Selasa, Desember 18, 2012

Kotbah Misa Harian, Selasa 18 Desember 2012



http://www.facebook.com/notes/beny-mali/pria-tulus-susah-di-cari/10151211236663598

“PRIA TULUS SUSAH DI CARI”

Yer 23 : 5 – 8; Mat 1 : 18 – 24
Kotbah Misa Harian, Selasa 18 Desember 2012
Dari Soverdi Surabaya Untuk Dunia

P. Benediktus Bere Mali, SVD


Membaca judul renungan di atas, saya teringat akan banyak orang yang mengatakan bahwa pria yang jujur dan tulus susah didapat. Lantas apa perbedaan antara orang yang tulus dengan orang yang pamrih?


Orang yang tulus dengan orang yang pamrih sebetulnya memiliki perbedaan yang dapat dijelaskan di dalam uraian berikut ini. Pria yang pamrih senantiasa dijiwai “ada apanya” dalam membangun sebuah relasi dengan sesama, termasuk dengan isteri atau tunangannya. Sebaliknya pria yang tulus selalu dijiwai pandangan “apa adanya” dalam membangun dan menciptakan relasi dengan sesama termasuk dengan tunangan atau isteri.


Ketika semua orang mengatakan pria yang tulus susah didapat, Gereja Katolik mempersembahkan Pria yang tulus kepada dunia sejagat. Dia adalah Yusuf suami Maria. Ketulusannya lahir dan bertumbuh dan berkembang dalam musim suka maupun musim sulit yang menyertai perziarahan kehidupan berkeluarganya.


Teladan St. Yusuf menjadi peneguh kita untuk selalu setia dan tulus dalam membangun relasi dengan sesama, dimana dan kapan saja kita berada. Tuhan memberkati kita. Syallom.

Senin, Desember 17, 2012

Kotbah Misa Harian, Senin 17 Desember 2012

http://www.facebook.com/notes/beny-mali/allah-menyalurkan-rahmatnya-melalui-semua-manusia/10151210359613598



ALLAH MENYALURKAN RAHMATNYA
MELALUI SEMUA MANUSIA

(Kej  49: 2.8-10; Mat 1:1-17)
Kotbah Misa Harian, Senin 17  Desember 2012
Dari Soverdi Surabaya Untuk Dunia

P. Benediktus Bere Mali, SVD


Apa perbedaan antara penjajah Belanda dengan Injil Hari ini dalam hal memperoleh pendidikan yang menyelamatkan manusia? Perbedaannya sesungguhnya terletak di sini. Pada jaman Belanda, yang memperoleh pendidikan yang menyelamatkan adalah orang-orang yang berdarah biru, atau keturunan Raja, sedangakan rakyat biasa tidak mendapat pendidikan. Dengan kata lain, Penjajah Belanda menyalurkan pendidikan yang menyelamatkan hanya melalui keturunan Raja atau bangsawan.

Tetapi di dalam Injil Hari ini, setelah mendengar silsilah Yesus, setiap orang berhak memperoleh pendidikan yang menyelamatkan dan setiap manusia dapat dijadikan penyalur rahmat bagi sesama dan dunia. Mengapa?  Karena Yesus sang penyelamat berasal dari leluhurnya yang semuanya bukan orang Kudus. Ada yang baik dan ada yang jahat. Mereka yang baik dan tidak baik atau jahat pun dapat dijadikan Tuhan sebagai penyalur Rahmat kepada sesama dan dunia.

Yesus sang juru selamat yang kita nantikan pada masa Adven ini, datang dan berasal dari leluhurnya yang juga ada yang baik dan ada yang jahat. Keselamatan Allah bagi dunia, melalui jalan-jalan yang unik yang berdasarkan kehendak Allah sendiri. Dan ini adalah misteri dari jalan keselamatan Allah bagi dunia dan bagi manusia yang berdosa.

Kehendak Allah selalu menyegarkan tetapi sekaligus menantang kita untuk berpikir dalam ziarah iman kita di dunia menuju kedatanganNya pada akhir zaman dan pada hari raya natal.  


