Sabtu, Desember 15, 2012

Kotbah Misa Harian, Kamis 6 Desember 2012







      

HIDUP DALAM SERUAN
DAN PERBUATAN

(Yes 26:1-6; Mat 7:21.24-27)
Kamis 6 Desember 2012
Dari Jakarta Untuk Dunia


P. Benediktus Bere Mali, SVD.



Kompas, Rabu 5 Desember 2012, halaman 7 menurunkan satu artikel dengan judul: "Gestur Politik". Ketika saya membaca judul artikel ini, saya langsung ingat seorang imam yaitu Rm. Mangun yang menulis sebuah buku dengan judul "Politik Hati Nurani".



Ingatan ini mengarahkan saya memunculkan sebuah pertanyaan mendasar yang menggulirkan bola permenungan ini. Keunikan apa yang ditemukan di dalam Gestur Politik dengan Politik hati nuraninya Rm. Mangun? Karakter yang membedakan gestur politik dengan politik hati nurani, sesungguhnya terletak di dalam uraian yang akan membuka wawasan kita, yaitu sebagai berikut.



Gestur politik, isinya tentang penampilan lahiriah politisi yang begitu meyakinkan sebagai media yang dapat menutupi kebobrokannya yang ada dibaliknya, sehingga publik lebih tertarik pada bungkusnya yang indah dan rapi dan melupakan inti atau isi di dalamnya yang busuk tak berkualitas atau rapuh. Sebaliknya Politik Hati Nurani adalah refleksi yang mendalam sekaligus sangat kaya bagi pembaca untuk memperhatikan dan menjaga keseimbangan antara apa yang menjadi isi atau inti yang bermutu atau berkualitas dengan apa yang menjadi label atau bungkus atau tampilan lahiriahnya yang indah dan rapi. Dengan kata lain politik hati nurani mengutamakan kebenaran, keadilan, kejujuran, kebaikan, kebenaran dan transparansi dalam kata dan perbuatan untuk kebaikan bersama melintas batas, sedangkan gestur politik mengutamakan keindahan penampilan lahiriah yang sangat meyakinkan, dan terus menerus dipublikasikan lewat media cetak, dan elektronik, sehingga opini publik atau massa, dipengaruhi untuk lebih tertarik pada penampilan lahiriah politisi, dan melupakan kebobrokan yang ada di baliknya.



Dalam dunia kepemimpinan, seorang pemimpin yang baik dan benar, jujur dan transparan, dapat diukur dari kata-katanya yang meyakinkan dan sekaligus kata-kata itu dilaksanakan di dalam perbuatan yang nyata. Seorang pemimpin yang demikian yang sangat diharapkan di dalam masa multikultural dan pluralisme ini. Dalam dunia keanekaragaman, orang mengharapkan seorang pemimpin yang bermutu di dalam kata dan perbuatan nyata untuk kepentingan dan kesejahteraan manusia melintas batas. Dalam dunia yang semakin maju dalam komunikasi dan pendidikan serta ekonomi, seruan atau kata-kata menjelaskan perbuatan yang bermutu dan perbuatan yang nyata meneguhkan seruan yang berbobot untuk kepentingan dan kesejahteraan bersama melintas batas.



Maka tepat sabda Allah kepada kita : "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga (Kebaikan, Kejujuran,Kebenaran, Keadialan, Kedamaian Untuk Kebaikan Bersama Melintas Batas), melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga (Kebaikan, Kejujuran,Kebenaran, Keadialan, Kedamaian Untuk Kebaikan Bersama Melintas Batas)." Orang yang mendengarkan Sabda Allah, mewartakan Sabda Allah, dan melaksanakanNya adalah orang yang bijaksana. Semua orang yang bijaksana itu yang masuk dalam Kerajaan Surga (Kebaikan, Kejujuran,Kebenaran, Keadialan, Kedamaian Untuk Kebaikan Bersama Melintas Batas) .


Kotbah Misa Harian, Rabu 5 Desember 2012

 
HIDUP DALAM KEHENDAK BAIK

(Yes 25:6-10a; Mat 15:29-37)
Rabu 5 Desember 2012 dari Jakarta Untuk Dunia

P. Benediktus Bere Mali, SVD


Kompas kemarin, selasa, 4 desember 2012, menurunkan sebuah artikel berjudul "Bangkitlah Bangsaku." Kalimat awal artikel ini menggambarkan tentang apa perbedaan antara binatang dengan manusia. Antara binatang dengan manusia ada perbedaan yang mencolok yaitu binatang hidup tanpa refleksi sedangkan manusia itu dapat berefleksi tentang kehidupannya baik secara personal maupun kehidupan bersama. Manusia yang mengabaikan refleksi dan hidup seperti mesin, hidup hanya berdasarkan rutinitas saja, menurunkan harkat dan martabatnya menjadi seperti binatang yang hidup tanpa refleksi. Artikel itu berisi juga tentang refleksi atas kepemimpinan di tanah air di Indonesia, pemimpin masa lalu dengan plus minusnya, harapan pada calon pemimpin masa yang akan datang, yang berhati nurani untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.



