Jumat, Maret 29, 2013

DeritaNya Deritaku

Homili Jumat Agung. C.  29 Maret 2013
Yes 52:13-53:12
Mzm 31:2.6.12-13.15-16.17.25; Ul: Luk  23:46
Ibr 4 : 14 -16; 5:7-9
Yoh 18 : 1 – 19 : 42

“DeritaNya Deritaku”
*P. Benediktus Bere Mali, SVD*

Thomas A Kempis pernah berkata: “Jika engkau memanggul salibmu dengan sukacita maka salibmu akan memanggulmu”.  Tetapi kalau anda memanggul salibmu dengan penuh beban maka salibmu itu akan terus menindasmu.

Bertolak dari pernyataan di atas kita dapat memaknai Derita Tuhan Yesus dan KematianNya, dan kita juga dapat memaknai derita kita masing-masing di dalam perjalanan hidup kita. Kita semestinya secara kritis  membedakan antara penderitaan Tuhan Yesus dengan aneka macam penderitaan kita manusia. Pertanyaan yang muncul adalah apa perbedaan antara penderitaan kita manusia dengan penderitaan Tuhan Yesus? Apakah setiap penderitaan manusia itu disamakan dengan penderitaan Tuhan Yesus? 

Setiap penderitaan manusia tidak dapat diidentikan dengan penderitaan Tuhan Yesus.  Penderitaan Tuhan Yesus itu unik dari awal hidupNya sampai akhir hidupNya di Salib. Yesus menderita tanpa ada kesalahan dan dosaNya. Yesus menderita karena dituduh salah. Yesus menderita dan mati karena kesalahan dosa orang lain yaitu kita umat manusia. Yesus menderita karena mengatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. KebenaranNya berasal dari Allah yang mengutusNya ke dunia. Sebaliknya kita manusia bisa jadi menderita karena kesalahan dan kelalaian kita sendiri. Misalnya kita menderita sakit karena kita tidak disiplin makan, istirahat, bekerja dan olahraga. Seseorang sakit HIV /AIDS karena tidak disiplin dan tidak dapat mengendalikan dirinya dalam relasi. Kita menanggung berbagai olokan dan cercaan serta menjadi buah bibir khalayak ramai karena kita menyangkal dan melanggar identitas kita yang diakui publik maupun yang diakui secara hukum religius  atau sipil. Misalnya kita melanggar kehidupan perkawinan yang monogami dengan poligami. Kita menyangkal sakramen imamat dengan hidup amoral. Kita menyangkal kaul-kaul kita dengan melanggar kaul-kaul kita dan diketahui oleh publik dengan bukti yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Penderitaan kita hanya dapat diidentikan dengan penderitaan Yesus yang kita kenangkan pada hari ini, kalau kita menderita karena kita mengatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Kebenaran itu berdasarkan kehendak Allah yang kita imani.
Bacaan pertama menampilkan Hamba Yahwe adalah orang benar yang menderita karena dianiayah. Penderitaannya membawa berkat dan penebusan bagi sesama yang dibela dan diselamatkan dalam kebenaran Tuhan sendiri. Dalam Perjanjian Lama, mereka yang menjadi hamba Yahwe itu adalah orang yang mewartakan kebenaran, kebaikan dan keselamatan Allah Israel dan mendapat penganiayaan dari mereka yang anti kebenaran, kebaikan serta keselamatan bangsa Israel. Hamba Yahwe menderita karena dia menanggung penyakit kita. Hamba Yahwe menderita karena dia memikul kesengsaraan kita. Dia diremukkan oleh karena kejahatan kita. Penderitaannya mendatangkan keselamatan bagi kita. Dia menderita supaya kita sembuh. Dia menderita karena berjuang menuntun kita kembali berjalan di atas jalan sesat yang mematikan kepada jalan selamat yang memberi hidup dan kehidupan. Dia kena tulah karena pemberontakan kita terhadap Tuhan. Dia berada di antara para penjahat tetapi tidak melakukan kekerasan. Kehendak Tuhan terlaksana dalam dirinya yang menderita demi keselamatan banyak orang. Tuhan mengatakan Dia adalah orang yang benar, akan membenarkan banyak orang dengan hikmatnya. Dia memikul kejahatan para penjahat. Dia juga berdoa bagi pemberontak-pemberontak.
Mazmur tanggapan mengemukakan doa Hamba Yahwe mohon perlindungan dan kekuatan Tuhan dalam menanggung penderitaan karena membela kebenaran, kebaikan, keadilan, kedamaian serta keselamatan universal langgar batas. Doa orang yang benar didengarkan dan dikabulkan oleh Tuhan. Tuhan memberikan sukacita bathin dalam menanggung penderitaan karena keselamatan banyak orang.