Minggu, Desember 16, 2012

Kotbah Minggu Gaudete, 16 Desember 2012




http://www.facebook.com/notes/beny-mali/bersukacita-menyambut-kedatangan-tuhan/10151208162898598
 

BERSUKACITA 
MENYAMBUT KEDATANGAN TUHAN

Zef 3 : 14-18: Flp 4 : 4-7:
Luk 3 : 10-18
Kotbah Minggu Gaudete, 16 Desember 2012
Dari Soverdi Surabaya untuk Dunia

P. Benediktus Bere Mali, SVD

Pengantar Misa

Pada Minggu Adven III ini, lilin “merah muda” di lingkaran Adven dinyalakan. Warna merah muda ini didapat dari pencampuran warna unggu (Adven) dengan warna putih (Natal). Maksudnya sukacita Natal sudah mulai kita rasakan karena sudah sangat dekat tetapi belum / tidak penuh; sukacita Natal itu sudah tak tertahankan lagi, sudah mulai kelihatan tetapi belum nampak jelas atau belum penuh. Maka Minggu Adven ketiga dalam Tahun Liturgi disebut `Minggu Gaudete”. Bahasa Latin “gaudete” berarti “sukacita”, melambangkan adanya sukacita di tengah masa pertobatan.

Kita bersukacita karena kita semakin melengkapi pertobatan kita dengan penuh sukacita dalam menyongsong Yesus sang Sukacita sejati yang akan datang  pada hari Natal.

KOTBAH

Manusia pasti mengalami ketenangan dan sukacita dalam hidupnya. Misalnya seorang pelajar atau mahasiswa  merasa lebih tenang dan merasakan getaran sukacita dalam menyambut kedatangan ujian karena semua bahan ujian telah disiapkan secara baik. Seorang tuan pesta yang akan menyelenggarakan sebuah pesta akbar, merasa tenang dan bersukacita, karena panitia pesta akbar itu sudah bekerja keras menyiapkan pesta dengan baik.

Demikian juga orang bersukacita di masa Adven ini karena persiapan semakin baik dalam menyambut kedatangan Tuhan pada Hari Raya Natal yang semakin dekat. Persiapan yang semakin lengkap itu dilambangkan dalam penyalaan lilin pink, pada minggu III Adven,yang  disebut sebagai lilin gaudete artinya lilin sukacita dalam masa pertobatan. Bertobat berarti berjalan dari jalan dosa menuju dan melalui jalan keselamatan dalam Allah.
     

Bacaan Pertama menampilkan sukacita bangsa Israel. Mereka bersukacita karena Tuhan telah menyingkirkan hukuman yang dijatuhkan atas bangsa Israel. Tuhan telah menebas binasa musuh-musuh Israel. Hal itu berasal dari buah – buah pertobatan dan kesetiaan bangsa Israel kepada Tuhan. Tuhan menyelamatkan orang yang bertobat dan tetap setia kepadaNya.

      St. Paulus dalam bacaan II mewartakan kegembiraan dalam Tuhan. Bersukacitalah dalam Tuhan. Hendaklah kebaikan hatimu diketahui banyak orang. Artinya Kegembiraan dalam Tuhan itu memiliki keunikan tersendiri. Kekhasan itu adalah kegembiraan itu dinikmati semua manusia melintas batas. Sebaliknya kegembiraan yang sangat egosentris, hanya dialami oleh kelompok tertentu dalam sebuah kebersamaan universal, kegembiraan itu bukan berasal dari Tuhan tetapi dari setan.

Kegembiraan berasal dari Tuhan yang dapat dinikmati semua orang melintas batas itu, secara lebih konkret diwartakan di dalam bacaan Injil. Orang yang bertobat dan bergembira dalam Tuhan, tidak boleh menikmati kegembiraan di atas penderitaan sesama. Orang yang bergembira dalam Tuhan harus hidup solider dengan sesama yang berkekurangan, dengan memberikan makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, kesehatan, agar mereka juga mengalami kegembiraan dalam Tuhan. Orang yang bertobat dan bergembira dalam Tuhan tidak boleh memeras sesamanya, dan mengadakan pungutan liar, yang membawa penderitaan bagi orang lain dan keuntungan bagi diri sendiri. Orang yang bertobat dan bergembira dalam Tuhan, selalu dijiwai oleh nilai kebenaran, keadilan, kejujuran, dan kedamaian, serta memiliki semangat solidaritas yang tinggi.

