Sabtu, April 20, 2013

CERITERA KEHIDUPAN SUKU BUNAQ DALAM PERSPEKTIF SUKU BUNAQ


                                      


RITUS ADAT “SI GIWITAR PAK”:
CERITERA TENTANG KEHIDUPAN SUKU BUNAQ


*P. Benediktus Bere Mali, SVD*


Ritus Adat "Si Por Pak atau Si Giwitar Pak" ini bercerita tentang kehidupan suku Bunaq di Asueman, Desa Aitoun, Kecamatan Raihat, Kabupaten Belu, Propinsi Nusa Tenggara Timur, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perekam ritus adat "Si Giwitar Pak” ini adalah P. Benediktus Bere Mali, SVD. Rekaman ini spontan saat pertama kali P. Benediktus Bere Mali, SVD menghadiri Ritus Adat "Si Giwitar Pak" pada hari Senin 3 September 2012 di Rumah Maria Bete Asa di Fatubenao - Atambua.
Ritus adat ini selalu dilakukan oleh Suku Bunaq di Asueman, ketika salah seorang penduduk Asueman meninggal dunia. Secara publik adat ini disebut sebagai satu bagian utama dari  Adat Kenduri Suku Bunaq di Asueman. Peristiwanya adalah kematian fisik tetapi maknanya adalah kehidupan manusia di dunia dan kehidupan selamanya di dunia seberang setelah kematian fisik. Saya lebih setuju adat ini berceritera tentang kehidupan suku Bunaq di dunia dan setelah di dunia ini. Hidup setelah di dunia ini disebut "Por Tama" yang artinya masuk ke dalam kehidupan selamanya para leluhur. Hidup di dunia disatukan dalam Rumah Adat Suku yang kelihatan secara fisik. Hidup sesudah hidup di dunia ini dalam persekutuan kehidupan para leluhur di Rumah Adat Abadi.
Ritus adat "Si Giwitar Pak" seperti yang terlihat di dalam video rekaman sederhana dan spontan dari perekam ini memuat dua ceritera yaitu ceritera hidup di dunia dan ceritera hidup setelah hidup di dunia ini. Ceritera  hidup di dunia mulai dari lahir sampai kematian fisik. Ceritera hidup setelah kematian fisik adalah hdiup di dalam persekutuan dengan para leluhur yang selalu bersukacita.
Ceritera tentang hidup di dunia diawali kelahiran sampai kematian fisik, disimbolkan di dalam materi-materi yang digunakan di dalam ritus adat "Si Por Pak" ini. Manusia lahir, ari-arinya dibersihkan dan kemudian disimpan di tempat yang aman damai, segar, dan luas pemandangan. Tempat penyimpanan itu adalah periuk tanah tempat mengisi ari-ari bayi dan ditempatkan di atas pohon beringin yang daunnya selalu hijauh dan rindang memberikan kesegaran yang baik bagi manusia yang baru lahir. Beringin juga mempunyai akar yang panjang-panjang menunjukkan usia yang panjang dari bayi yang ari-arinya disimpan di atas pohon Beringin. Pohon beringin tempat penyimpanan itu letaknya di atas bukit yang paling tinggi yaitu bukit Asueman, tempat yang memiliki pemandangan yang indah dan luas, tidak terkungkung oleh orang hidup seperti katak di dalam tempurung. Penyimpanan ari-ari itu disertai beberapa besi, simbol senjata dalam melindungi diri dari serangan musuh atau lawan. Ari-ari yang disimpan di dalam periuk tanah itu di simpan atau digantung pada cabang Bambu yang disimpan di atas pohon beringan dan diikat dengan akar pohon beringin. Akar pohon beringin itu panjang sebagai simbol usia yang panjang. Bambu yang digunakan mau menyatakan bahwa ilmu bambu semakin tinggi atau semakin tua usianya semakin merunduk ke tanah sebagai simbol kerendahan hati. Bambu juga adalah alat timba air sebagai simbol manusia menerima rahmat dari para leluhur dan rahmat itu diteruskan kepada setiap orang yang hidup bersama di sekitar. Bambu juga berakar kuat menjaga agar tanah tidak longsor di musim hujan. Bambu juga digunakan sebagai tangga bagi orang yang mengambil madu di pohon yang tinggi.  Bayi itu juga semestinya kelak menjadi tangga bagi orang lain untuk memperoleh sesuatu yang baik dan berguna.
Ritus adat ini tampakan bahan-bahan atau materi-materinya: ada daging, tali yang berasal dari akar beringin, ada besi-besi, ada uang, dan ada kapur. Tumpukan daging itu sesuai asal-asul suku. Seorang anggota suku yang meninggal, asal-asulnya tampak jelas dalam tumpukan daging-daging itu. Kalau tumpukan daging sepuluh berarti asal asul anggota suku yang meninggal itu berasal dari sepeuluh suku yang lain dalam sejarah kehidupannya. Daging itu ditumpuk secara merata dan seimbang bagi setiap  wakil dari suku-suku yang menjadi asal-asul dari seorang anggota suku yang telah meninggal dunia.
Daging itu mempunyai dua arti. Pertama daging adalah korban penebus kesalahan orang yang telah meninggal. Kedua daging adalah korban penebus dosa mereka yang masih hidup di dunia. Daging itu kemudian dibagikan kepada masing-masing suku yang menjadi asal usul kelahiran salah seorang anggota suku yang telah meninggal dunia.
Pesan tua adat dalam doanya sebelum mengakhiri doanya dalam ritus adat ini adalah kesetaraan, kedamaian, keadilan, persatuan, kerukunan dan persaudaran antara "MALU" dengan "AIBA'A". Malu adalah orang tua yang melahirkan AIBA'A sebagai anak  dalam perspektif Suku Bunaq di Asueman. Ritus adat Si Giwitar pak ini sesungguhnya ritus adat yang mengikat erat dan kokoh hubungan darah dalam sejarah kelahiran seorang anggota suku Bunaq yang barusan meninggal dunia.
Ritus adat ini mengantar anggota yang meninggal menuju kehidupan abadi dengan kehidupan para leluhur yang telah mendahuluinya, dalam kerukunan abadi, persekutuan abadi, kedamaian abadi, kebahagiaan abadi. Ritus adat ini juga membangun kembali kerukunan dan persaudaraan serta kedamaian antara hubungan MALU dengan AIBAA'A atau dalam bahasa Tetum "Feto Sawa Uma Mane".