Bacaan Kedua menampilkan Imam Agung yaitu Yesus Kristus Anak Allah, yang menjadi pokok keselamatan bagi semua orang yang taat kepadaNya. Doa Yesus sebagai orang saleh kepada BapaNya di Surga, yang menyelamatkanNya dari maut, berkat ketaatanNya kepada BapaNya sampai mati di kayu salib. Setelah Ia mencapai kesempurnaan, Ia menjadi pokok keselamatan abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya.
Bacaan Injil Kisah Sengsara Tuhan Yesus menurut Injil Yohanes menampilkan Yesus yang menderita dan wafat karena mewartakan kebenaran BapaNya sebagai pemenuhan Hamba Yahwe yang diramalkan di dalam Perjanjian Lama, khususnya dalam bacaan pertama. Yesus selama berkarya, dengan Sabda dan MujizatNya mewartakan kebaikan, kebenaran serta keselamatan lintas batas. Yesus dituduh sebagai pengkhianat Allah lalu berdasarkan itu Yesus dihukum. Pada hal yang benar adalah YAHWE yang diimani orang Yahudi seperti yang ada dalam Hukum Musa terpenuhi dalam diri Yesus. Para penguasa sipil dan religius menjatuhi sebuah hukuman yang tidak adil dan tidak benar atas diriNya. Bagi Tuhan Yesus tidak perlu memberikan suara atau berbicara atau berdiskusi karena lembaga pengadilan yang berwibawah dalam  Bangsa Yahudi dan Romawi tidak berdiri di atas kebenaran, kebaikan, keadilan, kedamaian serta keselamatan universal. Tetapi hanya berpihak pada orang-orang atasan yaitu para elite Romawi dan elite religius Yahudi yang telah saling berselingkuh untuk kepuasan mereka yang sesaat, untuk kepentingan kuasa dan jabatan, materi uang, dan nama mereka sendiri.  Yesus datang mewartakan kebenaran bukan kesalahan. Maka yang salah tidak perlu dijawab atau didiskusikan karena toh hasilnya akan salah dan menyesatkan. Hal ini secara eksplisit dalam pertanyaan  Pilatus kepada Yesus: Apa itu kebenaran? Yesus tidak menjawab atau diam saja. Mengapa? Karena pertanyaan itu salah. Pertanyaan yang benar adalah Siapa itu kebenaran? Yesus adalah Sang Kebenaran Sejati.  Pilatus pun mengatakan kepada orang-orang Yahudi bahwa dia tidak menemukan kesalahan apapun padaNya. Tetapi orang-orang Yahudi terus mendesak dan berteriak “salibkan Dia” maka Pilatus pun mengambil keputusan fatal: “Ambil saja sendiri dan salibkanlah Dia. Sebab aku tidak mendapati kesalahan apa pun pada-Nya.” Jawab orang-orang Yahudi kepadanya: “ Kami mempunyai hukum, dan menurut hukum itu Ia harus mati, sebab Ia menganggap diriNya sebagai anak Allah.”  
Yesus adalah Anak Allah. Yesus adalah kepenuhan Hamba Yahwe yang diramalkan dalam Perjanjian Lama, khususnya di dalam Bacaan Pertama.  Yahweh adalah satu-satunya Penguasa orang Yahudi.  YAHWEH itu ditulis dalam HUKUM TAURAT . YAHWEH dan HUKUM TAURAT adalah identitas Bangsa Yahudi. Tetapi ketika mereka membunuh YAHWE yang mengalami kepenuhan di dalam diri Tuhan Yesus sesungguhnya mereka membunuh harga diri mereka sendiri.  YAHWE telah mati. Hukum Taurat telah mati. Harga diri mereka hilang untuk selamanya. Orang Yahudi meninggalkan YAHWEH menuju KAISAR. Mereka meninggal Hukum Taurat sebagai Hukum Religius mereka menuju Hukum Sipil Romawi. Mereka krisis identitas.
Kita masing-masing memiliki identitas pribadi maupun kelompok dan bangsa. Sebagai umat Katolik kita mempunyai identitas yang menyatukan kita. Seorang yang menjalani panggilan kehidupan berkeluarga memiliki identitas yang mengikat yaitu sakramen perkawinan. Seorang yang tertahbis diikat oleh sakramen imamat. Seorang biarawan atau biarawati diikat oleh kaul-kaul kehidupan membiara. Identitas Bangsa Indonesia diikat oleh Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhineka Tunggal Ika. Seorang yang berjalan dalam lingkaran identitas panggilannya itu berarti dia setia di dalam panggilannya. Dengan demikian identitasnya tidak mengalami krisis. Sebaliknya seorang yang meninggalkan lingkaran identitas panggilannya dan atau melompat keluar dari pagar identitas panggilannya berarti dia mengalami krisis identitas.Dia kehilangan harga dirinya.