Pemimpin masa depan yang diharapkan adalah pemimpin yang menjaga pembangunan dalam segala segi kehidupan, baik keluar negeri maupun ke dalam negeri Indonesia, sehingga ada keseimbangan. Indonesia bukan membutuhkan pemimpin yang baik dan benar tetapi membutuhkan pemimpin yang berkehendak baik dan benar, jujur dan trasnparan dalam memimpin bangsa Indonesia.



Kehidupan menggereja dan kehidupan religius adalah sebuah organisasi yang sangat rapi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Kekokohan ini akan menjadi Kesaksian hidup bagi dunia, bagi manusia melintas batas ketika Gereja Katolik, pemimpin Katolik, kita sebagai orang Katolik dalam komunitas besar maupun dalam komunitas yang paling kecil, hidup didasarkan atas Kehendak baik dan benar, kejujuran dan transparan untuk kebaikan dan keselamatan serta kesejahteraan bersama. Dengan demikian kita memberikan yang terbaik bagi dunia, yang persis dunia pada umumnya atau manusia pada umumnya harapkan yaitu kebaikan, kebenaran, kejujuran, dan transparansi.



Kesaksian yang demikian lahir dari pemimpin yang sejati yaitu Allah yang menjadi nyata dalam diri Yesus. Ramalan Yesaya tentang Allah yang memberikan kebahagiaan sejati terlaksana dalam diri Yesus yang memberikan kebutuhan jasmani dan rohani kepada para pengikutnya dan banyak orang memuliakan Dia. Yesus memberikan kesembuhan bagi yang sakit. Yesus memberikan makan bagi yang lapar. Maka tepat nubuat Yesaya dalam bacaan pertama hari ini: "Sesungguhnya, inilah Allah (Pemimpin) kita, yang kita nanti-nantikan supaya menyelamatkan kita. Inilah Tuhan (Pemimpin) yang kita nanti-nantikan; marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita karena keselamatan yang diadakan-Nya!"


Kotbah Misa Harian, Selasa 4 Desember 2012




HIDUP DALAM ROH
 

(Yes 11:1-10; Luk 10:21-24)
Selasa, 4 Desember 2012
Dari Soverdi Jakarta,
Jl. Matraman Raya 125 untuk dunia

P. Benediktus Bere Mali, SVD


Membaca judul renungan pagi ini, ada dua hal yang muncul dalam benak. Dua hal yang muncul di dalam pikiran adalah hidup dalam Roh Kudus Allah dengan hidup dalam roh setan atau roh iblis. Lantas hal selanjutnya yang muncul di dalam benak adalah sebuah pertanyaan yaitu apa yang membedakan antara Hidup dalam Roh Kudus atau Hidup dalam Roh Allah dengan hidup dalam Roh setan atau roh iblis?


Perbedaan antara hidup dalam Roh Kudus dengan roh iblis sebetulnya terletak di dalam penjelasan yang sangat sederhana sebagai berikut.


Hidup dalam Roh kudus tampak dari perbuatan-perbuatan yang menyelamatkan diri, sesama dan alam sekitar kita. Misalnya seorang pemimpin agama mengatur keuangan jemaat dengan jujur dan transparan, dengan cara, brankas disimpan di dalam kamar pemimpin agama, kunci brankas dipegang oleh bendahara, sehingga ambil uang harus diketahui oleh pemimpin agama dan bendahara. Prinsip ini disampaikan kepada umat sehingga semua umat di gereja tahu dan menyetujuinya. Pengalaman ini menumbuhkan kepercayaan umat dalam memberikan apa yang mereka miliki bagi kepentingan banyak umat di dalam gereja. Contoh di atas dari sebuah gereja di NTT yang dari tahun ke tahun melaporkan keuangan gereja dalam jumlah yang selalu meningkat karena adanya manajemen keuangan yang transparan.



Sebaliknya hidup dalam roh iblis terlihat dalam perbuatan-perbuatan yang menghancurkan diri, sesama, dan alam sekitar. Contohnya, seorang pemimpin agama yang bekerja sendiri, termasuk dalam hal mengatur keuangan keagamaan. Manajemen keuangan paroki yang tertutup, tidak transparan, melahirkan berbagai imaginasi atau prasangka banyak orang terhadap pemimpin, dan dampaknya umat tidak percaya pada pemimpin yang tidak transparan dalam mengatur keuangan umat untuk kepentingan bersama. Kalau umat tidak percaya maka umat juga sulit untuk memberikan apa yang mereka miliki kepada kepentingan Gereja secara universal.