Makan daging Adat Si Por Pak ini adalah makan daging persatuan, kemanusiaan, persaudaraan, kerukunan, kedamaian, kesetaraan, keadilan antara sesama manusia. Dengan demikian hidup manusia suku Bunaq di Asueman dalam nilai nilai universal tersebut baik dalam berpikir, berkata-kata dan bertindak. http://youtu.be/8tKpXxjdBfA

Kesalehan Personal dan Sosial



Homili Jumat 19 April 2013
Kis 9 : 1 – 20
Mzm 117
Yoh 6 : 52 - 59


KESALEHAN PERSONAL DAN KESALEHAN SOSIAL
*P. Benediktus Bere Mali, SVD*

Majalah Hidup 14 April 2013 halaman 50 menurunkan sebuah tulisan yang sangat menarik perhatian saya karena memuat tentang dua kesalehan yang bagaikan dua sisi mata uang yaitu kesalehan pribadi dan kesalehan sosial. Yang dimaksudkan dengan kesalehan pribadi adalah membersihkan diri di dalam  multidimensi bidang kehidupan yang mengelilingi kehidupannya terutama membentuk dirinya menjadi pribadi yang bermutu. Sedangkan kesalehan sosial adalah membersihkan sesama dan alam sekitar dalam segala bidang kehidupan supaya sesame dan alam sekitar menjadi yang berkualitas.  Latarbelakang tulisan tersebut lahir dari penulis yang melihat dan menemukan kecenderungan Gereja Katholik yang introvert tetapi melupakan peran  Gereja yang ekstrovert.  Tulisan itu bertujuan kembali membangkitkan kesadaran akan karakter Gereja yang introvert sekaligus ekstrovert atau misi ad intra sekaligus misi ad extra atau kesalehan personal sekaligus kesalehan sosial.

Bacaan pertama menampilkan tokoh Ananias memiliki dua kesalehan sekaligus. Kesalehan pribadinya tampil di dalam kedekatannya dengan Tuhan Yesus. Kesalehan sosialnya ditunjukkan dalam  perutusannya kepada Saulus dan membersihkan Saulus menjadi pribadi yang layak memiliki kedekatannya dengan Tuhan Yesus dan itu dinyatakan di dalam pertobatannya. Saulus menganiayah sesama manusia pengikut Yesus, kemudian berkat bantuan Ananias  Saulus berjalan meninggalkan manusia lama Saulus menuju manusia baru Paulus misionaris handal Tuhan Yesus.  