Homili Jumat AGUNG . C. 29 Maret 2013


Homili Jumat Agung. C.  29 Maret 2013
Yes 52:13-53:12
Mzm 31:2.6.12-13.15-16.17.25; Ul: Luk  23:46
Ibr 4 : 14 -16; 5:7-9
Yoh 18 : 1 – 19 : 42

“DeritaNya Deritaku”
*P. Benediktus Bere Mali, SVD*

Thomas A Kempis pernah berkata: “Jika engkau memanggul salibmu dengan sukacita maka salibmu akan memanggulmu”.  Tetapi kalau anda memanggul salibmu dengan penuh beban maka salibmu itu akan terus menindasmu.

Bertolak dari pernyataan di atas kita dapat memaknai Derita Tuhan Yesus dan KematianNya, dan kita juga dapat memaknai derita kita masing-masing di dalam perjalanan hidup kita. Kita semestinya secara kritis  membedakan antara penderitaan Tuhan Yesus dengan aneka macam penderitaan kita manusia. Pertanyaan yang muncul adalah apa perbedaan antara penderitaan kita manusia dengan penderitaan Tuhan Yesus? Apakah setiap penderitaan manusia itu disamakan dengan penderitaan Tuhan Yesus? 

Setiap penderitaan manusia tidak dapat diidentikan dengan penderitaan Tuhan Yesus.  Penderitaan Tuhan Yesus itu unik dari awal hidupNya sampai akhir hidupNya di Salib. Yesus menderita tanpa ada kesalahan dan dosaNya. Yesus menderita karena dituduh salah. Yesus menderita dan mati karena kesalahan dosa orang lain yaitu kita umat manusia. Yesus menderita karena mengatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. KebenaranNya berasal dari Allah yang mengutusNya ke dunia. Sebaliknya kita manusia bisa jadi menderita karena kesalahan dan kelalaian kita sendiri. Misalnya kita menderita sakit karena kita tidak disiplin makan, istirahat, bekerja dan olahraga. Seseorang sakit HIV /AIDS karena tidak disiplin dan tidak dapat mengendalikan dirinya dalam relasi. Kita menanggung berbagai olokan dan cercaan serta menjadi buah bibir khalayak ramai karena kita menyangkal dan melanggar identitas kita yang diakui publik maupun yang diakui secara hukum religius  atau sipil. Misalnya kita melanggar kehidupan perkawinan yang monogami dengan poligami. Kita menyangkal sakramen imamat dengan hidup amoral. Kita menyangkal kaul-kaul kita dengan melanggar kaul-kaul kita dan diketahui oleh publik dengan bukti yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Penderitaan kita hanya dapat diidentikan dengan penderitaan Yesus yang kita kenangkan pada hari ini, kalau kita menderita karena kita mengatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Kebenaran itu berdasarkan kehendak Allah yang kita imani.
Bacaan pertama menampilkan Hamba Yahwe adalah orang benar yang menderita karena dianiayah. Penderitaannya membawa berkat dan penebusan bagi sesama yang dibela dan diselamatkan dalam kebenaran Tuhan sendiri. Dalam Perjanjian Lama, mereka yang menjadi hamba Yahwe itu adalah orang yang mewartakan kebenaran, kebaikan dan keselamatan Allah Israel dan mendapat penganiayaan dari mereka yang anti kebenaran, kebaikan serta keselamatan bangsa Israel. Hamba Yahwe menderita karena dia menanggung penyakit kita. Hamba Yahwe menderita karena dia memikul kesengsaraan kita. Dia diremukkan oleh karena kejahatan kita. Penderitaannya mendatangkan keselamatan bagi kita. Dia menderita supaya kita sembuh. Dia menderita karena berjuang menuntun kita kembali berjalan di atas jalan sesat yang mematikan kepada jalan selamat yang memberi hidup dan kehidupan. Dia kena tulah karena pemberontakan kita terhadap Tuhan. Dia berada di antara para penjahat tetapi tidak melakukan kekerasan. Kehendak Tuhan terlaksana dalam dirinya yang menderita demi keselamatan banyak orang. Tuhan mengatakan Dia adalah orang yang benar, akan membenarkan banyak orang dengan hikmatnya. Dia memikul kejahatan para penjahat. Dia juga berdoa bagi pemberontak-pemberontak.
Mazmur tanggapan mengemukakan doa Hamba Yahwe mohon perlindungan dan kekuatan Tuhan dalam menanggung penderitaan karena membela kebenaran, kebaikan, keadilan, kedamaian serta keselamatan universal langgar batas. Doa orang yang benar didengarkan dan dikabulkan oleh Tuhan. Tuhan memberikan sukacita bathin dalam menanggung penderitaan karena keselamatan banyak orang.
