Minggu, November 18, 2012

Kotbah Misa Hari Minggu, 18 November 2012



SABDA TIDAK AKAN BERLALU
Mg Biasa XXXIII, 18 November 2012:
Dan 12:1-3;Ibr 10:11-14.18; Mrk 13:24-32
Misa di Soverdi Surabaya

P. Benediktus Bere Mali, SVD

Pagi ini saya membaca buku Filsafat Psikologi, Audifax, Pustaka Book Publisher, 2010, hal.7. Ada kalimat yang menyentuh sekali yang tertulis sebagai berikut: “Setiap buku (kata, sabda, firman, tulisan) memiliki jiwa. Maka itulah Roland Barthes mengatakan The Aothor is  Dead. Artinya, ketika sebuah buku (kata, sabda, firman, tulisan) sampai ke tangan pembacanya, maka sang author (penulis) telah kehilangan authority atas makna dari apa yang saya tulis. Authority pemaknaan tulisan saya sekarang ada di tangan Anda sebagai pembaca dan disitulah “jiwa” dari buku (kata, sabda, firman, tulisan)  saya hidup. “Jiwa” dari sebuah buku (kata, sabda, firman, tulisan) hidup dari kepala ke kepala pembacanya. “ Tulisan tegak dalam kurung adalah tambahan kami.

Setiap kali kita mengikuti Ekaristi Kudus, kita selalu mendengarkan Sabda Allah yang menyelamatkan.  Kita mendengar Sabda, dengan iman kita memberikan makna atas Firman Tuhan yang kita terima dengan kepala /otak dan hati/dada.

Makna Sabda Allah itu yang menjadi modal kekuatan bagi kita menjalani kenhidupan nyata setiap hari.  Makna Firman Tuhan adalah sumber energi bagi kita dalam bertindak dan berperilaku. Jiwa Sabda Allah selalu ada dan hidup di dalam kepala dan dada para beriman. Maka tepat sekali tulisan Sabda Allah hari ini  Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu.” Sabda Yesus senantiasa actual sepanjang jaman. Pesan Sabda Tuhan selalu kontekstual.  

Sabda Yesus itu disampaikan dalam konteks datangnya akhir zaman. Kapan persisnya kedatangan saat itu tak seorang pun yang tahu. Hanya Bapa yang tahu. Hanya Allah yang tahu. Maka bagi kita bukan bertanya tentang kapan tiba saa itu tetapi yang menjadi pertanyaan bagi kita adalah apakah kita selalu siap diri pada setiap saat dan setiap tempat untuk menyambut kedatangan akhir zaman? Jawabannya jelas. Kita selalu waspada. Kita selalu siap diri untuk datangnya akhir zaman itu.
                                                 
Saya mengerti akhir zaman itu adalah saat kematian tiba. Kematian manusia ada dalam tangan Tuhan. Kematian itu adalah pintu yang harus dilewati setiap orang menuju surga. Keselamatan di Surga adalah janji Tuhan kepada kita manusia yang beriman kepadaNya. Yesus adalah satu-satunya jalan kebenaran dan kehidupan. Hanya dalam nama Yesus ada keselamatan. Janji ini memberikan harapan akan masa depan yang bahagia. Maka pada saat ini kita selalu setia dan taat pada Sabda Yesus sumber keselamatan kita dan pusat kebahagiaan kita di surga. Taat dan Setia pada Sabda Yesus di dunia nyata ini berarti kita mulai menghadirkan surga di dalam diri, hati, komunitas kita.



Sabtu, November 17, 2012

Wisuda EGIDIUS MAU, S.Pd, Kotbah Misa Harian, Sabtu 17 November 2012



MENEMUKAN IMAN DI BUMI

3Yoh 1:5-8; Luk 18:1-8
Kotbah Misa Harian,
Sabtu 17 Nopember 2012.
Di Soverdi Surabaya.

(P. Benediktus Bere Mali, SVD)



Negara Indonesia adalah bangsa religius. Mengapa Indonesia disebut bangsa religius ? Karena di setiap tempat ditemukan banyak tempat berdoa. Di setiap POM BENSIN tersedia tempat berdoa. Di Provinsi NTT kita akan menemukan Gereja di setiap Kabupaten, Kota Kecamatan, Desa, bahkan sampai dusun. Di Pulau Jawa, di setiap wilayah ditemukan tempat sembahyang. Di Pulau Dewata, senantiasa  ditemukan tempat sembahyang di setiap sudut kota dan tepi jalan dan setiap kediaman.



