Minggu, Februari 24, 2013

Homili Sabtu 2 Februari 2013 Pesta Yesus Dipersembahkan di Kenizah




FORMASI ANAK DENGAN PIKIRAN POSITIF

Homili Sabtu 2 Februari 2013
Pesta Yesus Dipersembahkan Di Kenizah
Maleakhi 3 : 1 – 4
Ibr 2 : 1 -  14
Luk 2 : 22 - 32

P. Benediktus Bere Mali, SVD

Setiap anak yang sejak kecil senantiasa diterima oleh keluarganya, oleh orang tuanya, akan bertumbuh dan berkembang secara lebih baik dan dewasa. Sebaliknya anak yang dalam rahim karena kehamilan yang bablas tidak direncanakan kemudian oleh kedua orang tua menolaknya sejak di dalam kandungan akan berkembang merana dalam kehidupan selanjutnya. 
Keluarga yang memiliki perencanaan akan kelahiran anak senantiasa dengan perasaan penuh sukacita menyambut anak sejak awal kehidupannya dalam rahim ibu. Keadaan sukacita menerima anak sejak awal adalah sebuah situasi sosial anak yang diciptakan untuk sikap, pikiran, perkataan serta perilaku anak kelak lahir dan dalam proses perkembangannya akan lebih baik. Hal ini lahir dari paradigma “positif thinking” kedua orang tuanya dalam proses seluruh pembentukan anak yang dimulai sejak awal pertemuan antara sel telur dengan sel sperma dari Bapa dan mama. Sebaliknya orang tua yang tanpa perencanaan akan kelahiran anak tetapi bablas ibu hamil dan menolak anak sejak awal maka formasi anak sejak awal dibuka dengan paradigma kedua orang yang negatif atau  anak sejak awal dalam formasinya berdasarkan paradigma “negative thinking”. Pola ini akan mempengaruhi pikiran, perkataan dan perbuatan anak setelah lahir dalam pertumbuhan dan perkembangannya yang sangat merana. Paradigma Positive Thinking dalam formasi anak sejak di dalam rahim ibu  merupakan sebuah kesegeraan bagi orang tua untuk dipelajari dan dipahami di dalam buku “Komunikasi Tanpa Kekerasan”.  Karena pola ini penting bagi pembentukan masa depan anak masa depan Gereja dan bangsa. Anak dibentuk tanpa kekerasan maka kelak anak membawa damai bagi dirinya dan bagi lingkungan sosialnya.
Hana dan Simeon melahirkan pemikiran yang postif dalam menyambut Yesus yang disambut di dalam Bait Allah ketika Yesus dipersembahkan di dalam Kenizah. Semeon secara lantang memproklamasikan identitas Yesus adalah Mesias yang terurapi membawa keselamatan para bangsa.
Selanjutnya Simeon berkata : “ Yesus akan menjatuhkan dan membangkitkan banyak orang Israel”. Mengapa Simeon meramalkan masa depan Yesus demikian? Yesus datang membawa selamat bagi para bangsa. Yesus datang menjadi terang para bangsa.  Yesus menjatuhkan banyak orang Israel dalam artian menggugurkan sistem selamat  Allah yang hanya terbatas pada bangsa terpilih, yang sedang dikandung bangsa Israel pada zaman itu. Sebaliknya Yesus membangkitkan Israel dalam artian membangkitkan kembali sistem selamat Allah bagi para bangsa, baik Israel maupun para bangsa lain. Ini adalah sebuah rahmat terbesar dari Allah bagi para bangsa di sleuruh dunia. Rahmat itu menjadi nyata di dalam diri Pribadi Yesus Kristus. Rahmat Selamat Kasih Allah yang melanggar batas itu seperti hujan yang turun bagi semua orang lintas batas, dan seperti matahari yang bersinar bagi semua manusia tanpa pembedaan.
Kita pun telah mempersembahkan diri kepada Tuhan dalam sakramen-sakramen. Dengan itu identitas rohani kita semestinya terungkap dalam pikiran, perkataan dan perilaku kita yang membawa selamat Allah melanggar batas-batas buatan manusia.
Tetapi ketika kata dan perilaku kita menciptakan atau membangun pembedaan-pembedaan secara tajam atau bahkan secara ekstrim, itu berarti  kita mengafirmasi pengalaman ‘negative thinking” yang dibangun di dalam sejarah perjalanan hidup kita. 

