TULUS MEMBERI
Mg Biasa XXXII : 1Raj
17:10-16; Ibr 9:24-28; Mrk 12: 38-44
Misa Harian, Minggu 11
Nopember 2012
Di Soverdi St. Arnoldus
Surabaya
(Rm. Benediktus Bere
Mali, SVD)
Kita
hidup di antara aneka manusia dengan karakternya yang beraneka warna. Ada orang
yang sangat bermurah hati, ada orang yang sangat pelit, ada orang yang sangat
egois, ada orang yang menumpuk harta kekayaannya, ada orang yang tulus dalam
memberikan kepada Tuhan dan sesama.
Di antara sekian banyak karakter
manusia itu kita diingatkan kembali oleh Gereja pada hari ini dengan
mengutamakan yang paling utama di dalam hidup. Hidup kita ini diberikan secara
gratis atau cuma-cuma dari yang empunya hidup dan kehidupan, karena itu kita
pun secara tulus penuh kasih memberikan hidup kepada sesama yang hidupnya
terancam oleh maut dan kematian. Tuhan memberikan semua yang kita miliki saat ini dalam
keihlasan dan ketulusanNya. Pemberian
itu berupa fisik dan harta yang kita miliki. Tuhan menitipkan miliknya kepada
kita untuk berbagi dengan sesama, secara tulus dan ikhlas pula.
Pikir-pikir benar juga. Kita boleh kerja
keras dua puluh empat jam, belajar keras dua puluh empat jam, tetapi tanpa
campur tangan Tuhan, hasilnya nihil, kerjanya
sia-sia. Hanya karena Berkat Tuhan ada di dalam diri dan karya-karya kita, kita
memperoleh hasil pekerjaan yang baik dan benar untuk memenuhi kebutuhan kita
setiap hari, dan untuk berbagi dengan sesama yang berkekurangan, agar mereka
juga senantiasa berkecukupan.
Sikap berbagi secara tulus, sikap
memberikan secara tulus, itu seperti
apa? Walaupun tinggal satu saja yang kita miliki untuk mempertahankan hidup
kita, pada saat yang sama, ada orang yang sama sekali tidak mempunyai apa-apa
untuk mempertahankan hidupnya, kita harus membagi dan atau memberikan yang satu
itu untuk hidupnya.
Memberikan secara tulus ada unsur korbannya.
Keyakian iman akan korban Tuhan Yesus memberikan segalanya secara Tulus kepada
kita adalah dasar pemberian Tulus dari kita kepada sesama. Kita yakin bahwa memberi
hidup kepada sesama adalah memberikan yang terbaik kepada Tuhan yang memberikan
hidup kepada kita.
Saya sangat tersentuh oleh kisah
berikut tentang memberikan hidup seorang ibu kepada anaknya, yang saya undu
pada hari ini Minggu 11 Nopember 2012 di web ini :
Kisah Mengharukan :Kisah Ibu Buta dan Anaknya
Ibuku buta sebelah matanya, aku sangat malu
dan sangat membencinya. Dia memasak dikantin sekolah untuk murid-murid dan
guru-guru guna mencukupi kebutuhan dirinya dan diriku. Suatu hari saat aku
masuk sekolah dia mendatangiku dan mengucap salam kepadaku. Aku begitu malu
didepan teman-temanku, bagaimana dia bisa melakukan itu kepadaku dihadapan
teman-temanku. Lalu aku abaikan dia dan melemparkan pandangan benci kepadanya
sambil berlari.http://ladjunewsonline.blogspot.com
Besoknya salah seorang temanku mengejekku
dengan berkata "heh ibumu hanya punya sebelah mata" Saat itu ingin mati aku rasanya, dan ingin ibuku
itu hilang dan pergi dari kehidupanku. Lalu aku bertengkar dengan ibuku seraya
mengatakan: "kalau ibu hanya menjadi bahan tertawaan teman-temanku mengapa
ibu tak mati saja" Ibuku hanya diam dan tak menjawab makian yang aku
tujukan kepadanya.Aku sama sekali tak memikirkan apa yang aku katakan
kepadanya, karena saat itu aku sangat marah kepadanya karena memendam rasa
malu. Dan aku juga tidak memperdulikan perasaannya terhadap makianku itu
Rasanya aku ingin keluar dari rumah ibuku. Jadi aku belajar dengan rajin agar aku dapat beasiswa keluar
negeri dan meninggalkan ibuku yang buta itu.
Setelah lama berselang aku menikah, kubeli rumah dan aku hidup bahagia dengan
mempunyai dua anak. Suatu waktu ibuku mengunjungiku, karena sudah
bertahun-tahun dia tidak menemuiku dan tidak pernah bertemu dengan cucunya.
