Sabtu, Februari 09, 2013

Homili Sabtu 9 Februari 2013


“DEMI  FINAL DJARUM SUPERLIGA BADMINTON 2013 PERMINYAKAN TERTUNDA”

Ibr. 13 : 15 – 17 . 20 – 21;
Mrk  6 : 30 – 34
Homili Sabtu 9 Februari 2013
 Dari surbaya untuk dunia

*P. Benediktus Bere Mali, SVD*


Mengapa banyak pembesar atau pemimpin dipilih rakyat setelah terpilih, rakyatnya sulit menjumpainya atau sulit bertemunya secara langsung? Ada berbagai alasan. Karena pempimpin banyak pekerjaan, karena pemimpin tidak mau diganggu oleh rakyat yang ekonominya pas-pasan, karena pemimpin istirahatnya tidak mau diganggu, karena pemimpin takut pada ancaman dan kritikan langsung dari rakyatnya, karena pemimpin tidak punya waktu untuk mereka yang dipimpin tetapi untuk keluarganya banyak waktu, karena pemimpin egois tidak solider dengan sesama khususnya rakyat yang telah memilihnya, karena pemimpin itu berprinsip “sebelum dipilih rakyat adalah utama agar mereka memilih dirinya naik ke takhta kepemimpinan, setelah nikmat di menara kepemimpinan menutup pintu istana hati bagi rakyatnya yang telah memilihnya,” atau karena pemimpin tidak peka akan kebutuhan mereka yang dipimpinnya.

Tetapi  Yesus hari ini tampil menjadi pemimpin yang menjaga keseimbangan antara kebutuhan pribadi dengan kebutuhan sosial. Di saat pelayanan ke luar kepada banyak orang yang selalu membutuhkan pengajarannya yang penuh wibawah dan menggerakkan, di sela-sela waktu pelayanan, Yesus sungguh membutuhkan penataan diri secara ke dalam, membutuhkan waktu hening, melihat kembali seluruh karya pelayanannya di masa lalu, mengevaluasi, dan menyusun rencana yang lebih baik untuk masa yang akan datang dalam melayani, yang digerakkan oleh kekuatan Roh Kudus yang menyelamatkan diri, sesama, dan alam semesta. Kekuatan yang berasal dari Roh Kudus itu dapat diperoleh dalam doa pribadi sebagai sebuah kebutuhan, rekoleksi, retret dan pendalaman dengan perpustakaan pribadi serta kursus atau pelatihan pendalaman serta pendidikan formal yang sangat mendukung karya pelayanan secara lebih bermutu sesuai kebutuhan zaman.

Yesus tidak jatuh ke dalam aktivisme atau spiritualisme yang ekstrim. Yesus selalu menjaga keseimbangan antara aksi pelayanan sosial dan penataan spiritualitas personal. Kekuatan spiritual pribadi yang kokoh mengalirkan karya pelayanan yang menyegarkan dan menyelamatkan. Karya pelayanan memperkaya refleksi pribadi dalam Roh Kudus untuk melayani secara lebih bermutu.

Karya pelayanan Yesus juga pada dasarnya mengutamakan cinta dan pengorbanan kepada umat yang dilayani. Yesus selalu mengutamakan hidup dan kehidupan umat yang dilayani. Karakter pemimpin spiritual umat letaknya pada “semakin besar pengorbanan pemimpin spiritual semakin jelas umat yang dilayani berjalan di jalan menuju kesuksesan umat hidup di dalam Allah yang diwartakan”. Nilai pengorbanan Yesus terletak di  dalam Injil hari ini. Ketika saatnya untuk menyepi,tetapi masih banyak umat yang membutuhkan pelayanan, maka Yesus menunda agenda pribadi untuk retret itu, dengan terus melayani umat yang sangat membutuhkan pelayanan Yesus sebagai pemimpin spiritual untuk keselamatan jiwa mereka. Yesus tidak kaku dengan aturan pribadi yang sudah di agendakan. Aturan sosial lebih diutamakan. Atau program pribadi bisa ditunda kalau itu bisa ditunda, untuk melayani banyak orang yang sangat membutuhkan pelayanan pemimpin spiritual.
Kita kadang dengan berbagai alasan dan biasanya alasan itu diramu sedemkian dengan mengatakan “ sibuk” atau “tidak ada waktu” untuk melayani umat-umat yang datang kepada kita untuk didengarkan dan dilayani. Misalnya ketika waktu istirahat, tiba-tiba telphone berdering, untuk pelayanan perminyakan, seorang yang ditahbiskan imam mengatakan berada di luar kota surabaya,pada hal sebenarnya karena ia mengantuk menjawab seperti itu lalu pergi istirahat lagi. Atau karena kita memiliki agenda menonton final djarum superliga 2013, maka permintaan pelayanan orang sakit ditunda untuk dilayani.
Kita bisa belajar dari Yesus. Keputuhan pribadi bisa ditunda kalau itu bukan hal yang prinsip dan kebutuhan umat diutamakan untuk keselamatan jiwa umat yang kita layani. Yesus sangat peka akan kebutuhan umat. Kita sebaiknya membangkitkan kepekaan kita akan kebutuhan umat dalam panggilan kita sebagai pelayan-pelayan Tuhan pada zaman ini.