Homili Minggu TRANSFIGURASI, 24 Februari 2013



“SENGSARA MEMBAWA NIKMAT”

Homili Minggu 24 Februari 2013
Kej 15 : 5 -12. 17 – 18
Flp 3 : 20 – 4 : 1
Luk 9 : 28 – 36

P. Benediktus Bere Mali, SVD


Bacaan Injil hari ini menampilkan identitas Yesus sebagai " ... Anak yang terkasih, Dengarkanlah Dia". Injil Sinoptik menyampaikan identitas Yesus sebagai Anak Allah, dengarkanlah Dia, secara bertahap sebanyak tiga kali, dimulai dari Pembaptisan di Sungai Yordan,  Transfigurasi di Gunung Tabor, dan di kemudian berpuncak di Penderitaan dan kematian Yesus di Bukit Golgota di atas Kayu Salib.

Pernyataan di atas menerbitkan sinar pertanyaan di dalam pikiran saya. Mengapa Pengakuan Yesus sebagai Anak Allah pada akhirnya berpuncak pada penderitaan Salib dan kematian Yesus di Golgota serta pengakuan itu berasal dari seorang serdadu yang dulunya kafir, bukan dari seorang yang beriman seperti para muridNya?

Karena Ke-Allahan Tuhan Yesus itu bersifat universal, baik bagi orang beriman maupun orang kafir. Pengakuan itu berpuncak pada pengakuan serdadu yang mengatakan "Sungguh Yesus Anak Allah", menyatakan bahwa dalam keadaan yang paling sadis yang dialami Tuhan Yesus di jalan salib dan berpuncak di Kalfari, orang yang dulunya kafir dilahirkan kembali dalam iman kepada Yesus yang menerbitkan sinar MujizatNya dari atas Kayu Salib kepada Serdadu. Mujizat itu adalah gempa bumi yang menyertai kematian Yesus.

 Pegakuan orang kafir itu menjadi masukan yang berarti bagi orang yang sudah mengakui Yesus sebagai Mesias Anak Allah, supaya para beriman semestinya ada dan hadir juga dalam Penderitaan sesama di sekitar sebagai kehadiran wajah Allah yang menderita di Salib. Pengakuan Serdadu itu merupakan sebuah kritikan terhadap para murid yang lari dari Salib Yesus bahkan sangkal Yesus sebagai Anak Allah yang menderita.  Petrus sangkal Yesus di saat terjepit ketika Yesus menderita di Yerusalem sedangkan serdadu dari kekafirannya mengakui Yesus sebagai Anak Allah dalam puncak penderitaan dan penghinaan di atas Kayu Salib di bukit Golgota.

Aplikasi untuk kita adalah : Kita boleh jadi begitu mudah mengakui Tuhan Yesus ketika di Baptis dan di puncak Tabor yang membahagiakan. Tetapi kita bisa jadi  menyangkal Yesus di dalam deritaNya di Yerusalem menuju Puncak Salib di Golgota.  Kita perlu membuka diri belajar lebih banyak cara beriman serdadu di kaki salib. Iman kita lahir dalam sukacita Tuhan. Iman serdadu lahir dalam dukacita kematian Tuhan awal kehidupan abadi di dalam Kemah abadi di Surga. Kita semestinya beriman kepada Yesus dalam suka dan duka hidup kita.
Atau mengapa identitas Yesus itu diakui serdadu di puncak Golgota di saat Yesus di Salib? Karena Salib adalah jembatan yang dilewati para peziarah dari dosa dunia menuju surga. Yesus adalah Musa baru yang membebaskan manusia dari perbudakan dosa menuju keselamatan abadi di Surga dalam jalan salibNya. Yesus adalah Elia baru yang mengangkat naik umat manusia dari jurang dosa yang mendalam menuju medan bahagia surga dalam tangga salibNya tempat pendosa yang bertobat naik dari  tinggalkan lumpur dosa di dalam jurang yang dalam menuju mandala surga yang aman sentosa abadi.