Banyak tempat sembahyang atau banyak tempat berdoa, dan banyak orang yang berdoa di tempat berdoa, menunjukkan bahwa orang Indonesia adalah orang yang beriman dan hidup sesuai dengan ajaran imannya yang pada dasarnya untuk menyelamatkan diri, sesama dan alam sekitarnya.  



Lantas dalam konteks ini muncul Sabda Yesus dalam Injil hari ini: "Adakah Iman di Bumi?" Atau saya katakan, adakah iman di bumi Indonesia?


Pertanyaan ini dàpat dijawab dengan dua jawaban yang mengungkapkan realitas bumi Indonesia. Jawaban itu adalah ada iman di bumi Indonesia tetapi juga jawaban itu adalah tidak ada iman di bumi Indonesia. Mengapa jawabannya demikian?



Iman ditemukan di Indonesia karena ada bermacam-macam agama dan tempat sembahyang di bumi Indonesia. Ada banyak orang yang hidup baik dan benar serta berhikmat di tanah air Indonesia.



Tetapi Iman tidak ada di bumi Indonesia karena ada banyak koruptor di Indonesia. Wajah berita koran dan televisi lebih banyak menampilkan wajah bangsa Indonesia yang korup sebagai ekspresi wajah bangsa yang tanpa iman. Wajah berita koran dan televisi sangat minim menampilkan wajah Indonesia yang beriman dengan memberitakan berita di koran dan televisi tentang kejujuran, kebaikan dan kebenaran serta hikmat yang dirindukan masyarakat umum.



Dalam konteks Indonesia yang berwajah dua itu, apakah wajah Gereja Katolik menampilkan wajah yang jujur, transparan, adil, baik, benar, dan penuh hikmat?



Misi Allah adalah misi kejujuran, kebenaran, kebaikan, dan hikmat melintas batas. Maka Gereja perlu menyetir misinya selalu pada jalur misi Allah. Untuk itu perlu pertemuan berkala, mengevaluasi misi Gereja, dan tetap kembali berjalan pada misi Allah yang selalu dinamis dalam caranya kontekstual, tetapi isi imannya selalu sama dalam alfa dan omega. Dengan demikian iman selalu ada di bumi. Iman selalu ada di dalam hati manusia. Iman selalu ada di dalam Gereja.

Kamis, November 15, 2012

Kotbah Misa Harian, Jumat 16 November 2012



 PANTASKAN KONDISI UNTUK TUHAN

2Yoh 4-9; Luk 17:26-37
Kotbah Misa Harian, Jumat, 16 November 2012
Di Soverdi Surabaya


P. Benediktus Bere Mali, SVD

Kondisionalisme memanggungkan pembangunan kondisi sebagai yang paling penting dan paling utama bagi perkembangan kemajuan kualitas sumber daya manusia.


Misalnya penyediaan perpustakaan yang terlengkap baik manual maupun online bagi pelajar dan mahasiswa dengan biaya yang murah agar setiap pelajar dan mahasiswa mengakses pengetahuan sebanyak-banyaknya untuk menggandakan ilmu pengetahuannya. Memberikan kedisplinan terhadap aturan yang ketat bagi pelajar dan mahasiswa dalam belajar, bekerja, olahraga. Menyediakan sarana, dan parasarana yang lengkap bagi proses belajar mengajar di sekolah atau perguruan tinggi. Singkat kata, menciptakan kondisi sedemikian rupa agar kualitas sumber daya manusia tercapai.


Peribahasa yang merangkumkan sebuah kondisi tercipta untuk sesuatu bisa terjadi, adalah sebagaimana yang disabdakan Tuhan dalam Injil hari ini adalah : " Di mana ada mayat, di situ ada burung Nazar." Ini berarti bahwa sesuatu akan terjadi apabila kondisi-kondisi yang diperlukan untuk itu dipenuhi.


Hal ini bagi kita berarti bahwa Allah akan mengutus Yesus lagi pada waktu yang dianggapNya baik. Kita tidak dapat mengetahui waktu yang ditentukan itu, kita tidak berani berspekulasi untuk itu.

