunan dan kesetiaan kita kepada Kristus, pada setiap tempat dan setiap waktu, dalam kesusahan karena dianiaya maupun dalam sukacita karena pesta pora, dalam sehat maupun sakit, dalam untung maupun malang, dalam duka maupun suka. Dengan demikian kita menghadirkan  mahkota kehidupan itu di dalam hidup panggilan dan profesi kita, kini dan disini, yang akan mengalami kepenuhan dan atau kesempurnaan di Surga.

Senin, November 26, 2012

Kotbah Misa Harian, Selasa 27 November 2012



MASA ANTARA
KELAHIRAN DAN AKHIR ZAMAN

(Why 14:14-20; Luk 21:5-11)
Kotbah Misa Harian
Selasa 27 November 2012
di Soverdi Surabaya

P. Benediktus Bere Mali, SVD


Pada akhir zaman, semua orang itu diumpamakan sebagai padi tuaian yang dikumpulkan di dalam sebuah lahan untuk segera disaring dan diseleksi. Padi yang berisi akan disimpan di dalam tempat yang baik dan mendukung keselamatannya. Padi yang tidak berisi dimasukkan ke dalam sampah atau dibuang atau dibakar.


Penyaring atau penyeleksi itu siapa? Penyeleksi adalah Anak Manusia yang sudah datang pertama ke dunia dan dalam kedatanganNya yang kedua, pada akhir zaman, menjadi penyeleksi manusia berdasarkan takaranNya sendiri.



Apa takaran itu? Ukuran yang dipakai adalah SabdaNya yang telah disampaikanNya dalam kedtanganNya yang pertama. Setiap orang yang mengikuti aturan atau Hukum Cinta Kasih dalam hidupnya dia akan mendapat tempat istimewa dalam seleksi akhir zaman. Sebaliknya mereka yang melawan hukum Cinta KasihNya akan menempati tempat yang tidak layak.


Latarbelakang pembicaraan ini berdasarkan latarbelakang penulisan Kitab Wahyu. Kitab ini ditulis kepada umat Kristiani yang percaya kepada Kristus dan hidup dalam masa penganiayaan dan penindasan, pada zaman kekaisaran Romawi yang berkuasa dan menjajah umat Kristen yang percaya kepada Kristus. Tujuannya adalah, supaya umat Kristiani tetap tabah dan setia kepada Kristus dalam pengejaran dan penganiayaan penjajahan Romawi.  


Mereka diberikan janji dalam iman kepada Kristus, melalui penglihatan Yohanes dalan Kitab Wahyu bahwa setiap orang yang tetap setia pada Kristus dalam suka dan duka hidupnya, akan diselamatkan pada penghakiman akhir zaman. Sedangkan mereka yang mengalami keruntuhan iman dalam hidup suka dan dukanya, akan mengalami tanpa keselamatan pada akhir zaman.


Pertanyaan kita adalah kapan akhir zaman itu datang? Apa perbedaan antara akhir zaman tiba dengan akhir zaman datang tiba-tiba? Apa yang perlu dilakukan hidup pada masa antara kelahiran dan akhir zaman atau kematian? Tibanya akhir zaman tak seorang pun yang tahu. Sama seperti tibanya kematian itu tak seorang pun yang tahu, kecuali Bapa di Surga. Yang pasti bahwa menurut iman kita pasti datang akhir zaman itu. Sama seperti kedatangan kematian manusia itu adalah pasti kedatangannya. Karena Akhir Zaman itu pasti datang, seperti kematian pasti datang, maka harus pasti menentukan persiapan kita menyambut akhir zaman yang datang secara tiba-tiba. Kedatangan akhir zaman itu tiba-tiba berarti kedatangannya tidak diberitahu lebih dahulu dan juga penyambutan kedatangannya pun tanpa sebuah persiapan publik kecuali persiapan personal.


Berbicara soal kedatangan akhir zaman adalah persoalan iman. Dan berbicara tentang iman berarti pembicaraan tentang persoalan pribadi orang beriman kepada Tuhannya. Akhir zaman itu datang dengan tiba-tiba tanpa menuntut gerakan masal persiapan kecuali persiapan personal sepanjang waktu setiap saat. Orang yang setiap saat pada setiap tempat tetap berprinsip mempersiapkan diri menyambut kedatangan akhir zaman, pasti memperoleh upah dari Tuhan yaitu keselamatan nan abadi di surga. Orang yang hidup tanpa persiapan rohani ketika datangnya akhir zaman bagaikan pencuri, maka akan dijauhkan dari keselamatan.


Pada akhir zaman itu adalah saat akhir segala-galanya, termasuk persiapan. Tidak ada kata injury time untuk mempersiapkan diri agar diselamatkan. Tidak ada masih memiliki peluang untuk memperbaiki diri agar diselamatkan. Mengapa? Karena Tuhan Yesus sudah datang untuk pertama kalinya memberikan SabdaNya menjadi sumber keselamatan bagi kita. Dan selama hidup beriman kepadaNya, kita adalah subyek yang dapat menata diri berdasarkan sabdaNya sebagai takaran untuk diselamatkan pada tuaian pengahakiman terakhir atau akhir zaman yang disamakan dengan datangnya kematian kita.


Maka bagi kita yang masih ada dan hidup pada masa antara kedatangan Kristus untuk pertama dan kedatanganNya yang kedua ini, antara kelahiran dengan kematian kita, masa antara ini kita gunakan dan kita mengisinya dengan prinsip tetap setia pada Kristus di setiap waktu dan di segala tempat. Dengan demikian kita tidak perlu takut menyambut kedatangan akhir zaman atau kematian kita. Persiapan kita membuat kita percaya diri dan tenang menghadapi akhir zaman.