Homili Minggu Prapaskah I - C 24 Februari 2013



DARI KEMAH DERITA KE KEMAH BAHAGIA
             
Homili Minggu 24 Februari 2013
Kej 15 : 5 -12. 17 – 18
Flp 3 : 20 – 4 : 1
Luk 9 : 28 – 36

P. Benediktus Bere Mali, SVD

Dalam buku Quo Vadis, dikatakan ada penampakan Yesus kepada Petrus di Kota Roma yang sedang dilanda penganiayaan Kaisar kepada umat Kristen. Yesus bertanya kepada Petrus: Kemanakan engkau pergi? Petrus menjawab : saya hendak lari menghindari penganiayaan Kaisar atas umat Kristen. Yesus membalas  Petrus: “Jika engkau lari menghindari penderitaan Roma maka saya akan masuk kembali Roma dan disalibkan lagi di Roma”.

Pertanyaan kita adalah mengapa ketika ada Penderitaan Yesus di Yerusalem, Petrus tidak serta merta membangun kemah derita, malah lari dari derita Yesus dengan sangkal Yesus, sedangkan ketika di Tabor mengalami sukacita Tuhan  dan kemuliaanNya, Petrus segera mengatakan mendirikan kemah kemuliaan atau kemah kebahagiaan? Atau kita ketika ada di Cisarua atau Ledug yang udaranya sejuk dan nyaman kita mendirikan kemah kita sedangkan ketika ada derita masyarakat di sekitar kita, kita tidak membangun kemah derita? Bukankah ini adalah konsep kita adalah konsep Petrus bukan konsep Yesus?
Hari ini terjadi Peristiwa Transfigurasi Tuhan Yesus di atas Gunung Tabor. Perubahan rupa Yesus yang berkilau-kilau itu terjadi di dalam doaNya kepada Bapa di Surga. Perubahan itu terjadi ketika Yesus dalam doa menemukan kehendak Allah dalam menyelamatkan dunia. Perubahan kemuliaan Tuhan itu terjadi ketika Yesus menyatukan diri dengan misi Bapa dan Roh Kudus yang menyelamatkan semua melintas batas. Perubahan itu membawa sukacita dan kebahagiaan yang sejati bagi semua orang. Petrus, Yohanes dan Yakobus sangat berbahagia mengalami kemuliaan Tuhan Yesus di Tabor yang disaksikan Musa dan Elia.  Ungkapan bahagia yang luarbiasa itu dinyatakan oleh Petrus dengan mengatakan bahwa betapa bahagianya kami di tempat ini. Kami akan mendirikan kemah bahagia di tempat ini. Satu untuk Musa, satu untuk Elia dan satu untuk Engkau.
Rencana Petrus itu didengarkan. Tetapi lebih mendengarkan suara Bapa dalam awan “ Inilah anak yang kukasihi, DENGARKANLAH DIA.” Para murid boleh berencana tetapi rencana Tuhan Yesus lebih didengarkan dan dilaksanakan. Karena rencana Yesus selalu menyelamatkan sedangkan rencana Para murid kadang mengutamakan kepentingan pribadi.
Yesus tidak mengabulkan permintaan Petrus untuk mendirikan kemah kemuliaan di Tabor. Tetapi Yesus turun dari Tabor kembali ke penderitaan Yerusalem sebagai jalan menuju kemuliaan yang sejati.  Kemuliaan yang sejati melewati jalan penderitaan di Salib.  Rencana Pembangunan Kemah Tabor ditunda dan kembali ke Yerusalem untuk membangun kemah derita sebagai kediaman yang harus dialami dalam perjalanan menuju Kemuliaan yang sejati.
Sengsara Tuhan Yesus di jalan Salib membawa kemuliaanNya di Surga. Sengsara Tuhan Yesus di jalan salib mengantar semua orang berjalan menuju kebahagiaan yang sejati di surga. Orang yang berziarah menuju kebahagiaan Surga melewati jalan yang paling tepat yaitu jalan Salib Tuhan Yesus.
Yesus adalah Musa Baru yang membawa Umat Manusia dari perbudakan dosa menuju Surga tujuan ziarah spiritual manusia. Yesus adalah Elia Baru yang mengangkat manusia darijurang dosa yang dalam naik ke Surga melalui tangga SalibNya.
Keberhasilan yang berbobot melewati jalan kerja keras mencucurkan air mata. Sebagaimana Pemazmur berdoa : “ barangsiapa bekerja dengan mencucurkan keringat dan air mata akan menuai dengan sorak sorai”. Tetapi dalam kenyataan ketika melihat para koruptor yang kebanyak dari kelas elit, pernyataan ini yang lebih tepat: “ barangsiapa memperolah hasil tanpa kerja mencucurkan keringat dan air mata, pintu penjarah terbuka lebar baginya”.  Bagi Pemazmur berlaku “Sengsara membawa nikmat.” Tetapi bagi koruptor yang berlaku adalah nikmat membawa sengsara.”

