HIDUP RAGU ATAU YAKIN
2Sam 7:1-5, 8b-12, 16
Luk : 67 – 69
Senin Adven, 24 Desember 2012
Pastoran St. Yosef Kuala Kencana
Freeport – Keuskupan Timikia
P. Benediktus Bere Mali,
SVD
Dalam hidup
bersama, hidup di dalam keluarga dan di dalam komunitas, sering kita menjumpai
teman-sahabat yang selalu memberikan kepastian dalam mengambil sebuah kebijakan
untuk kehidupan bersama, tetapi ada juga pemimpin yang senantiasa memberikan
keputusan-keputusan yang ambivalen antara ya atau tidak, yang penuh dengan
keraguan bagi pemimpin dan juga bagi yang dipimpinnya.
Pemimpin
yang kurang yakin bahkan selalu dibayangi oleh keraguannya di dalam menentukan
sebuah keputusan untuk kebijakan bersama selalu mematahkan semangat anggota
atau bawahannya untuk melakukan sesuatu yang lebih berkembang maju demi
kebaikan bersama. Masing-masing anggota akhirnya berjalan sendiri-sendiri tanpa
sebuah koordinasi yang terarah pada tujuan kehidupan bersama untuk kebaikan
bersama.
Sebaliknya
seorang pemimpin yang yakin dan pasti dalam mengambil sebuah keputusan sebagai
sebuah kebijakan untuk kebaikan bersama, mudah menyatukan dan mengkoordinir
anggota atau bawahan yang dipimpinnya, untuk bergerak membangun gerakan bersama
di dalam memajukan kehidupan bersama untuk kebaikan bersama.
Zakharia
adalah seorang imam yang setiap hari lebih banyak menghabiskan waktu hidupnya
di Bait Allah. Tetapi hal itu tidak menambah dan meneguhkan kepastian imannya
kepada Tuhan yang dia sembah dalam panggilannya sebagai seorang imam. Dia
sepertinya doa di Gereja sebagai pelarian karena isterinya mandul, dan
dijadikan aib dalam pandangan umum masyarakat pada waktu itu. Imannya pada
Allah belum sempurna karena dia masih dalam keadaan yang selalu ragu-ragu.
Hal ini
terbukti saat Malaikat Tuhan mewartakan bahwa isterinya akan mengandung dan
melahirkan Yohanes, dalam usianya yang sudah mati haid, Zakharia ragu-ragu akan
hal itu. Maka Allah membisukan Zakharia, hingga imannya menjadi pasti kepada
berita Tuhan tentang kelahiran Yohanes karena berkat Roh Kudus Allah. Kepastian
imannya itu terungkap dalam tulisan tangannya dalam keadaan bisu, bahwa anak
yang lahir itu harus diberi nama Yohanes sesuai kehendak Allah, bukan
berdasarkan kehendak manusia, kehendak pribadi Zakharia yang lebih memberikan
nama sesuai adat keturunan dalam budaya Yahudi pada zamannya. Hal ini
menegaskan bahwa Yohanes lahir bukan berdasarkan kehendak manusia tetapi
berdasarkan kehendak Allah. Maka nama bayi yang lahir dari Elisabeth pun harus
sesuai kehendak Allah bukan kehendak Zakharia.
Setelah
Zakharia memastikan imannya kepada Tuhan atas kelahiran Yohanes dan menulis
nama Yohanes sebagai hitam di atas putih, mujizat terjadi atas diri Zakharia
yang bisu kembali dapat berbicara.
Ucapan
syukur atas kepastian imannya itu, Zakharia memulai dalam sukacita Tuhan
memuliakan Tuhan dalam Kidung Zakharia. Orang yang mendapat rahmat berlimpah
dari Tuhan dan sungguh menyadari betapa besar dan dalamnya rahmat Tuhan
baginya, pasti tahu bersyukur dan berterimakasih serta memuji dan memuliakan
Tuhan sebagai ungkapan imannya yang pasti kepada Tuhan.
Kita setiap
hari menerima rahmat Tuhan berupa napas kehidupan yang kita terima, makanan dan
minuman yang kita peroleh dari tanah ciptaan Tuhan, perhatian, cinta dan
pengorbanan dari sesama kepada kita. Kita selalu memperolah bantuan dari sesama
kita, yang membuat kita selalu hidup di dalam kecukupan. Kita harus tahu
bersyukur dan berterimakasih kepada Tuhan dan memuji dan memuliakan Tuhan.
Rahmat yang selalu kita terima dari Tuhan harus membuat kita pasti
mengungkapkan iman kita kepada Tuhan sumber segala yang baik dan benar untuk
kita. Kita tidak boleh meragukan Tuhan yang selalu menyertai dan memberkati
kita di dalam setiap langkah hidup kita.