Kita sedang menanti kedatangan Yesus Sang Juru Selamat yang membawa kegembiraan yang sejati bagi kita. Yesus yang kita nantikan membawa kegembiraan bagi dunia, bagi semua orang,tanpa membeda-bedakan. Yesus solider dengan semua orang. Semoga iman kita kepada Yesus yang kita nantikan itu, membuat kehadiran kita semakin membawa sukacita bagi sesama, bukan menjadi kesulitan bagi sesama, dalam komunitas, dalam paroki, dalam lingkungan wilayah kerja kita masing-masing.

Sabtu, Desember 15, 2012

Kotbah Misa Harian, Sabtu 15 Desember 2012

http://www.facebook.com/notes/beny-mali/pemimpin-mengikuti-kehendak-pribadi-atau-kehendak-allah/10151207111898598




PEMIMPIN MENGIKUTI
KEHENDAK PRIBADI
ATAU
KEHENDAK ALLAH

Sir 48:1-4.9-11; Mat 17:10-13 
Kotbah Misa Harian, Sabtu 15 Desember 2012
Dari Soverdi Surabaya Untuk Dunia


P. Benediktus Bere Mali, SVD



Membaca judul renungan di atas, ada pertanyaan yang muncul di dalam benak, yaitu apa kekhasan yang melahirkan perbedaan antara seorang pemimpin religius yang otoriter dengan seorang pemimpin religius yang sejati?


Pemimpin religius yang otoriter selalu memaksakan kehendaknya pada mereka yang dipimpinnya, sedangkan pemimpin religius yang sejati mengandalkan dialog dengan Tuhan dan sesama, untuk menemukan kehendak Allah dalam mengambil keputusan yang menyelamatkan semua melintas batas.



Ahli-ahli Taurat yang ditampilkan di dalam Bacaan Injil hari ini adalah pemimpin religius yang otoriter. Mengapa? Karena mereka memperlakukan Yohanes dan Yesus menurut kehendak mereka sendiri, bukan berdasarkan kehendak Allah yang mereka imani. Maka benar apa yang dikatakan Nietzche bahwa "Allah sudah mati" itu ada dalam diri para pemimpin Religius Otoriter bangsa Yahudi.



Kita adalah pemimpin untuk diri kita sendiri. Masa adven  adalah masa memimpin diri berjalan menyambut kedatangan Pemimpin sejati pada hari Natal dan pada akhir zaman. Dalam memimpin diri sendiri, kita membuka diri bagi tuntunan ROH KUDUS ALLAH sang pemimpin sejati di dalam nurani kita masing-masing, karena DIA selalu membawa keselamatan universal bagi semua melintas batas. Kita memimpin diri menurut kehendak Allah yang menyelamatkan melintas batas bukan berdasarkan kehendak pribadi yang menghancurkan sesama.

Kotbah Misa Harian, Jumat 14 Desember 2012 PW Yohanes dari Salib




PENA BICARA SAAT SEMUA BISU

Yes 48:17-19; Mat 11:16-19
Kotbah Misa Harian, Jumat 14 Desember 2012
Dari Soverdi St. Arnoldus Surabaya Untuk Dunia


P. Benediktus Bere Mali, SVD


Pagi ini, Kamis, 13 Desember 2012, di meja makan Soverdi Surabaya, diskusi hangat tentang keunikan orang Asia khususnya Indonesia dengan orang Eropa. Pertanyaan mendasar yang menggulirkan diskusi antara misionaris Eropa yang bekerja di Indonesia dengan misionaris Indonesia yang bekerja di Indonesia adalah: Apa perbedaan antara orang Eropa dengan orang Indonesia?