Pribadi yang memiliki kesalehan sosial sekaligus kesalehan personal memiliki kekuatannya yang bersumber dari Ekaristi Kudus. Yesus bersabda “Akulah Roti Hidup. Akulah Air Hidup. Barangsiapa makan dagingKu dan minum darahKu ia akan mengalami kehidupan yang kekal”.   Yesus adalah makanan rohani setiap hari bagi kita. Ekaristi yang kita rayakan setiap hari adalah sumber makanan jiwa kita. Kesetiaan kita menerima makanan jiwa setiap hari menunjukkan kita peduli dan setia pada kekekalan kehidupan jiwa kita.  Sebaliknya kealpaan kita menghadiri Ekaristi Kudus membuat kita selalu lapar akan makanan jiwa dan akan membawa kematian jiwa. Maka seorang imam tertahbis senantiasa menyediakan makanan jiwa di dapur altar Ekaristi Kudus setiap hari bagi umat yang Tuhan percayakan kepadanya. Setiap imam yang alpa misa secara sengaja membiarkan jiwa jemaat yang Tuhan percayakan, hidup merana bahkan jiwanya akan mengalami kematian.
Kita setiap hari berjuang memiliki kesalehan personal sekaligus kesalehan sosial. Keduanya kita perhatikan agar kesalehan kita tidak mengalami kepincangan di atas jalan panggilan kita sebagai orang Katolik. Pusat kekuatan kesalehan personal dan kesalehan sosial adalah Ekaristi Kudus.  Maka seorang Katolik yang mencintai diri dan sesama, mencintai hidup pribadi dan sesama untuk mengalami usia hidup panjang, dan bahkan abadi kehidupan jiwanya, ia semestinya setiap memakan makanan jiwa setiap hari secara teratur disiplin dan setia mengikuti Sakramen Ekaristi Kudus yang setiap hari dirayakan oleh seorang imam tertahbis.

Homili Jumat 19 April 2013

Homili Jumat 19 April 2013
Kis 9 : 1 – 20
Mzm 117
Yoh 6 : 52 - 59


KESALEHAN PERSONAL DAN KESALEHAN SOSIAL
*P. Benediktus Bere Mali, SVD*

Majalah Hidup 14 April 2013 halaman 50 menurunkan sebuah tulisan yang sangat menarik perhatian saya karena memuat tentang dua kesalehan yang bagaikan dua sisi mata uang yaitu kesalehan pribadi dan kesalehan sosial. Yang dimaksudkan dengan kesalehan pribadi adalah membersihkan diri di dalam  multidimensi bidang kehidupan yang mengelilingi kehidupannya terutama membentuk dirinya menjadi pribadi yang bermutu. Sedangkan kesalehan sosial adalah membersihkan sesama dan alam sekitar dalam segala bidang kehidupan supaya sesame dan alam sekitar menjadi yang berkualitas.  Latarbelakang tulisan tersebut lahir dari penulis yang melihat dan menemukan kecenderungan Gereja Katholik yang introvert tetapi melupakan peran  Gereja yang ekstrovert.  Tulisan itu bertujuan kembali membangkitkan kesadaran akan karakter Gereja yang introvert sekaligus ekstrovert atau misi ad intra sekaligus misi ad extra atau kesalehan personal sekaligus kesalehan sosial.

Bacaan pertama menampilkan tokoh Ananias memiliki dua kesalehan sekaligus. Kesalehan pribadinya tampil di dalam kedekatannya dengan Tuhan Yesus. Kesalehan sosialnya ditunjukkan dalam  perutusannya kepada Saulus dan membersihkan Saulus menjadi pribadi yang layak memiliki kedekatannya dengan Tuhan Yesus dan itu dinyatakan di dalam pertobatannya. Saulus menganiayah sesama manusia pengikut Yesus, kemudian berkat bantuan Ananias  Saulus berjalan meninggalkan manusia lama Saulus menuju manusia baru Paulus misionaris handal Tuhan Yesus.  

Pribadi yang memiliki kesalehan sosial sekaligus kesalehan personal memiliki kekuatannya yang bersumber dari Ekaristi Kudus. Yesus bersabda “Akulah Roti Hidup. Akulah Air Hidup. Barangsiapa makan dagingKu dan minum darahKu ia akan mengalami kehidupan yang kekal”.   Yesus adalah makanan rohani setiap hari bagi kita. Ekaristi yang kita rayakan setiap hari adalah sumber makanan jiwa kita. Kesetiaan kita menerima makanan jiwa setiap hari menunjukkan kita peduli dan setia pada kekekalan kehidupan jiwa kita.  Sebaliknya kealpaan kita menghadiri Ekaristi Kudus membuat kita selalu lapar akan makanan jiwa dan akan membawa kematian jiwa. Maka seorang imam tertahbis senantiasa menyediakan makanan jiwa di dapur altar Ekaristi Kudus setiap hari bagi umat yang Tuhan percayakan kepadanya. Setiap imam yang alpa misa secara sengaja membiarkan jiwa jemaat yang Tuhan percayakan, hidup merana bahkan jiwanya akan mengalami kematian.
Kita setiap hari berjuang memiliki kesalehan personal sekaligus kesalehan sosial. Keduanya kita perhatikan agar kesalehan kita tidak mengalami kepincangan di atas jalan panggilan kita sebagai orang Katolik. Pusat kekuatan kesalehan personal dan kesalehan sosial adalah Ekaristi Kudus.  Maka seorang Katolik yang mencintai diri dan sesama, mencintai hidup pribadi dan sesama untuk mengalami usia hidup panjang, dan bahkan abadi kehidupan jiwanya, ia semestinya setiap memakan makanan jiwa setiap hari secara teratur disiplin dan setia mengikuti Sakramen Ekaristi Kudus yang setiap hari dirayakan oleh seorang imam tertahbis.