Bacaan Kedua menampilkan Imam Agung yaitu Yesus Kristus Anak Allah, yang menjadi pokok keselamatan bagi semua orang yang taat kepadaNya. Doa Yesus sebagai orang saleh kepada BapaNya di Surga, yang menyelamatkanNya dari maut, berkat ketaatanNya kepada BapaNya sampai mati di kayu salib. Setelah Ia mencapai kesempurnaan, Ia menjadi pokok keselamatan abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya.
Bacaan Injil Kisah Sengsara Tuhan Yesus menurut Injil Yohanes menampilkan Yesus yang menderita dan wafat karena mewartakan kebenaran BapaNya sebagai pemenuhan Hamba Yahwe yang diramalkan di dalam Perjanjian Lama, khususnya dalam bacaan pertama. Yesus selama berkarya, dengan Sabda dan MujizatNya mewartakan kebaikan, kebenaran serta keselamatan lintas batas. Yesus dituduh sebagai pengkhianat Allah lalu berdasarkan itu Yesus dihukum. Pada hal yang benar adalah YAHWE yang diimani orang Yahudi seperti yang ada dalam Hukum Musa terpenuhi dalam diri Yesus. Para penguasa sipil dan religius menjatuhi sebuah hukuman yang tidak adil dan tidak benar atas diriNya. Bagi Tuhan Yesus tidak perlu memberikan suara atau berbicara atau berdiskusi karena lembaga pengadilan yang berwibawah dalam  Bangsa Yahudi dan Romawi tidak berdiri di atas kebenaran, kebaikan, keadilan, kedamaian serta keselamatan universal. Tetapi hanya berpihak pada orang-orang atasan yaitu para elite Romawi dan elite religius Yahudi yang telah saling berselingkuh untuk kepuasan mereka yang sesaat, untuk kepentingan kuasa dan jabatan, materi uang, dan nama mereka sendiri.  Yesus datang mewartakan kebenaran bukan kesalahan. Maka yang salah tidak perlu dijawab atau didiskusikan karena toh hasilnya akan salah dan menyesatkan. Hal ini secara eksplisit dalam pertanyaan  Pilatus kepada Yesus: Apa itu kebenaran? Yesus tidak menjawab atau diam saja. Mengapa? Karena pertanyaan itu salah. Pertanyaan yang benar adalah Siapa itu kebenaran? Yesus adalah Sang Kebenaran Sejati.  Pilatus pun mengatakan kepada orang-orang Yahudi bahwa dia tidak menemukan kesalahan apapun padaNya. Tetapi orang-orang Yahudi terus mendesak dan berteriak “salibkan Dia” maka Pilatus pun mengambil keputusan fatal: “Ambil saja sendiri dan salibkanlah Dia. Sebab aku tidak mendapati kesalahan apa pun pada-Nya.” Jawab orang-orang Yahudi kepadanya: “ Kami mempunyai hukum, dan menurut hukum itu Ia harus mati, sebab Ia menganggap diriNya sebagai anak Allah.”  
Yesus adalah Anak Allah. Yesus adalah kepenuhan Hamba Yahwe yang diramalkan dalam Perjanjian Lama, khususnya di dalam Bacaan Pertama.  Yahweh adalah satu-satunya Penguasa orang Yahudi.  YAHWEH itu ditulis dalam HUKUM TAURAT . YAHWEH dan HUKUM TAURAT adalah identitas Bangsa Yahudi. Tetapi ketika mereka membunuh YAHWE yang mengalami kepenuhan di dalam diri Tuhan Yesus sesungguhnya mereka membunuh harga diri mereka sendiri.  YAHWE telah mati. Hukum Taurat telah mati. Harga diri mereka hilang untuk selamanya. Orang Yahudi meninggalkan YAHWEH menuju KAISAR. Mereka meninggal Hukum Taurat sebagai Hukum Religius mereka menuju Hukum Sipil Romawi. Mereka krisis identitas.
Kita masing-masing memiliki identitas pribadi maupun kelompok dan bangsa. Sebagai umat Katolik kita mempunyai identitas yang menyatukan kita. Seorang yang menjalani panggilan kehidupan berkeluarga memiliki identitas yang mengikat yaitu sakramen perkawinan. Seorang yang tertahbis diikat oleh sakramen imamat. Seorang biarawan atau biarawati diikat oleh kaul-kaul kehidupan membiara. Identitas Bangsa Indonesia diikat oleh Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhineka Tunggal Ika. Seorang yang berjalan dalam lingkaran identitas panggilannya itu berarti dia setia di dalam panggilannya. Dengan demikian identitasnya tidak mengalami krisis. Sebaliknya seorang yang meninggalkan lingkaran identitas panggilannya dan atau melompat keluar dari pagar identitas panggilannya berarti dia mengalami krisis identitas.Dia kehilangan harga dirinya.