Perbedaan antara orang Eropa dan orang Indonesia adalah sebagai berikut: ada empat musim di Eropa, sedangkan di Indonesia hanya ada dua musim. Di Indonesia sepanjang tahun ada bermacam-macam buah yang dihasilkan bumi Indonesia, sedangkan di Eropa tidak semua buah ada dan hanya pada musim tertentu, sehingga buah-buahan pada umumnya diimpor dari luar. Makanan bagi manusia dan hewan, selalu tersedia di Indonesia sepanjang musim, sedangkan di Eropa tidak sepanjang musim. Alam di Indonesia memanjakan manusia Indonesia sedangkan Alam Eropa memaksa manusia setempat untuk kreatif dan harus bekerja keras serta menabung untuk menghadapi kesulitan alam Eropa khususnya musim dingin yang sangat ekstrim dan cukup lama. Orang Eropa harus bekerja keras pada musim kerja untuk menabung bagi makanan di musim dingin, sedangkan orang Indonesia kerja santai karena alam selalu menyediakan makanan bagi manusia. Alam Eropa membangkitkan manusia yang kreatif dalam menghadapi kesulitan alam yang menyertai mereka untuk mencari solusi yang tepat dari kesulitan - kesulitan itu, sedangkan Alam Indonesia memanjakan dan mematikan kreativitas manusianya. Misalnya, pada musim-musim Eropa kecuali musim dingin, orang Eropa harus disiplin bekerja untuk menabung di gudang, baik makanan secukupnya untuk manusia maupun hewan atau binatang pada musim dingin, dimana pada musim dingin, orang tidak dapat bekerja, dan lebih banyak di dalam rumah, pada musim dingin yang ekstrim, orang Eropa dipaksa kreatif dalam menciptakan teknologi pemanas di setiap rumah, dan pada musim panas ekstrim, diharuskan kreatif menciptakan pendingin. Sedangkan sepanjang tahun manusia Indonesia bekerja santai tanpa suatu target tertentu secara lebih intensif untuk dicapainya. Alam Eropa memaksa orang Eropa untuk bekerja keras dan harus mengejar target, untuk mempertahankan hidup manusia. Orang Eropa bekerja disiplin waktu pada musim kerja yaitu pada musim panas, musim semi dan musim gugur, dan hasil kerjanya ditabung untuk musim dingin, sedangkan orang Indonesia, khususnya orang NTT, pada musim panas bulan Juni sampai Oktober, bekerja santai dan bermental pesta adat, yang menghabiskan banyak uang bahkan harus utang, sehingga sulit untuk menjadi orang yang kaya, atau tetap miskin, karena bukan mental tabung untuk masa depan yang sejahtera tetapi menghabiskan uang hasil kerja santai, bahkan harus utang.

Sharing ini lebih banyak datang dari misionaris Eropa yang sudah puluhan tahun bekerja di NTT. Bagi saya pengalaman yang disharingkan itu adalah sangat obyektif dilihat dari sisi ekonomis dan segi semangat kerja untuk masa depan, tetapi dari segi ikatan sosial, dan persukutuan sistem adat asal dan akar budaya orang NTT, memang demikianlah karakterisktik umum orang NTT.

Maka untuk mencari jalan tengah diperlukan sebuah gerakan pemahaman bersama baik misionaris Eropa maupun msionaris asal Indonesia, untuk penyederhanaan pesta adat NTT dilihat dari segi ekonomis, dan disiplin kerja dilihat dari paradigma manusia adalah makhluk bekerja, serta manusia adalah makhluk sosial yang diikat oleh aturan bersama termasuk aturan sosial yang lebih memerdekakan, bukan ditentukan oleh mental makan pesta yang menyingkirkan mental tabung bagi masa depan yang lebih cerah.

Bagi saya, sharing para misionaris Eropa di atas, yang ditulis dengan pena ini, pena internet ini, adalah sebuah masukan kritis yang sangat tajam bagi kita orang NTT pada umumnya.

Para misionaris Eropa ini seperti Yohanes dari Salib yang pestanya kita peringati pada hari ini. Misionaris Eropa yang setelah lama bahkan puluhan tahun hidup dalam komunitas NTT, mau memperbaharui NTT dari dalam, demikian juga St. Yohanes dari Salib, setelah lama menjadi Karmelit, melihat ketidakberesan mayoritas karmelit, terus berjuang memperbaharui para anggota karmelit untuk hidup tidak keluar dari visi dan misi karmelit sebagai sebuah institusi ilahi.