Sabtu, Februari 23, 2013

Homili Sabtu 23 Februari 2013



BERJALAN DALAM SINAR KASIH

Ul 26 : 16 – 19; Mat 5 : 43 – 48
Homili Sabtu 23 Februari 2013

P. Benediktus Bere Mali, SVD

Mengapa orang selalu membutuhkan Penerangan di dalam perjalanannya? Karena Sinar atau terang di jalan menuntun pejalan pada jalan yang tepat, benar, baik serta menyelamatkan. Sedangkan berjalan dalam tanpa penerang atau kegelapan akan membawa pejalan ke jalan salah arah bahkan membawa kehancuran atau maut bagi dirinya.  
Bacaan Pertama dan Injil melukiskan Sinar Kasih yang menerangi pejalan yang berjalan di jalan menuju kesempurnaan yang sejati. Jalan menuju kesmpurnaan  itu menurut Musa dalam Bacaan pertama adalah berjalan di atas jalan yaang dilalui Sabda Allah yang mengantar semua orang menuju sumber kesempurnaan yaitu Allah di Surga. Setiap orang yang mendengarkan Sabda Allah dan berjalan sesuai arahan Sang Sabda pasti berjalan bersama sang sabda dalam seluruh perjalanan menuju kesempurnaan Sejati dalam Tuhan.
Kesempurnaan kasih yang ditemukan di Jalan Tuhan ditemukan di dalam Yesus Sang Sempurna Sinar Kasih Allah bagi semua orang lintas batas. Kesempurnaan Kasih Allah itu dilukiskan secara sangat indah di dalam Bacaan Injil. Kasih Sempurna Allah itu seperti hujan yang turun bagi semua orang lintas batas tanpa membeda-bedakan berdasarkan warna kulit, suku, agama, ras dan golongan. Kasih Sempurna Allah itu seperti sinar matahari yang menyinari semua orang langgar batas. Artinya kesempurnaan kasih Allah itu tercetus di dalam mengasihi semua melintas batas-batas yang dibuat manusia berdasarkan kriteria-kriteria ilmiah yang dibuat manusia.
Dengan demikian pengalaman akan kesempurnaan Kasih Allah itu ada dua arah. Pertama kita berjalan dalam cita-cita sempurna sejati yang ditemukan di dalam Allah. Kedua penemuan kasih sempurna Allah itu dibagikan dalam hidup nyata sehari-hari di dalam lingkup komunitas yang paling kecil yaitu keluarga sebagai gereja yang paling kecil sampai lingkungan yang paling luas. Jadi secara ke dalam diri kita berupaya meraih dan memiliki kesempurnaan kasih sejati dalam Allah.  Memiliki kasih sempurna Allah bukan untuk diri sendiri saja tetapi kita yang memiliki kasih sempurna Allah itu menjalani tugas perutusan sebagai kaki tangan Allah yang kelihatan dalam membagi dan mengalirkan secara terus menerus kepada sesama di dalam dunia sekitar. Kasih kita seperti matahari yang menyinari semua orang tanpa membeda-bedakan atas dasar suka atau tidak suka atau berdasarkan SARA. Kasih kita itu seperti hujan yang turun bagi semua orang lintas batas.
Kalau kita masih dibatasi oleh SARA dalam membagi kasih itu berarti kita masih jauh dari kesempurnaan kasih Allah. Kita perlu terus berjalan menuju Kesempurnaan Kasih Allah dalam menata kasih yang sempurna dalam diri kita sendiri.  Hanya orang yang berjalan ke dalam diri dalam kesempurnaan Kasih Allah yang boleh berlangkah keluar dari diri lalu berjalan dalam Kesempurnaan Kasih Allah menuju medan hati setiap manusia yang rindu dielus dan disapa dengan sempurna kasih Allah yang mengalirkan kesejukan air hujan ke dalam hatinya dan terang hangat sinar matahari yang menerangi dan menghangatkan hatinya yang dingin dengan kasih sejati Allah sendiri.  Dengan demikian hati yang dingin dihangatkan dengan kasih sejati Allah. Hati yang panas disejukan dengan tetes air hujan yang menyejukkan.