Kamis, Maret 28, 2013

Homili KAMIS PUTIH Malam 28 Maret 2013



YESUS BERALIH

Homili Kamis Putih
28 Maret 2013
Yes 12 : 1 – 8. 11-14
Mzm 116 : 12 – 13. 15 – 16bc. 17 – 18
1Kor  11 : 23 – 26

P. BENEDIKTUS BERE MALI, SVD

Kita pernah mendegar pepatah yang mengatakan “ Ada Banyak jalan menuju Roma”. Jalan menuju kota abadi itu meliputi jalan udara, jalan darat dan jalan laut.  Dengan kata lain kita beralih dari satu tempat ke tempat yang lain melalui sebuah jalan sesuai dengan pilihan kita. Kita bisa beralih dari satu pulau ke pulau lain melalui jalan darat, atau jalan laut atau jalan udara. Misalnya kita bisa beralih dari Surabaya ke Denpasar melewati salah satu jalan yang kita pilih, entah jalan darat, jalan laut atau jalan udara.
Tetapi selama di perjalanan itu orang yang sedang mengadakan perjalanan, memiliki kebebasan untuk beralih dari jalan yang menyelamatkan melewati jalan yang menyesatkan, sehingga tempat tujuan tidak dicapai atau berjalan dari jalan yang menyesatkan kembali berjalan di atas jalan yang lurus menuju tujuan yang dituju, meskipun agak terlambat, atau berjalan fokus mengikuti petunjuk jalan yang lurus dan tepat sehingga cepat tiba di tempat tujuan. Kita diminta untuk memilih antara beberapa kemungkinan di atas, kita semua pasti memilih fokus berjalan di jalan lurus, jalan benar, yang memudahkan kita cepat tiba di tempat tujuan dengan selamat.