Tetapi para karmelit dalam jumlah mayoritas menolaknya bahkan menangkapnya dan menahannya di dalam sel. Alangka sulitnya seorang diri berhati mulia membawa nilai luhur kejujuran dan kebenaran yang lahir dari Kerajaan Allah, di dalam mayoritas anggota komunitas yang telah berjalan salah arah berdasarkan kepentingan pribadi. Upaya Yohanes dari Salib, untuk keselamatan bersama banyak orang, untuk mengembalikan karmelit pada jalurnya sebagai institusi ilahi, tidak didengarkan teman-teman seordo, bahkan Yohanes dari Salib, ditangkap dan dimasukkan di dalam sel.

Dalam tahanan itu, kreativitas Yohanes dari Salib tetap tumbuh dan berkembang. Ia menulis catatan hariannya dengan setia, yang sampai hari ini catatan harian itu berfaedah bagi banyak orang, menjadi pedoman hidup banyak orang dalam berelasi dengan Tuhan, sesama, alam sekitar dan dengan diri sendiri.

Hal ini menunjukkan bahwa pintu alternatif bagi Yohanes selalu terbuka. Ketika semua pintu seolah tertutup rapat dan terkunci untuk mengadakan sebuah pembaharuan di dalam Institusi Ilahi, tetap ada saja pintu altérnatif untuk mengadakan sebuah pembaharuan yang bersumber dari Allah sendiri, yang tidak dapat dihalangi oleh siapapun. Pintu alternatif itu adalah  ketika semua bisu, pena tetap berbicara melalui tulisan yang membawa pembaharuan yang mengalir keluar dari Allah.

Demikian juga dalam Injil hari ini, ketika semua orang tidak mendengarkan Yohanes pembaptis dan Anak Manusia, yang mewartakan Kerajaan Allah, pena penulis Injil menulis Injil kepada kita sehingga menjadi pedoman hidup bagi kita, di dalam ziarah hidup kita menyambut kelahiran Tuhan pada Natal dan kedatangan Tuhan pada akhir zaman. Dengan itu kita diumpamakan sebagai orang yang menari ketika ada yang meniup seruling dan bersukacita , dan orang yang berdukacita dan berkabung, ketika ada yang menyanyikan kidung duka. Artinya bahwa kita hidup sesuai konteks yang menyertai keberadaan kita. Ketika Adven kita hidup dalam jiwa adven, ketika bersukacita dalam Allah, kita hidup di dalam Kebahagiaan Allah. 


 http://www.facebook.com/notes/beny-mali/pena-bicara-saat-semua-bisu/10151205318843598

Kotbah Misa Harian, Kamis 13 Desember 2012



MISIONARIS:
MEMBAWA INJIL KEPADA MANUSIA
&
MEMBAWA MANUSIA KEPADA INJIL


Yes 41 : 13 – 20; Mat 11:11-15
Kotbah Misa Harian,
Kamis 13  Desember 2012
Dari Soverdi Surabaya Untuk Dunia


P. Benediktus Bere Mali, SVD


Ada pepatah kuno yang mengatakan bahwa Anda dapat membawa Kuda ke sumber air, tetapi Anda tidak dapat memaksa Kuda untuk meminum Air dari sumber itu. Artinya bahwa sekalipun kita membawa dan mengantar seseorang kepada sesuatu yang baik dan benar, kita tidak dapat memaksanya untuk berpikir, berkata-kata dan berperilaku yang baik dan benar. Setiap orang yang diantar kepada kebaikan dan kebenaran itu memiliki kebebasan untuk memilih kebaikan dan kebenaran itu dalam pikir, kata dan perbuatan atau menolaknya baik dalam pikir, kata maupun perbuatan.