Jumat, April 19, 2013

Merasakan Adat Tais Hota Suku Bunaq Aitoun


*P. Benediktus Bere Mali, SVD*

 Di antara sekian banyak orang yang memberi makan kepada bayi hanya ibu yang mengandung dan melahirkan sebagai orang pertama yang memberikan makanan berupa ASI kepada sang bayinya. Di antara sekian banyak orang yang memberikan penginapan kepada bayi hanya seorang ibu yang pertama dan utama memberikan penginapan paling nyaman di dalam rahimnya. Di antara sekian banyak orang yang memberikan pakaian kepada seorang bayi hanya seorang ibu yang pertama-tama memberikan  rahim yang merahiminya.
Makanan, pakaian, dan perumahan adalah kebutuhan pokok manusia sejak hari pertama hidup di dalam rahim ibu sampai akhir hidupnya. Makna terdalam dari ketiga kebutuhan itulah yang dirayakan di dalam ritus adat TAIS HOTA suku Bunaq Aitoun. 

Kata tais hota memiliki makna denotatif dan juga makna konotatif. Secara denotatif kata tais berarti kain dan hota berarti memberi. Tais hota berarti memberi kain. Itu arti yang terjadi begitu saja. Tetapi ketika sudah dalam konteks adat maka sudah ada intensi adat atau tradisi yang berlaku dalam masyarakat itu. Konteks itu membentuk makna konotatif atau makna tingkat kedua setelah makna pertama atau dasar atau makna denotatif. Secara konotatif adat tais hota berarti memberi kain secara adat dari pihak pertama kepada pihak kedua dengan intensi pihak pertama menjualnya kepada pihak kedua yang akan membeli melalui tawar-menawar dalam jual-beli kain adat dalam konteks adat. Pihak penjual adalah pihak anggota rumah suku MALU sedangkan Pihak Pembeli adalah Rumah Suku AIBA'A. Ini proses jual beli dalam konteks adat maka cara menjual dan membeli sudah ada takaran secara adat dari kedua pihak yang bersangkutan yang terikat oleh adat.  

 Ritus adat tais hota adalah ritus adat yang membangkitkan kembali ingatan akan asal usul setiap anggota suku Bunaq. Setiap anak suku Bunaq lahir dalam keadaan telanjang.  Lembaran kain adat sudah disiapkan kedua orang tua untuk mentupi tubuh bayi yang lahir dalam keadaan telanjang.  Ritus adat Tais hota membangkitkan kembali penghormatan anak terhadap orang tua. Anak mengucap syukur kepada orang tua yang melahirkan dalam keadaan telanjang kemudian orang tua menyiapkan kain adat sebagai penutup badan bayi anak yang baru lahir.

Siapakah yang dimaksud dengan anak dan orang tua dalam Ritus Adat Tais Hota?  Pertama-tama orang tua dan anak yang dimaksud adalah orang tua kandung yang melahirkan kita sebagai anak. Ritus adat kematian membangkitkan kesadaran atau ingatan penuh bahwa setiap orang bukan jatuh dari langit atau tumbuh dari dalam tanah, tetapi dikandung dan dilahirkan oleh seorang ibu. Setiap orang melalui adat ini menghormati orang tua yang melahirkan secara adat.
Dalam konteks adat, maka kedua orang tua yang dimaksud adalah MALU dan yang dimaksud dengan anak adalah AIBA'A. Ritus adat Tais Hota adalah ritus menghormati anak terhadap orang tua. Ritus abadi saling menghormati antara Malu dengan AIBA'A. Bentuk penghormatan itu secara nyata. MALU menyediakan kain adat. AIBA'A membeli Kain Adat. RUMAH SUKU MALU YANG MELAHIRKAN RUMAH SUKU AIBA'A.
Pembeli membeli Kain adat yang dijual dengan Harga Persaudaraan dan penghormatan. Tais Hota membangkitkan ikatan persaudaraan abadi bukan konflik abadi. Denga  demikian maknanya sangat mendalam bagi kedua pihak Rumah Suku MALU dan rumah suku AIBA'A. 

