“SEBELUM & SESUDAH
MASUK TANAH TERJANJI”
Homili Minggu 10 Maret 2013
Yosua 5 : 9a.10-12
Mzm 34 : 2 – 3. 4-5. 6-7; Ul : 9a
2Kor 5 : 17 – 21
Luk 15 : 1 – 3. 11 – 32
P. BENEDIKTUS BERE MALI, SVD
Misionaris senior pernah bercerita
tentang pengalaman misi perintisnya di sebuah mandala misi. Keunikan cerita
misionaris perintis itu terletak di dalam sebelum masyarakat setempat beriman
kepada Kristus dan sesudah beriman kepada Kristus. Sebelum beriman kepada
Kristus, masyarakat setempat pergi ke tugu batu sebagai tempat berkomunikasi
dengan wujud tertinggi yang ada di dalam kepala (otak) dan dada (hati) mereka,
sebagai warisan dari generasi terdahulu secara turun temurun. Sesudah beriman
katolik, umat setempat berjalan meninggalkan tugu batu tempat sembahyang dan
berjalan menuju Gereja untuk berkomunikasi dengan Tuhan yang mereka imani. Di
dalam perjalanan dari tugu batu menuju Gereja itu Tuhan memberikan makanan
rohani melalui misionaris yang menghadirkan kembali peran Yosua yang
mendampingi bangsa Israel dari luar pintu tanah terjanji masuk ke dalam pintu
tanah terjanji dan tinggal di dalam tanah terjanji Kanaan.
Bacaan pertama berbicara tentang
keunikan bangsa Israel di padang gurun dan tiba di tanah terjanji Kanaan. Sebelum
tiba di tanah Kanaan, bangsa Israel menerima makanan dan minuman dari Allah
dengan perantaraan Musa. Setelah masuk dan tiba serta tinggal di tanah terjanji
Kanaan, Yosua menekankan bahwa mereka makan dari yang dihasilkan tanah Kanaan.
Dulu berada di luar pintu Kanaan mereka menerima makanan dari Tuhan secara
gratis. Kini masuk dan tinggal di dalam Tanah Terjanji mereka makan dari hasil
kerja di tanah terjanji. Dulu mereka belum mandiri perlu ditolong. Kini sesudah
mandiri mereka semestinya hidup mandiri dan solidaritas kepada sesama di luar
dalam kemandirian internal di dalam tanah terjanji yang berkelimpahan.
Aplikasinya sangat mudah dari bacaan
pertama ini. Sebelum kita tiba dalam tanah terjanji iman kepada Kristus di
dalam Gereja Katolik, Tuhan memberikan makanan rohani kepada kita melalui
misionaris Eropa di dalam perjalanan kita di atas jalan menuju tanah terjanji
iman kepada Tuhan Yesus Kristus melalui dan dalam Gereja Katolik. Setelah kita
tiba di dalam tanah terjanji Gereja Katolik, kita mulai makan dan minum dari
yang dihasilkan tanah terjanji Gereja Katolik. Gereja itu adalah setiap orang
yang percaya dan beriman kepada Kristus Yesus. Setelah formasi iman kita mulai
matang kita menjadi Gereja yang mandiri dalam hal iman dan tenaga misionaris,
kita mengutus misionaris mewartakan iman
kepada dunia dan menuntun orang berjalan di jalan menuju ke Rumah Bapa dalam
Gereja Katolik. Dulu kita menerima misionaris dari luar. Kini kita mengirim
misionaris ke luar. Dulu kita menerima makanan rohani dari Tuhan melalui “Musa
Misionaris Asing”. Kini kita memberikan makanan rohani dari hasil tanah
terjanji iman kepada Kristus Yesus dalam Gereja Katolik dan memberikan makanan
rohani kepada dunia sekitar.
Mazmur tanggapan menyampaikan kepada
kita dalam doa yang sangat mendalam lahir dari orang yang sudah beriman kepada
Tuhan dan tinggal di dalam nama Tuhan. Doa itu diungkapkan dalam kata-kata:
“Kecaplah betapa sedapnya Tuhan. Kecaplah betapa sedapnya Tuhan.” Orang
yang mengalami dan merasakan manisnya Tuhan, yang dapat mewartakanNya kepada
sesama dan dunia sekitar, agar banyak orang yang beriman kepada Tuhan Yesus dan
bersama-sama bermazmur “kecaplah betapa sedapnya Tuhan Yesus. Kecaplah betapa
sedapnya Tuhan Yesus”. Pengalaman puncak dalam mengecap betapa sedapnya
Tuhan ditemukan dan dialami secara spiritual di dalam Sabda Allah dan terutama
di dalam Perayaan Ekaristi Kudus.
Bacaan Kedua berbicara tentang orang
yang mengimani Yesus sebagai pembawa damai sejati bagi dunia. Sebelum orang
mengenal Yesus, biasanya membawa konflik bagi sesama. Tetapi sesudah beriman
kepada Kristus Yesus, orang menjadi pembawa damai kepada sesama dan dunia.