Kita harus hidup sedemikian rupa, dengan penuh kewaspadaan, sehingga kapanpun Ia datang, entahkah pada waktu pagi, tengah hari atau malam, Ia akan menemukan kita siap menyambut kedatanganNya.


Artinya bahwa di sini kita tidak mempersoalkan waktu kapan Tuhan datang, kapan kematian datang, kapan akhir zaman datang atau tiba. Paling penting adalah kita mengutamakan menyiapkan kondisi yang selalu layak setiap saat dalam setiap tempat bagi kedatangan Tuhan, bagi kepergian kita kepada Tuhan. Kita selalu berjalan di jalan Tuhan di setiap saat dalam setiap waktu. Kondisi yang selalu sesuai kehendak Allah itulah yang harus kita utamakan dalam setiap detik dalam setiap tempat, karena itulah yang menyelamatkan kita.

SUKU BUNA' DI TIMOR TENGAH



SASTERA SUKU BUNA’
DI TIMOR TENGAH

P. Benediktus Bere Mali, SVD


Di Soverdi ST. ARNOLDUS SURABAYA, Minggu Pesta Keluarga Kudus dari Nazareth 28 Desember 2008 Pukul 17.30 – 20.00 WIB, P. Benediktus Bere Mali, SVD merekam Penjelasan Isi Ringkas Buku BEI GUA yang ditulis oleh Louis Berthe. Hasil ringkasan isi buku itu disampaikan oleh P. PIENIAZEK Josef SVD secara lisan, setelah beliau membaca Buku BEI GUA berbahasa Prancis selama dua Minggu. Hasil ringkasan itu kemudian direkam dan ditulis kemudian diedit oleh P. PIENIAZEK Josef SVD, lalu menghasilkan Ringkasan Final sebagai berikut.

Kami melakukan hal ini karena kami sendiri belum dapat berbahasa Perancis. Usah kecil ini merupakan sebuah perbuatan mulia yaitu Menata Mutiara Arema yang tercecer merupakan tugas dan tanggungjawab setiap putera dan puteri "AREMA" arek-arek Marae", anak-anak Suku Buna’. Isi Buku ini sebagai titik berangkat bagi setiap "AREMA" menata Kekayaan Budaya yang tercecer.

Louis Berthe mengadakan penelitian dua tahap.Tahap pertama 1957 –1959, kurang lebih 14 bulan. Tahap kedua 1966. Buku BEI GUA ini diterbitkan pada 1972. Claudine Friedberg, Isteri Louis Berthe yang menerbitkannya. Menurut catatan kritis Claudine Friedberg, isteri Louis Berthe ini, teks yang dikumpulkan dalam BUKU BEI GUA itu tidak lengkap. Nyanyian-nyanyian tentang asal-usul suku Buna’ itu dilagukan atau didaraskan oleh penyanyi khusus dalam Suku Buna’ yang dilaksanakan pada pesta-pesta besar yaitu penguburan atau kematian dan pada pesta panen.

Ada banyak cerita mitos dalam Buku BEI GUA ini yang tidak dikenal atau belum dimengerti kecuali oleh sumber asli yaitu orang-orang tua yang saat ini masih mengenal baik ceritera-ceritera mitos asal-asul nenek moyang. Sementara itu Claudine Friedberg mengakui bahwa teks yang dikumpulkan dalam buku BEI GUA ini belum lengkap.

Judul Perjalanan mengandung dua arti pertama, perjalanan satu angkatan ke angkatan yang berikut atau lain. Kedua, perjalanan nenek moyang dari satu tempat ke tempat yang lain. Ada tiga cerita tentang sejarah asal-usul nenek moyang atau suku-suku atau keluarga-keluarga dalam suku Buna’ yaitu pertama, Oburu. Kedua, Sibiri. Ketiga, Luta. Selain itu ada empat tempat penting yang menjadi sorotan dalam cerita atau sejarah nenek moyang itu adalah pertama, Henes. Kedua Nualain. Ketiga, Gewal. Keempat, Lakmaras.

Nyanyian atau puisi Buna’ dalam buku BEI GUA membenarkan situasi sosial yang ada sekarang, situasi sosial politik yang ada sekarang. Bukan untuk menjelaskan asal-usul suku. Ada tiga kelompok atau kelas atau semacam kasta dalam suku Buna, yaitu kelompok bangsawan, kelompok biasa dan kelompok budak. Kelompok Oburu dipandang sebagai yang turun dari Surga atau dari atas.