Tais Hota khas SUKU BUNAQ AITOUN disaksikan sendiri oleh penulis di Rumah adat kenduri bagi Maria Bete Asa pada Senin 3 September 2012. 
Tais Hota adalah satu bagian penting dari ritus adat kenduri Suku Bunaq. Adat kenduri ini selalu disebut sebagai adat kematian. Sebutan ini kurang tepat. Mengapa? Karena Kenduri Suku Bunaq bukan berpuncak pada kematian tetapi menuju kehidupan. Kehidupan di dunia menuju kehidupan setelah kematian. Maka bagi penulis adat kenduri Suku Bunaq adalah bukan adat kematian tetapi awal kehidupan abadi. Ritus adat kenduri secara ringkas membangun kehidulan damai bagi anggota rumah suku yang masih hidup di dunia dan hidup bahagia abadi bagi anggota yang adat kendurinya dilakukan dalam hal ini ADAT TAIS HOTA adalah satu bagian dari keseluruhan adat kenduri suku Bunaq Aitoun. ***



Daftar Pustaka



A.A. Bere Tallo. (1978), Adat Istiadat dan Kebiasaan Suku Bangsa Bunaq di Lamaknen-Timor Tengah, Weluli, 7 Juli 1978


Mali, Benediktus Bere, Wolor, John (ed). (2008). Kembali ke Akar . Jakarta: Cerdas Pustaka Pub..

Makna Ritus Adat TAIS HOTA ASUEMAN SUKU BUNAQ

TAIS HOTA :
BANGUN PERSAUDARAAN ABADI
BUKAN KONFLIK

*P. Benediktus Bere Mali, SVD*

Ritus adat tais hota adalah ritus adat yang membangkitkan kembali ingatan akan asal usul setiap anggota suku Bunaq. Setiap anak suku Bunaq lahir dalam keadaan telanjang.  Lembaran kain adat sudah disiapkan kedua orang tua untuk mentupi tubuh bayi yang lahir dalam keadaan telanjang.  Ritus adat Tais hota membangkitkan kembali penghormatan anak terhadap orang tua. Anak mengucap syukur kepada orang tua yang melahirkan dalam keadaan telanjang kemudian orang tua menyiapkan kain adat sebagai penutup badan bayi anak yang baru lahir.
Siapakah yang dimaksud dengan anak dan orang tua dalam Ritus Adat Tais Hota?  Pertama-tama orang tua dan anak yang dimaksud adalah orang tua kandung yang melahirkan kita sebagai anak. Ritus adat kematian membangkitkan kesadaran atau ingatan penuh bahwa setiap orang bukan jatuh daru langit atau tumbuh dari dalam tanah, tetapi dikandung dan dilahirkan oleh seorang ibu. Setiap orang melalui adat ini menghormati orang tua yang melahirkan.
Kedua yang dimaksud dengan orang tua adalah MALU dan yang dimaksud dengan anak adalah Aiba'a. Ritus adat Tais Hota adalah ritus menghormati anak terhadap orang tua. Ritus abadi saling menghormati antara Malu dengan Aiba'a. Bentuk penghormatan itu secara nyata. MALU menyediakan kain adat. AIBAA membeli Kain Adat. Pembeli membeli Kain adat yang dijual dengan Harga Persaudaraan dan penghormatan. Tais Hota membangkitkan ikatan persaudaraan abadi bukan konflik abadi. Setiap orang boleh mengambil makna dengan melihat video TAIS HOTA berikut.
Tais Hota khas Aueman SUKU BUNAK di Rumah Maria Bete Asa pada Senin 3 September 2012. Perekam P. Benediktus Bere Mali SVD.  Lihat Adat Tais Hota  1- 17 di Youtobe : http://youtu.be/WbyAFqGMxUg   dan http://youtu.be/kPC9JU7L-9g
Tais Hota adalah satu bagian penting dari ritus adat kenduri Suku Bunaq. Adat kenduri ini selalu disebut sebagai adat kematian. Sebutan ini kurang tepat. Mengapa? Karena Kenduri Suku Bunaq bukan berpuncak pada kematian tetapi menuju kehidupan. Kehidupan di dunia menuju kehidupan setelah kematian. Maka bagi saya adat kenduri Suku Bunaq adalah bukan adat kematian tetapi adat kehidupan.