Contoh : Saulus menjadi penganiaya sesama khususnya orang – orang yang percaya
kepada Kristus Yesus Tuhan. Sebaliknya Paulus membawa Damai sejati yang lahir
dari Tuhan Yesus kepada sesama yang dilayani. Paulus membawa warta Gembira
Tuhan kepada umat Korintus dengan harapan agar sesudah menerima Kristus pembawa
damai, yang diwartakan Paulus kepada mereka, orang Korintus pun membawa damai
kepada sesama yang mulai dari dalam diri sendiri dan dalam keluarga serta dalam
komunitas kehidupan yang lebih luas.
Injil hari ini berbicara tentang
iklim kebebasan yang diciptakan Bapa kepada dua anaknya. Proses pembinaan anak
di dalam masa formasinya menuju kedewasaan, lahir dari paradigma kebebasan yang
diciptakan Bapa. Ada kesadaran Bapa dalam pendidikan dan pembentukan anak
sulung dan bungsu dengan metode iklim kebebasan sebagai medan kedua anaknya
membentuk diri.
Anak bungsu membentuk diri dengan
memanfaatkan kebebasan itu. Awalnya anak itu sungguh-sungguh menikmati
kebebasan sampai jatuh dalam dunia dosa pelacuran. Uang yang diberikan
orang tua pun semakin lama semakin tipis dan akhirnya suatu ketika jatuh
kelaparan karena tidak ada uang lagi sehingga dia makan makanan babi di kandang
babi. Betapa deritanya hidup meninggalkan rumah orang tua dan tinggal di rumah
asing.
Pengalaman derita itu melahirkan
pertobatan dalam diri anak bungsu. Dia bangkit membangun paradigma baru “baik
tidak baik kedua orang tua lebih baik. Jahat tidak jahat orang asing lebih
jahat.” Pemikiran ini mendorong dia meninggalkan dosa pelacuran dan penderitaan
makan makanan babi di kandang babi, berjalan menuju rumah Bapa dengan segala
prasangka negatif yang dikandung otak dan hatinya. Dalam keadaan yang demikian
menegangkan, si bungsu pun tiba di rumah Bapa. Penerimaan bapa menghapus semua
prasangka negatif dalam kepala dan dada anak bungsu. Diberikan pakaian
yang sangat indah kepada anak bungsu dan diadakan pesta penyambutan yang sangat
luarbiasa.
Mengapa pesta besar dan pakaian
indah dikenakan kepada anak bungsu sedangkan anak sulungnya tidak pernah dirayakan
pestanya walaupun setiap hari dia ada bersama Bapa? Karena pertobatan ada untuk
dirayakan. Anak sulung belum bertobat malah jatuh kembali dalam dosa
sungut-sungut dan protes kepada Bapa sedangkan anak bungsu sudah bertobat
setelah memanfaatkan kebebasan sampai jatuh dalam dosa pelacuran.
Anak sulung yang bersungut-sungut
pada Bapa yang menerima anak bungsu adalah wakil dari orang-orang Farisi dan
Ahli-Ahli Taurat yang adalah anak sulung Allah Bapa tetapi bersungut-sungut
kepada Tuhan Yesus yang menerima orang-orang berdosa dan makan bersama dengan
orang berdosa dan berkomunikasi dengan mereka. Anak bungsu adalah wakil dari
generasi bukan bangsa Israel yang mendengarkan Yesus dan menerima Yesus sebagai
Tuhan yang telah menjadi manusia.
Konteks perjalanan spiritual anak
sulung dan anak bungsu dalam perumpamaan ini menjawabi seluruh perjalanan iman
anak sulung Israel dan anak bungsu bangsa-bangsa lain. Pengalaman anak sulung
Israel yang bersungut-sungut dan menolak Yesus dan anak bungsu bangsa lain yang
menerima Yesus menuntun kita menghidupi pertobatan secara tepat.
Bertobat berarti berjalan di atas
jalan Tuhan dan tinggal di dalam jalan Tuhan Yesus. Sedangkan orang yang
berjalan di atas jalan pribadi yang bertentangan dengan jalan Tuhan Yesus
adalah orang yang berdosa. “Anak sulung bangsa Israel” berjalan meninggalkan
Bapa sumber kebaikan dengan bersungut-sungut dan menolak Tuhan Yesus. “Anak
bungsu bangsa-banga lain” berjalan meninggalkan kegelapan dosa menuju Bapa
sumber kebaikan dan tinggal di dalam kebaikan Rumah Bapa, melalui satu-satunya
jalan utama yaitu Tuhan Yesus Kristus sebagai jalan kebenaran dan kehidupan.
Bertobat berarti berjalan di padang gurun dosa menuju tanah
terjanji iman kepada Kristus dan tinggal di dalam tanah terjanji iman kepada Kristus
di dalam Gereja dalam kemudi magisterium. Berdosa berarti berjalan di jalan
pribadi yang bersungut-sungut dan protes bahkan menolak Tuhan Yesus yang
membawa keselamatan bagi semua orang baik kepada “anak sulung bangsa Israel”
maupun “anak bungsu bangsa-bangsa lain”.