Homili Jumat 22 Februari 2013 : Pesta Tahkta St. Petrus Rasul di Paroki Stefanus Manukan - Keuskupan Surabaya



MATENI  VS  BIOFIL

Homili Jumat 22 Februari
di Paraki Stefanus Manukan Surabaya
Pada Pesta Tahkta St. Petrus Rasul
1 Ptr 5 : 1 – 4; Mat 16 : 13 – 19

P. Benediktus Bere Mali, SVD

Mateni adalah istilah kata bahasa Jawa yang dimuat di dalam Jawa Pos hari Jumat 22 Februari 2013, khususnya di halaman opini. Mateni artinya mematikan secara fisik, psikis dan sosial. Mateni ini searti dengan nekrofil yang diproklamasikan Erik Form. Mateni atau nekrofile berarti membunuh secara fisik, sosial, psikologis atau pembunuhan Karakter. Sesorang melakukan pembunuhan karakter sesama karena bermula dengan iri hati, dan berjuang mematahkan kesuksesan hidup sesamanya serta jalan mulus sesama perjalanannya menuju puncak keberhasilan meraih harta, kedudukan ataupun nama besar karena pendidikan atau kualitas pribadi yang dimilikinya. Sedangkan daya yang memberi inspirasi, daya kreasi, menyemangati dan menghidupkan  serta mendukung atau support terthadap sesama atau menjadi berkat bagi sesama adalah pribadi yang berkarakter biofil.                                                 
Tahkta St. Petrus Rasul yg pestanya kita rayakan hari ini kehadirannya menjadi biofile bagi sesama mulai dari komunitasnya sampai kepada komunitas seluruh dunia. Artinya bahwa Petrus berpikir berkata serta berperilaku senantiasa membawa hidup dan kehidupan bagi diri dan sesamanya.  Hal itu berasal dari  basisnya adalah iman kokoh kepada Yesus Kristus dan melayani di atas dasar kasih korban dalam hatinya yang tulus.   Petrus mengimani Yesus adalah Mesias Anak Allah yang hidup yang memberikan hidup bagi manusia lintas batas atau kepada manusia dan alam semesta secara universal.  Petrus juga meneladani Yesus yang mencintai dan berkorban dalam melayani secara tulus ikhlas tanpa pamrih.                                                   
Dua hal yang dia miliki itu melahirkan permintaan Tuhan kepadanya untuk menjadi  ketua angkatan para rasul. Dan kemudian dia menjadi ketua pertama Geraja awal dalam hirarki Gereja. Dia diberi kunci Kerajaan Surga untuk membuka pintu iman kepada semua orang yang berjalan di atas jalan menuju Rumah Bapa di Surga. Dia menjadi penjaga pintu Gerbang ke Surga bagi semua orang yang siap untuk masuk surga. Bagi manusia yang memenuhi syarat masuk surga pintu surga dibukakan. Mereka yang memenuhi syarat masuk surga adalah mengimani Yesus adalah sebuah nama yang memberikan keselamatan universal. Hanya dalam nama Yesus ada keselamatan (Kis 4:12). Yesus adalah jalan kebenaran dan kehidupan abadi (Yoh 14 : 6).  Setiap orang percaya kepada Yesus adalah Mesias Anak Allah yang hidup menerima kehidupan kekal. Setiap orang melayani orang yang paling hina dalam hidupnya di dunia ini diberi tempat surga (Mat 25 : 40).
Kita  pun dengan iman kepada Yesus dan melaksanakan Sabda Allah di dalam hidup, memiliki modal dan peluang masuk ke dalam Surga. Kita yang dengan sabar dan tekun setia pada Tuhan Yesus dalam suka dan duka hidup kita di dunia ini kelak menuju gerbang pintu surga. Saya yakin kita dibukakan pintu surga lebar-lebar oleh Petrus sehingga kita dengan leluasa masuk ke  dalam Surga di dalam ziarah hidup rohani kita yang berakhir di dalam Surga hidup bersama para penghuni di Surga yaitu para Kudus dan Para Malaikat. Maka pada perayaan Tahta St Petrus Rasul ini kita mohan berkat Santo Petrus agar kita juga memiliki tahkta dalam hidup kita didasarkan atas iman kepada Yesus dan pelayanan dengan tulus untuk membawa hidup dan kehidupan bagi sesama, bukan kehancuran atau pembunuhan karakter.