Ketika dia memberi salam dan istriku membukakan pintu lalu anak-anakku
menertawakannya kemudian takut karena melihat wajahnya yang hanya dengan satu
mata. Lalu aku menemuinya diluar dan berteriak kepadanya: "betapa beraninya
kamu kerumahku dan menakut-nakuti anak-anakku, pergi dari sini sekarang
juga" Ibuku hanya menjawab: " Maaf saya salah alamat dan kemudian dia
pun pergi"
Suatu waktu ada undangan reuni sekolah dikirimkan kerumahku. Jadi aku berbohong
kepada istriku dan aku bilang ada dinas keluar kota kepadanya. Usai reuni aku
mampir kekampungku hanya untuk sekedar rasa ingin tahu. Kemudian salah seorang
tetanggaku mengatakan kepadaku bahwa ibuku telah meninggal dunia
Aku tak terharu ataupun meneteskan airmata. Lalu tetanggaku itu menyerahkan
sepucuk surat dari ibuku untukku. Lalu aku pun membuka dan membacanya:
Anakku tersayang, aku
memikirkanmu setiap saat. Maafkan aku telah datang kerumahmu dan menakut-nakuti
anak-anakmu. Aku kerumahmu karena kangen dan ingin melihat cucuku. Walaupun
kamu mengusirku tapi aku senang dapat melihatmu dan anak-anakmu. Dan aku sangat
bergembira setelah aku dengar engkau mau datang reuni. Tapi sayangnya aku tidak
bisa bangkit dari tempat
tidurku untuk melihatmu. Anakku, maafkan aku yang telah membuatmu malu sewaktu
kita masih bersama. Ketahuilah anakku, sewaktu kau masih kecil kau mengalami
kecelakaan yang membuatmu kehilangan sebelah matamu. Sebagai seorang ibu aku
tidak bisa mendiamkan kamu tumbuh hidup hanya dengan satu mata saja. Jadi aku
donorkan mataku yang sebelah untukmu. Aku sangat bangga pada anakku yang telah
memperlihatkanku dunia baru untukku ditempatku dengan mata itu.
Bersama dengan cintaku.
IBUMU
Sungguh sebuah
penyesalan yang amat sangat apabila kita mendapati ibu kita meninggal tetapi
kita belum berbuat baik ataupun memberikan
keinginan yang di inginkan ibu kita.
Kisah ini ada persamaan dengan inti
bacaan-bacaan suci pada hari ini. Isinya sama yaitu memberi dengan Tulus kepada
sesama. Ibu yang buta karena memberikan
matanya kepada anaknya yang buta karena celaka. Kini anaknya memiliki mata yang
lengkap. Pemberian Ibu itu lahir dari sikap berkorbannya tanpa mata sebelah
atau hanya memiliki satu mata. Ibu itu memberi dengan tulus kepada anaknya
tanpa mengharapkan balasan dari anaknya. Adalah Ibu yang luar biasa memberikan
mata kasih, perhatian, pengorbanan kepada anaknya tanpa pamrih. Ibu itu memberi
kesempurnaan mata kepada anaknya tanpa mengharapkan balasan dari anaknya.
Perempuan Sarfat pun sama. Ia memberikan
makanan yang hanya tersedia untuk dirinya, kemudian rela berbagi dengan Elia
yang meminta kepadanya. Pada hal Roti dan minyak yang dimiliki Perempuan Sarfat
itu adalah hanya untuk satu kali makan.
Setelah makan yang terakhir, perempuan Sarfat itu tidak punya apa-apa lagi
untuk mempertahankan hidupnya. Sangat menegangkan, bahwa justru pada saat itu,
Perempuan Sarfat berbagi makanan dengan Elia yang membutuhkannya. Perempuan
Sarfat berbagi dengan hati yang tulus dan ikhlas serta dihiasi pengorbanan yang
luar biasa.
Perempuan Janda di dalam bacaan
Injil juga memberikan persembahan kepada Tuhan dengan Tulus dan ikhlas.
Pemberian itu lahir dari kekurangannya bahkan seluruh nafkahnya. Mempersembahkan
seluruh nafkahnya kepada Tuhan berarti memberikan hidupnya secara utuh kepada
Tuhan, yang juga dihiasi kasih dan pengorbanan.
Bagi saya Ibu yang buta, Ibu
Sarfat, Ibu Janda itu memiliki sebuah paradigma iman yang sama. Persamaan
pandangan ketiga ibu itu adalah mereka yakin dan percaya bahwa semua yang
mereka miliki berasal dari sang empunya segala sesuatu yaitu Allah
sendiri. Allah memberikan kepada mereka
harta kekayaan, materi, fisik dan apapun yang ada pada mereka. Allah menitipkan
semuanya itu kepada mereka agar mereka membagikannya dan memberikannya kepada
sesama yang berkekurangan agar mereka juga berkecukupan. Pemberian itu tulus
dari Allah kepada mereka dan mereka diutus untuk memberikan secara tulus kepada
sesama yang membutuhkannya.
Pusat iman Kepada Tuhan Sang Pemberi
adalah Yesus yang memberikan diriNya kepada kita untuk menyelamatkan semua
orang. Tuhan memberikan seluruh diriNya secara utuh, dalam derita dan
pengorbanan di Kayu Salib untuk kita memiliki keselamatan yang lahir dari pemberian Tulus kepada kita.
Kini Tuhan mengutus kita untuk memberi secara tulus kepada sesama yang
membutuhkan pertolongan, bantuan, cinta dan perhatian kita, di dalam karya
nyata setiap hari.
Kita barangkali di rumah kita, ada
orang tua atau saudara atau nenek atau kakek yang sakit. Biasanya orang sakit itu meminta yang aneh-aneh
dan ganjil, di mata kita manusia sehat
atau belum sakit. Di saat itu bel atau lonceng atau waktu ujian ketulusan melayani mereka dimulai.
Pertanyaan pertama: apakah kita tulus melayani orang sakit di rumah kita? Kalau kemarin kita belum tulus melayani
mereka yang sakit yang membutuhkan yang aneh-aneh, maka hari ini kita harus
memiliki ketulusan dalam melayani orang sakit.
Kita juga barangkali berhadapan
dengan anak kita yang nakalnya luar biasa dan mendatangkan aneka persoalan dan
kesulitan di dalam hidup kita. Apakah kita memberikan hati yang tulus dengan
penuh cinta dan pengorbanan, menyelamatkan anak-anak di dalam keluarga. Kalau
dulu kita kurang tulus, maka saat ini kita harus tulus melayani dan
menyelamatkan keluarga kita.