Nyanyian ini dinyanyikan pada kesempatan tertentu dan oleh orang tertentu yang ahli. Khusus tentang penciptaan duniawi sebagai sesuatu yang tidak dinyanyikan karena rahasia. Itu hanya diturunkan kepada generasi berikut pada saat dia hendak meninggal. Penurunan itu hanya kepada orang tertentu saja.

Dalam Buku BEI GUA ini, melukiskan kekuasaan atau otoritas atau hak-hak dan sebagainya tidak bergantung pada material tanah atau luasnya wilayah geografis. Tetapi otoritas dan kewibawaan itu berdasarkan sumber berupa tanda otoritas yaitu LAMBANG atau SIMBOL khusus yaitu bisa Patung atau gambar atau emas dan senjata atau KALUK atau kekuatan magis yang berharga dalam dirinya sendiri. Lambang itu tersembunyi dan dapat dibawa ke tempat lain. Lambang itu memberi kekuatan dan kewibawaan bagi seseorang yang berkuasa atau memimpin suku Bunak. Lambang atau simbol itu menjadi kekuatan magis yang memberi kekuasaan dan kewibaan seorang penguasa dalam suku Buna’.


Perjalanan nenek moyang itu terungkap dalam judul buku karena diceriterakan dari satu tempat yang khusus ke tempat yang lain yang berbeda-beda. Dengan kata lain Buku Bei Gua ini berisi cerita menyangkut orang-orang yang hidupnya nomaden. Ceritera itu ada yang terputus-putus dan tidak logis atau ada lobangnya, ada berbagai variasi cerita tentang perjalanan nenek moyang dalam menjelaskan tentang satu pokok peristiwa. Tergantung orang mau menekankan atau membatasi analisa yang terbatas pada satu variasi dari sudut pandang disiplin ilmu tertentu untuk mengenal manusia suku Bunak yang multidimensi.

Dalam buku BEI GUA, melukiskan tentang tiga macam manusia yaitu pertama, berasal dari surga atau dari atas. Manusia berasal dari atas adalah Luta. Kedua, berasal dari bawah dari dalam tanah yang dikenal berasal dari tanaman yang tumbuh di atas tanah yaitu secara khusus Jeruk. Ketiga, manusia yang ada sekarang yang konkret.


Mengenai penciptaan manusia; ada tiga tingkatan yaitu OBURU, LUTA, SIBIRI.

Cerita mengenai mengambil wanita dari suku yang lain. Pengambilan wanita dari suku lain menjadi anggota suku yang baru terfokus pada persaudaraan Malu dengan Aiba’a atau disingkat hubungan relasi adat Malu-Ai. Relasi adat malu-ai ini terus berkembang dalam kehidupan adat suku Bunak dewasa ini.
Wujud Tertinggi : SATU MATA, SATU TANGAN, SATU TELINGA, SATU KAKI, TIDAK MENGANDUNG, TIDAK MELAHIRKAN. Wujud Tertinggi dari langit ke tujuh, dari satu rumah adat, dari satu mesbah yang pertama dan utama. SATU artinya bukan bilangan tetapi keutuhan atau kesempurnaan.

Dari yang tertinggi ini turunlah ANA LIURAI dengan pasangan hidupnya yang melahirkan atau menciptakan Bulan dan Matahari. Kelahiran generasi selanjutnya lihat nama-nama dalam teks dalam Buku BEI GUA, bagian Cosmogoni.

OBURU:

Isteri mereka atau wanita dari babi hutan dan Jeruk. Isteri itu tidak dibeli tetapi hasil memburu babi hutan yang berubah menjadi manusia – isteri. Kemudian mereka melihat atau menemukan Jeruk dan dari jeruk ini berubah menjadi manusia. Isteri dari Jeruk yang berubah menjadi manusia.

SIBIRI :

Wanita yang pertama dari IKAN yang berubah menjadi manusia. Pengalaman ini waktu menangkap ikan.

LUTA :

Wanita itu dari hasil inces antara saudara dengan saudari, dan antara anak dengan ibunya.

Jaringan – hubungan antara masyarakat terjadi perkawinan dalam suku dan melalui suku luar melalui persekutuan, perjanjian dan sumpah dan sebagainya.