Demikian juga seorang misionaris dalam melaksanakan tugas perutusan untuk membawa Allah kepada manusia dan menuntun manusia kepada Allah tetapi ia tidak dapat memaksa manusia untuk hidup di dalam Allah. Seorang misionaris menganut paham kebebasan di dalam tugas perutusannya membawa Allah kepada manusia dan membawa manusia kepada Allah. Misionaris membawa manusia kepada Injil tetapi tidak dapat memaksa manusia untuk hidup di dalam Injil.  


Yesus sendiri dalam Injil hari ini menekankan kebebasan di dalam pewartaanNya. Kerajaan Allah yang menjadi nyata di dalam diriNya, tidak dipaksakan kepada manusia. Hal itu disampaikan di dalam SabdaNya dalam Injil hari ini: “ Barangsiapa bertelinga, hendaklah ia mendengar.”

Kita memiliki telinga. Telinga tercipta untuk digunakan sesuai fungsinya yaitu untuk mendengarkan segala sesuatu termasuk yang baik dan yang buruk. Yang baik terus didengarkan dan dilaksanakan di dalam hidup karena membangun dan menyelamatkan diri dan sesama serta alam sekitar. Yang buruk didengarkan tetapi tidak dilaksanakan dalam hidup karena menghancurkan diri dan sesama serta alam sekitar kita. Inilah satu persipan nyata di dalam masa Advent ini.

 http://www.facebook.com/notes/beny-mali/misionaris-membawa-injil-kepada-manusia-membawa-manusia-kepada-injil/10151203249118598

Kotbah Misa Harian, Rabu 12 Desember 2012

BEBAN HIDUP:
DARI DALAM ATAU DARI LUAR DIRI

(Yes 40:25-31; Mat 11:28-30)
Kotbah Misa Harian, 12 Desember 2012
Dari Surabaya Untuk Dunia

P. Benediktus Bere Mali, SVD


Hidup manusia diwarnai oleh kebahagiaan dan penderitaan atau kesulitan atau beban. Orang bahagia karena sukses dalam bekerja. Orang menderita karena sakit penyakit. Orang bahagia karena anak-anaknya berhasil dalam studi dan bekerja. Orang menderita karena anak-anaknya gagal studi dan sulit mendapat pekerjaan.


Kesulitan atau penderitaan itu datang karena kesalahan pribadi, atau datang dari orang lain yang sengaja membuat orang lain menderita. Penderitaan atau beban yang berasal dari diri, misalnya sakit atau penyakit karena hidup tidak teratur termasuk dalam pola makan dan istirahat.


Penderitaan yang bukan kesalahan pribadi adalah hidup jujur dalam sebuah organisasi tetapi ditindas oleh mereka yang tidak jujur dalam organisasi agar mereka yang tidak jujur misalnya koruptor dapat bergerak leluasa tanpa hambatan. Penderitaan karena penindasan para penguasa terhadap para pejuang keadilan dan kebenaran serta kejujuran, karena dengan itu orang yang memperjuangkan kebenaran, keadilan dan kejujuran akan mundur sedangkan para penguasa yang korup akan hidup leluasa.

Beban yang dimaksud dalam Injil hari ini adalah orang yang memperjuangkan kebenaran dan keadilan, kejujuran dan transparansi, kedamaian dan kesejahteraan, bagi kehidupan bersama, tetapi mendapat banyak hambatan, kesulitan, bahkan ancaman dari mereka yang hidup dalam kenikmatan akan ketidakadilan dan kebohongan.


Orang yang berbeban berat dalam memperjuangkan nilai-nilai Kerajaan Allah, karena tekanan dari mereka yang memperjuangkan kerajaan Iblis atau setan, doanya kepada Yesus akan dikabulkan. Yesus bersabda: "Datanglah kepada-Ku, kalian semua yang letih lesu dan berbeban berat. Aku akan memberi kelegaan kepadamu." Sabda Yesus ini adalah perwujudan dari nubuat Yesaya : "Tuhan memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada mereka yang tidak berdaya."