Minggu, November 25, 2012

Kotbah Misa Harian, Senin 26 November 2012



MEMBANTU DARI KEKURANGAN

Why 14:1-3.4b-5; Luk 21:1-4
Kotbah Misa Harian
Senin 26 November 2012
Di Soverdi Surabaya

P. Benediktus Bere Mali, SVD



Manusia adalah makluk saling membantu. Ayah membantu ibu dan ibu membantu ayah. Orang tua membantu anak-anak dan anak-anak membantu orang tua. Para pendidik membantu anak didik menjadi orang yang terdidik, dan anak didik membantu pendidik dengan mendengarkan pendidik. Petani membantu sesama dengan hasil pertanian dan sesama membantu membeli hasil pertaniannya. Majikan membantu bawahannya dengan gaji yang cukup dan layak dan bawahan membantu mengerjakan pekerjaan majikan atau perusahaan majikan. Pastor membantu umat dan umat membantu imam.



Kehadiran dan keberadaan manusia senantiasa diwarnai dengan adanya pertolongan sesama sekitar. Apakah manusia merasa memiliki lebih baru membantu sesama? Apakah manusia memberikan subsidi setelah dirinya memiliki kelebihan? Apakah dalam kekurangan pun manusia terpanggil untuk memberikan bantuan dan pertolongan kepada sesama? Bagaimana seharusnya membantu sesama?



Tuhan menghendaki manusia memberikan dari apa yang dimilikinya. Tuhan tidak memaksakan orang memberikan apa yang tidak dimilikinya. Tetapi Tuhan tidak menghendaki orang memberikan bantuan atau sumbangan setelah memiliki kelebihan kepada sesamanya. Tuhan memanggil manusia untuk membantu sesamanya dari kekurangan dan solidaritas dengan sesama dari kekurangannya.



Kelebihan dulu baru membantu itu artinya membuang sampah kepada sesama. Kelebihan dulu baru membantu itu artinya orang lain menjadi tempat pembuangan sampah. Bantuan dari kelebihan bukanlah yang dikehendaki oleh Tuhan yang Maha Murah. Bantuan dari kekurangan itulah yang dikehendaki oleh Tuhan. Tunjukkanlah buktinya?



Perempuan Janda dikedepankan  di dalam bacaan Injil Hari ini karena ia memberikan sumbangan dari kekurangannya bahkan seluruh nafkahnya.  Pemberiannya itu dibedakan dari orang-orang lain yang memberikan dari kelebihannya. 


Pemberian dari kekurangan itulah yang membangkitkan kesadaran baru bagi para pengikut Tuhan. Memberikan kepada sesama dan Tuhan jangan menunggu sampai memiliki lebih baru membantu atau memiliki lebih lalu karena tidak ada tempat untuk menyimpannya lalu menjadikan orang lain sebagai tempat sampah atas nama bantuan atau pertolongan.



Bantuan dari kekurangan berarti membantu dari apa saja yang sedang dimiliki pada saat ini dan di sini karena apa yang dimiliki adalah titipan dan pemberian Tuhan sendiri. Kita adalah penerima rahmat Tuhan dan sekaligus sebagai penyalur rahmat Tuhan itu kepada sesama. Kita adalah kaki tangan Tuhan dalam menjalankan rahmatNya kepada sesama  sehingga semua orang melalui kita sebagai tangan kanan Tuhan mengalami rahmat Tuhan. Kita menerima banyak hal dari Tuhan sebagai pemilik utama segala sesuatu yang kita miliki. Dengan pandangan iman seperti ini maka sebetulnya kita ada untuk senantiasa membantu dan menolong sesama. Membantu sesama dari kekurangan bukan dari kelebihan.



Apakah kita membantu dikala kita sendiri memiliki sedikit? Atau kita membantu sesama karena kita telah memiliki lebih banyak? Dalam sebuah pertemuan bergengsi, karena dihadiri oleh para pengikut Tuhan Yesus, salah satu tema yang didiskusikan adalah membangun solidaritas antara para pelayan Tuhan yang ada di Kota dengan yang ada di daerah pedalaman. Ada diskusi yang cukup hangat karena ada banyak orang yang berpendapat bahwa bersikap solider dengan sesama harus lahir dari kelebihan bukan dari kekurangan. Apa takaran kelebihan dan kekurangan dalam solidaritas dengan sesama? Orang Kota dengan alasan banyak kebutuhan tingkat kota sehingga uang berapapun yang dimiliki selalu dilihat secara tidak cukup. Maka kelebihan pun tidak datang-datang pada orang yang melayani di Kota. Solidaritas dengan mereka yang di desa atau daerah pedalaman pun tidak pernah terjadi. 



Diskusi itu pun akhirnya mengambil satu kesimpulan bahwa untuk solider dengan sesama, kita harus membangun paradigma solidaritas yang lahir dari kekurangan bukan  dari kelebihan. Pola ini yang akan membantu kita untuk memulai membantu sesama. Pandangan ini menjadi pola bagi perilaku solider dengan sesama. Semua hadirin menyadari  bahwa ini adalah sebuah pola yang tepat untuk bersikap solider dengan sesama khususnya antara pelayan di kota dengan di desa. Dengan itu terjadi pemerataan dalam pelayanan, baik secara rohani maupun secara fisik material. Mari kita membantu dari kekurangan bukan dari kelebihan.