Ada dua (2) jalan yaitu Pertama, Dingin yaitu melalui persetujuan dan menjadi hubungan keluarga. Kedua, Melalui jalan panas yaitu melalui jalan perang antara satu suku dengan suku yang lainnya.

Ada dua (2) Jalan nenek moyang yaitu pertama, penduduk asli dan kedua, pendatang – tapi tidak diketahui dari mana asalnya.

Ketua penyanyi itu mempunyai kesulitan tersendiri. Setiap ketua penyanyi dari tempat yang satu berbeda versinya dari ketua penyanyi dari tempat yang berbeda.

BUNA’ :

Pertama, Secara struktur dipandang sebagai satu negara. Kedua, secara pembentukan ritus-ritus yang paling kaya memiliki obyek organisasi sosial yang melarang inces. Ketiga, hubungan perkawinan dalam keluarga-keluarga dalam relasi malu-ai.


Pada suku Buna’ itu hubungan malu-ai itu dibentuk secara kontinyu dalam mengarungi waktu.

Beri tanda – sumber lambang – lambang kekuasaan itu dari dunia di atas.

Cerita tentang MAU IPI GULOQ:

Buruh babi hutan. Babi berubah menjadi dua wanita. Satu cantik sekali. Dua saudara rebut yang paling cantik. Mereka ribut dan akhirnya mereka saling membunuh. Lalu wanita yang cantik itu datang dan membangkitkan MAU IPI GULOQ itu, dengan menggunakan air khusus. Akhirnya Mau IPI GULOQ mendapat dua isteri itu dan menjadi Raja. Dua isteri itu dari babi hutan yang diburu yang telah berubah menjadi manusia, dan wanita itu berasal dari buah jeruk yang ditemukan di hutan dalam perburuan babi hutan. Jeruk itu berubah menjadi manusia, wanita yang sangat cantik sekali. Asa Paran merasa iri terhadap Mau IPI GULOQ. Maka Asa Paran menyuruh Mau Ipi GULOQ naik pohon lantas Asa Paran menumbangkan pohon itu dan MAU IPI GULOQ mati. Isterinya tidak tahu. Lantas dua anjing diutus pergi tempat kematian MAU IPI GULOQ karena kejahatan Asa Paran. Menemukan mayat MAU IPI GULOQ sudah berulat, tetapi dia dibangkitkan kembali oleh isterinya. Kemudian dia bangun dan normal sebagai manusia. Anjing itu menjadi dua wanita yang cantik. Kedua wanita dari kedua anjing yang berubah menjadi manusia itu menggunakan minyak itu membuat badan itu menjadi utuh kembali – sehat kembali. Asa Paran heran sekali ketika melihat MAU IPI GULOQ hidup dan sehat.


Kerangka ringkas Buku BEI GUA:
I. Penciptaan Manusia
II. Keluarga Oburu – Marobo __________ di sini ada cerita tentang MAU IPI GULOQ memiliki 2 isteri yang awalnya dari babi hutan dan jeruk yang menjadi manusia – wanita yang menjadi isteri MAU IPI GULOQ. Kemudian dua isteri berikut dari dua ekor anjing yang menjadi manusia –wanita yang membangkitkan Mau IPI GULOQ dan menjadi isteri MAU IPI GULOQ yang menjadi Raja.

III. LUTA – DATO ZOPATA
IV. SIBIRI – KAILAUQ
V. A TURUL TUK – SIOL WA ______ Pertemuan 3 suku yaitu Oburu, Sibiri dan Luta
VI. Tinggal Tetap dan Misi Dewa Kera yang berfungsi sebagai perantara.
VII. Sumpah Ikatan antara HULO – LEP ____ Dua bambu yang magis dan keluarga – keluarga atau suku –suku.
VIII. Rumah- rumah atau keluarga-keluarga yang sekarang tinggal di HENES PAQEL – HOL SOSEK _________ Ada dua bagian penting dalam hal ini yaitu terdiri dari :Pertama, Pendasaran keluarga-keluarga di HENES PAQEL – HOL SESUK. Kedua, Asal-usul dari tiga (3) rumah atau keluarga bangsawan yaitu : Pertama , IU GEWEN – HOL LAPIT; kedua, LIANAIN BEIN MONE; HAU POR.