Injil hari ini sangat istimewa bagi saya pada saat saya menyiapkan homili Kamis Putih. Letak  teks ini menarik perhatian saya secara pribadi karena kalimat awal ini sangat menyentuh saya dalam persiapan homili kamis putih. Kalimat pertama itu berbunyi sebagai barikut : “Yesus beralih  dari dunia ini kepada Bapa”. Kalimat pertama ini setelah saya baca langsung muncul di dalam pikiran saya bahwa sebelum Yesus beralih dari dunia ini kepada Bapa, Yesus telah beralih dari Bapa ke atas dunia. Hal ini jelas kita temukan di dalam Injil hari ini : “Yesus dari Allah dan akan kembali kepada Allah”.
Pertanyaan yang muncul dalam pikiran saya adalah Yesus datang dari Allah dan kembali kepada Allah melalui jalan yang mana? Apakah ada jalan yang sama yang dilalui oleh Tuhan Yesus ketika Dia beralih dari Surga ke dunia, dan beralih dari dunia ke Surga?
Yesus beralih dari Surga ke Dunia melalui sebuah jalan. Jalan itu adalah jalan kerendahan hati Bunda Maria. Santa Maria memberikan Rahim Kerendahan Hatinya sebagai jalan yang dilalui Tuhan Yesus yang diutus Oleh Allah Bapa dalam Roh Kudus ke dalam dunia.  Yesus  adalah Allah yang telah  menjadi manusia melalui jalan kerendahan hati Maria yang mengandungnya  berkat Roh Kudus atas Rencana Allah Bapa di Surga untuk menyelamatkan dunia dan mengantar manusia  berjalan menuju kembali kepada Bapa di Surga.
Sabda dan Mujizat Yesus menyelamatkan semua lintas batas di dunia akan berakhir dengan Yesus beralih dari dunia ini kepada Bapa di Surga.  Peralihan dari dunia ini menuju kepada Bapa di Surga melalui jalan yang pantas.  Jalan itu adalah jalan kerendahan hati.  Seperti apa jalan kerendahan hati dari dunia ke Surga? Yesus beralih dari dunia ke Surga melalui jalan pembasuhan kaki para muridNya dalam Ekaristi Kudus. Peristiwa ini adalah peristiwa yang sangat mengagetkan. Mengapa? Pembasuhan kaki biasanya dilakukan oleh seorang isteri terhadap suaminya atau seorang hamba terhadap tuannya, setelah tuan atau suami datang dari tempat jauh sebelum memasuki rumah atau sebelum naik ke tempat tidur untuk beristirahat. Tetapi tidak biasa pembasuhan kaki dilaksanakan sementara makan bersama atau sedang Perayaan Ekaristi atau sementara makan bersama.  Juga tidak biasa seorang tuan membasuh kaki hamba atau bawahannya atau seorang suami membasuh kaki isterinya, atau seorang Guru membasuh kaki para muridnya. Kekagetan itu muncul dalam protes Petrus tanda dia tidak mengerti peristiwa Yesus membasuh kaki para muridNya. Yesus sendiri mengatakan kepada Petrus bahwa dia tidak mengerti apa yang sedang dilakukan Tuhan Yesus yaitu membasuh kaki para muridNya. Kelak Petrus akan mengerti.
Petrus dalam keadaan pikirannya yang serba tidak menentu meminta Yesus membasuh kaki, tangan dan kepalanya juga. Petrus berpikir bahwa kaki, tangan dan kepalanya kotor sehingga perlu dibasuh oleh Tuhan Yesus. Petrus begitu progresif meminta Yesus membasuh kaki, tangan dan kepalanya agar kepalanya berpikir sesuai kehendak Tuhan Yesus, tangannya bekerja sesuai harapan Tuhan Yesus, kakinya berjalan di jalan kerendahan hati yang dicontohkan Tuhan Yesus. Singkatnya pembasuhan itu untuk membersihkan dan menyucikan para muridNya untuk layak beralih dari dunia ini menuju kepada Bapa bersama Kristus dalam kata dan perbuatannya. Pembasuhan itu bermakna besar bahwa dengan disucikan oleh air kerendahan Hati Tuhan Yesus, dan kelak dengan Darah Suci Tuhan Yesus yang mengalir dari SalibNya, setiap orang yang dibasuh dan mau bersih, layak mengambil bagian di dalam Perjamuan Ekaristi dan Perjamuan Ekaristi Abadi bersama Allah Tritunggal Maha Kudus di Surga.
Tetapi Yudas Iskariot sekalipun tampak menyerahkan diri dibasuh oleh Tuhan Yesus tetapi dia tidak mau bersih. Dia mengikuti ritus pembasuhan tetapi dia sendiri tiada usaha untuk membersihkan diri dari dalam dirinya. Yudas memiliki kebebasan untuk memilih menerima pembasuhan secara fisik tetapi secara bathiniah dia tidak mau bersih. Yudas sekalipun ikut Ekaristi Kudus bersama Yesus, bathinnya masih penuh dengan kefasikan rencana jahat untuk menjual Yesus. Yudas membuka pintu hati kepada Iblis yang menuntunnya mengkhianati Yesus. Tetapi Yudas menutup pintu hatinya terhadap Kuasa Allah yang menyelamatkan.
Kita adalah para murid Tuhan Yesus pada zaman ini. Peristiwa pembasuhan kaki yang dirayakan di dalam Kamis Putih ini memiliki makna yang besar. Kamis putih berarti kita semua  yang KaMis (Kaya – Miskin) dibasuh oleh Tuhan Yesus dengan air kerendahan hati dan darah SuciNya di Salib, agar kita selalu menjadi pribadi Kamis Putih. Kaya atau miskin (KaMis) yang memiliki hati yang putih dalam Kata dan Perbuatan kita.  Artinya kita menyangkal kebohongan pribadi, kebohongan publik, kehongan terhadap Tuhan, dalam setiap langkah hidup kita dimana dan kapan saja kita berada.
Kita menjadi pribadi yang “berKamisputih” berarti kita senantiasa membuka diri terhadap air kerendahan hati Tuhan Yesus yang mengalir masuk ke dalam medan hati kita, membersihkan kita dari dalam, dari segala kebohongan terhadap diri, sesama dan Tuhan sendiri. Kita juga rendah hati mau bersih dan dibersihkan oleh Tuhan dan sesama sebagai tangan-tangan Tuhan yang mau membersihkan kita dikala kita sendiri terjerat dalam ketidakberdayaan untuk membersihkan diri. Dengan demikian kita sesungguhnya  mau beralih dari kebohongan personal, sosial dan spiritual menuju kejujuran yang sejati dalam nama Tuhan Yesus.  Tuhan Yesus bersihkanlah aku yang MAU bersih ini. Amin.