Pemimpin yang baik dan benar, yang jujur dan transparan dalam manajemen keuangan pribadi dan bersama, selalu dicari dan dipercaya bawahannya, umatnya, rakyatnya. Maka nubuat Yesaya ini tepat dan selalu aktual : "Dia (Yesus) akan dicari oleh suku-suku bangsa." Karena Yesus adalah pemimpin yang sejati, di dalam Dia ada kejujuran dan transparansi untuk keselamatan universal.


Kotbah Misa Harian, Senin 3 Desember 2012




DUNIA DALAM INJIL
 

Mrk 16: 15 – 20
1Kor 9:16-19.22-23
Kotbah Misa Harian
Senin 3 Desember 2012
di Soverdi St. Arnoldus Surabaya


P. Benediktus Bere Mali, SVD


Judul renungan kali ini adalah Dunia dalam Injil. Bentuk pertanyaan yang muncul dalam benak ketika melihat judul renungan di atas adalah apa perbedaan antara Injil dalam dunia dengan Dunia dalam Injil? Perbedaan antara Dunia dalam Injil dengan Injil dalam Dunia sesungguhnya sangat jelas di dalam penjelasan berikut. Dunia dalam Injil mengandung arti bahwa yang menjadi subyek adalah Injil sedangkan yang menjadi obyek adalah dunia, sebaliknya Injil dalam dunia mengandung pesan bahwa yang menjadi subyek adalah dunia sedangkan yang menjadi obyek adalah Injil.


Paulus dan para murid Yesus menjadi misionaris yang mewartakan Injil di atas dunia. Pewartaan Injil di atas dunia yang semakin hidup di dalam hal hal yang bukan Injil atau yang bertolakbelakang dengan Injil. Injil adalah khabar gembira, sukacita, kedamaian, keadilan, kesejahteraan, kejujuran, keterbukaan, transparansi untuk kebaikan dan kebenaran bersama melintas batas.


Para misionaris dari dulu sampai sekarang dan pada masa yang akan datang, untuk selama-lamanya, selalu ada dan diutus untuk mewartakan Injil kepada segala bangsa agar semua bangsa hidup dalam Injil yang menyelamatkannya.


Pewartaan Injil pada zaman ini membutuhkan sebuah pewartaan yang lahir dari teladan hidup yang berakar dalam Injil. Contoh hidup adalah pewartaan yang paling kuat pengaruhnya bagi dunia agar dunia tinggal dan hidup dalam Injil. Para misionaris pun mewartakan Injil dalam dunia maya. Teladan hidup yang nyata yang lahir dari dan berakar dalam Injil harus diwartakan dalam dunia internet agar teladan yang baik dan benar yang lahir dari Injil mendatangi hati manusia di kamar dan di laptop, di bb, di twiter, di facebook, di blogspot, di webside, di youtobe dan dalam model model dunia maya yang mempercepat pewartaan Injil ke seluruh dunia, kepada hati setiap manusia melintas batas. Dengan demikian dunia hidup dalam Injil akan tercapai.


Kotbah Misa Harian, Sabtu 15 Desember 2012

Rabu, Desember 12, 2012

SERMON AT MASS DAILY, THURSDAY, DECEMBER 13, 2012




MISSIONARIES:

BRINGING THE GOSPEL TO PEOPLE

BRINGING PEOPLE TO THE GOSPEL



ISA. 41: 13-20; MATT. 11: 11-15

SERMON AT MASS DAILY,

THURSDAY, DECEMBER 13, 2012

FROM SURABAYA TO SOVERDI WORLD


P. BENEDICT BERE MALI, SVD



An old proverb says "you can take a horse to the water, but you can't force that horse to drink from it.” It means that you can always introduce or teach someone something good and right. But even you can do so, perhaps, you cannot make them to think, to talk or to behave accordingly.
Everybody has freedom to decide and choose what is right and wrong, what is good or bad.

As a missionary, we are called to introduce God and his message to people and then to lead them to God. However, we cannot force someone to accept our teaching.

In his Ministry, Jesus gives freedom to people to accept or refuse his teaching. This is the point of today's Gospel. He does not compel people to accept him or the kingdom of God. In the Gospel he concludes his teaching by saying: "Whoever has ears ought to hear"

We all have two ears. We can use our ears to hear everything, good and bad. we have right to use our ears, but we also have capacity to control what information or new we ought to hear. we can open it to more good information, or to more rumors, gossips or bad talking about others.

 Since we have capacity, lets control open our ears to something good and useful for the benefit of others.

Whenever we hear bad or wrong information such as gossip or rumor about others, let's keep it. Advent is a good time for us also to control ourself including our ears.