Pada masa Adven ini orang yang hidup dalam Allah tidak akan lelah dan lesu, sekalipun ada aneka kesulitan dan hambatan serta penderitaan yang mendatanginya. Para pejuang kejujuran, keadilan, kedamaian, kesejahteraan dan keselamatan adalah orang yang hidup dalam Kerajaan Allah, bukan kerajaan Iblis.

 http://www.facebook.com/notes/beny-mali/beban-hidup-dari-dalam-atau-dari-luar-diri/10151201843853598


Kotbah Misa Harian, Selasa 11 Desember 2012



MENCARI KEJUJURAN YANG HILANG
 

(Yes 40:1-11; Mat 18:12-14)
Kotbah Misa Harian, Selasa 11 Desember 2012
Dari Surabaya Untuk Dunia


P. Benediktus Bere Mali, SVD



Dalam konteks Indonesia, membaca judul renungan di atas, ada dua pertanyaan yang muncul di dalam benak  kita. Apa yang hilang dari para pemimpin Indonesia pada saat ini?  Siapa yang mencari yang hilang itu? Media cetak dan media elektronik mengatakan bahwa yang hilang dari Indonesia pada saat ini adalah kejujuran. Mengapa? Korupsi yang semakin banyak dibicarakan dan ditulis di dalam media cetak dan media elektronik, lahir dari prilaku manusia yang korup. Pencari kejujuran yang hilang adalah bangsa Indonesia atau rakyat Indonesia. Pencari kejujuran yang telah hilang itu dapat ditemukan kembali di dalam pemilihan pemimpin jujur pada setiap pilkada. Betapa bahagianya seluruh rakyat Indonesia, mencari dan menemukan kejujuran dalam diri pemimpin yang terpilih.


Bacaan Injil hari ini menampilkan pemimpin yang sejati.  Dia mengutamakan kesempurnaan dan keutuhan dalam memimpin yang dipimpinnya. Dia berusaha mencari dan menemukan hal-hal apa saja yang membuat kepemimpinannya dari hari ke hari semakin sempurna dan lengkap. Pemimpin yang sejati yang mencari dan menemukan yang hilang  itu dilukiskan di dalam perumpamaan tentang domba yang hilang.  Seseorang mempunyai 100 ekor domba, symbol keutuhan atau kesempurnaan.  Ketika hilang seekor maka kesempurnaa itu berkurang.  Seekor yang hilang itu dicari. Setelah menemukannya,  si penemu membawanya dengan penuh sukacita  ke dalam kandangnya sehingga kembali menjadi 100 ekor, symbol kesempurnaan.


Asal dan sumber pemimpin yang sejati adalah Allah sendiri. Kesempurnaan  adalah  Tuhan yang kita imani. Hidup dalam Allah adalah hidup dalam kesempurnaan. Ketika kesempurnaan kita itu jauh atau berkurang karena dosa dan salah kita, maka Tuhan mencari dan menemukan kembali kita melalui pertobatan kita. Kita menjadi pribadi yang kembali bersekutu dengan Allah sumber kesempurnaan, ketika kita bertobat dari kesalahan dan dosa yang kita lakukan. Bertobat berarti kita meratakan kembali jalan hati yang berlubang-lubang, dan meluruskan kembali jalan hati yang berkelok-kelok. Allah bersukacita atas pertobatan kita. Pertobatan itu mengantar kita kembali hidup dalam Allah sebagai pemimpin yang sempurna.


Kita pada saat ini kehilangan seorang pemimpin yang sempurna dan jujur. Kita mengharapkan pemimpin yang tanpa korup. Di sisi lain kita sendiri pun adalah pemimpin untuk diri sendiri. Mengharapkan pemimpin yang jujur, harus dimulai dari diri kita sendiri. Ketika kita sendiri menjadi orang jujur dalam berelasi dengan diri, sesama dan Tuhan, itulah bukti dan tandanya bahwa kita telah meratakan jalan hati bagi kedatangan Tuhan pada hari Natal dan pada akhir Zaman, yang  datang secara tiba-tiba. Ketika itu juga, kita telah menemukan kembali kejujuran yang telah hilang, bukan di tempat yang jauh, tetapi di dalam diri kita sendiri.

http://www.facebook.com/notes/beny-mali/mencari-kejujuran-yang-hilang/10151200519053598