Homili Misa Krisma Sepanjang Zaman



“ROH TUHAN ADA PADAKU
VERSUS
ROH SETAN ADA PADAKU”

Homili Misa Krisma
Kamis Pagi 28 Maret 2013
Yes 61: 1-3a.6a.8b-9
Mzm 88 (89)
Why 1 : 5 – 8
Luk 4 : 16 – 21

P. BENEDIKTUS BERE MALI, SVD

Roh Tuhan ada padaku. Kalimat positif ini dinegatifkan maka akan tertulis menjadi Roh Tuhan tidak ada padaku. Orang yang menerima urapan Roh Kudus Tuhan pasti memiliki keunikannya tersendiri bila dibandingkan dengan orang yang dikuasai oleh  kekuatan setan atau kegelapan iblis. Orang yang diisi penuh dengan kekuatan iblis atau setan senantiasa mengancam, mengganggu, merusak, menghancurkan bahkan mematikan sesama dan alam sekitarnya. Misalnya teroris yang membakar dan menghancurkan dengan bom yang menghancurkan sesama dan sarana dan prasarana yang menunjang kebutuhan dan kemajuan banyak orang. Sebaliknya orang yang terurapi Roh Kudus Tuhan senantiasa membawa sukacita, kegembiraan, harapan, kebahagiaan, serta keselamatan bagi sesama lintas batas yang dijumpainya dan dilayaninya.

Bacaan pertama menyampaikan ramalan yesaya tentang Mesias yang terurapi itu menjadi Raja penyelamat semua orang lintas batas.  Lintas batas yang dimaksud adalah bisa wilayah geografis, sekte, suku, agama dan bangsa, maupun kelompok kategorial tertentu. Dia diutus mewartakan khabar Gembira kepada kaum hina dina, melipur yang patah hati, membebaskan orang yang ditawan, memaklumkan tahun rahmat yang dianugerahkan Tuhan, dan saat pembalasan oleh Allah kita.  Dia diutus untuk menghibur semua yang berkabung, mewartakan kepada penduduk Sion yang meratap.
Perutusan Tuhan itu melibatkan tangan-tangan manusia sebagai tangan Allah yang kelihatan. Perutusan itu melibatkan pikiran-pikiran manusia sebagai pikiran Allah yang kelihatan. Perutusan itu melibatkan kaki-kaki manusia sebagai kaki Allah yang kelihatan. Perutusan itu melibatkan hati manusia sebagai hati Allah yang kelihatan. Perutusan itu melibatkan mata manusia sebagai mata Allah yang kelihatan. Perutusan itu melibatkan telinga manusia yang mendengarkan sebagai telinga Allah yang kelihatan.  Perutusan itu melibatkan tenaga-tenaga manusia sebagai kekuatan Allah yang kelihatan.
Seorang utusan dalam melaksanakan tugas perutusan itu berperan sebagai seorang hamba. Bacaan pertama menyebut utusan itu adalah “Hamba Allah yang Menderita”.  Keunikan penderitaan Hamba Allah terletak di dalam penderitaan yang dialaminya bukan karena kesalahan dan dosanya sendiri, tetapi karena dosa dan kesalahan orang lain. Hamba Allah menderita bukan untuk kepentingan pribadi tetapi untuk kepentingan bersama, kebaikan umum, kebenaran universal, serta keselamatan global. Derita Hamba Allah adalah sisi korban yang lahir dari cinta kepada kebaikan dan keselamatan banyak orang lintas batas.
Mazmur tanggapan mengemukakan Daud adalah Raja Yang  Terpilih yang DiurapiNya.  Kuasa Allah tetap menyertaiNya. Kekuatan Allah mengukuhkannya. Kerelaan Tuhan menyertainya. Kuasanya dibesarkanNya. Ia menyebut  Tuhan adalah Bapa-Allahnya, wadas kesejahteraannya. Raja Daud adalah Raja Pilihan Tuhan dan Tuhan senantiasa menyertainya dalam hidup dan kepemimpinannya. Kuasa Tuhan berdiam di dalam kepala, dada, ototnya yang senantiasa membawa keselamatan bagi semua orang lintas batas, sebagai identitasnya sebagai Raja Pilihan Tuhan, terurapi.

Mesias yang diramalkan dalam Kitab Nabi Yesaya terpenuhi di dalam Perjanjian Baru yaitu di dalam kebangkitan Tuhan Yesus dari alam maut. KebangkitanNya memproklamasikan bahwa Tuhan Yesus adalah Raja atas raja-raja bumi. KerajaanNya bersenjatakan cinta kasih semua orang langgar batas. KekuasaanNya alfa dan omega.  Misi KerajaanNya melibatkan para pendosa yang bertobat dan setia kepadaNya.  Hal ini dimuat di dalam bacaan kedua hari ini.
Nubuat Nabi Yesaya tentang Mesias yang terurapi dalam Perjanjian Lama terpenuhi secara eksplisit di dalam diri Tuhan Yesus seperti ada dalam Lukas 4 : 16 – 21. Yesus bersabda : “Roh Tuhan ada di atas-Ku, oleh sebab Ia telah menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus  Aku untuk memberikan pembebasan bagi orang-orang tahanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan bahwa tahun kesukaan Tuhan telah datang.” Kemudian Yesus bersabda lagi : “Pada saat ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarkannya.”

Orang yang diurapi Tuhan dipenuhi Roh Kudus dalam pikiran, perkataan dan perbuatannya yang senantiasa membawa keselamatan universal harapan semua golongan dan bangsa. Tetapi orang yang dipenuhi dengan roh setan senantiasa mengancam, mengganggu, merusak, menghancurkan sesama dan alam sekitar. Kita adalah orang-orang terurapi dalam sakramen Baptis dan sakramen Krisma. Sebagai diakon, imam dan uskup diurapi dengan Roh Kudus dalam Sakramen Tahbisan. Orang  yang terurapi memiliki identitas yang jelas yaitu kehadirannya senantiasa membawa keselamatan universal langgar batas. Orang yang diurapi Roh Kudus menjauhkan diri dari semua yang bernuansa kekerasan baik pada level psikologis, sosiologis mapun secara fisik.  Kehadiran kita di tengah dunia yang masih dililiti oleh terorisme dalam multidimensi yang mewarnai kehidupan lingkungan dunia, semestinya membawa kesaksian yang menunjukkan Roh Allah ada pada kita dengan setia mewartakan dan melaksanakan nilai-nilai kedamaian, kebenaran, kebaikan, keadilan, kejujuran kepada dunia. Orang yang tidak jujur terhadap diri, sesama dan terutama Tuhan, menyangkal Tuhan yang mengurapinya dengan Roh Kudus Allah. Namun nuraninya senantiasa bersuara dalam lubuk hati yang terdalam: “Tuhan Maha Tahu” (Mazmur 139).