Jumat, Februari 08, 2013

Homili Jumat 8 Februari 2013


BUKAN TAKUT MENYATAKAN KEBENARAN
Ibr 13 : 1- 8; Mrk 6 : 14 – 29
Homili Jumat 8 Februari 2013
Dari Surabaya Untuk Dunia

P. Benediktus Bere Mali, SVD

Mengapa Markus menulis kisah karya Yohanes disampaikan secara singkat di dalam perikope ini sedangkan kematian Yohanes dikisahkan secara deteil panjang lebar? Karena yang mau ditekankan di sini adalah resiko yang semestinya ditanggung seorang nabi dalam mewartakan kebenaran sebagai ekspresi jati dirinya. Seorang nabi mengutamakan pewartaan kebenaran Allah yang menyelamatkan orang di dalam freim iman dan kemanusiaan tanpa mundur selangkapun oleh karena aneka wajah tekanan bahkan ancaman nyawa sekalipun.

Keberanian Yohanes secara lantang mengatakan amoral Herodes melahirkan antipatinya terhadap Yohanes berpuncak pada pemenggalan kepala Yohanes. Kematian Yohanes adalah sebuah kematian yang terhormat karena memperjuangkan kebenaran Tuhan dalam freim kemanusiaan dan keimanan kepadaNya.
Ketika seseorang berhadapan dengan serdadu dan saudagar yang menguasai wilayah para penguasa di negerinya, seringkali berpikir mempertimbangkan berkali-kali untuk mengungkapkan kebenaran moral yang dilanggar para penguasa kepada publik, baik secara lisan melalui media elektronik maupun melalui tulisan dalam media cetak, karena menghindari ancaman kematian yang segera menyusulnya. Jalan yang ditempuh seringkali melewati jalan aman yaitu tahu tapi bisu untuk mengungkapkannya.

Kalau kita diminta untuk memilih antara “lebih baik tidak mengatakan apa-apa tentang pelanggaran moral para pemimpin yang sedang memimpin kita dan hidup kita aman dalam masa jabatannya yang temporal” atau “lebih baik mengatakan secara lantang kepada publik tentang pelanggaran  moral para penguasa yang sedang berkuasa  lalu segera disusul kematian nyawa, yang melahirkan penderitaan bagi keluargadan , anak isteri”, maka dapat dipastikan bahwa sekalipun para penguasa itu melanggar moral secara publik, lebih baik memilih diam dari pada berbicara dan segera disusul dengan kematian nyawa.

Kalau memang benar benih pandangan di atas sedang bersemi di lahan hati kita berarti sedang kita alami betapa merananya hati nurani kita dalam menghadirkan peran kenabian di dalam kehidupan kita sebagai oang yang beriman kepada Kristus sang Nabi yang sejati. Secara spiritual kenabian Yohanes yang dihadirkan dalam mengungkapkan kritik kenabian terhadap pelanggaran moral yang dilakukan penguasa Herodes, sungguh membangkitkan kembali peran kenabian kita dalam konteks sosial kita pada zaman ini.

Kita semestinya menghadirkan peran kenabian dalam komunitas sosial tanah air kita secara tertata dalam jaringan kenabian yang tercipta agar kita sendiri tidak mati konyol dalam mewartakan kebenaran yang dilanggar para serdadu dan saudagar yang sedang berkuasa. Jaringan kenabian yang tertata rapi dapat menjadi tempat yang tepat bagi kita memperjuangkan kebenaran secara lantang untuk menyentuh hati dan menyadarkan pelanggar kebenaran untuk bertobat. Pertobatan para pelanggar kebenaran berarti si pelanggar moral berjalan dari amoral menuju jalan kebenaran dan berjalan dalam kebenaran untuk menyelamatkan diri dan sesama yang dipimpin. Di sini peran kenabian kita dihadirkan untuk menghidupkan semua orang baik pewarta kebenaran maupun pelanggar kebenaran bukan untuk mematikan, sehingga semua berjalan bersama sang kebenaran yang sejati.

Kamis, Februari 07, 2013

Homili Kamis 7 Februari 2013




MAKNA MENGEBASKAN DEBU KAKI

Ibr.  12 : 18 – 19.21-24;
Mrk 6 : 7 – 13
Homili Kamis, 7 Februari 2013-02-07
Dari Surabaya UntukDunia

*P. Benediktus Bere Mali, SVD*

Mengapa para murid mengebaskan debu kaki sebelum meninggalkan sebuah kampung atau tempat daerah yang orang-orangnya menolak pewartaan Kerajaan Allah yang menjadi nyata di dalam Yesus?
Kaki yang kotor pasti dibersihkan sebelum masuk ke dalam tempat yang bersih dan suci serta kudus.  Kotoran melekat di kaki itu bisa berasal dari debu atau lumpur. Ketika para murid masuk kedalam daerah – daerah mewartakan Injil  kemudian pewartaan itu ditolak itu menunjukkan bahwa orang – orang di daerah itu adalah orang yang menodai pewartaan Kerajaan Allah yang mereka bawa dan wartakan.  Penodaan itu berasal dari lumpur dan debu dosa orang setempat yang tidak mau dibersihkan oleh para murid yang mewartakan Kerajaan Allah. Lumpur dosa dan debu dosa itu pun akhirnya melekat pada kaki para murid  yang mewartakan Kerajaan Allah.
Para murid adalah wadah bagi Kerajaan Allah. Wadah harus bersih untuk menmpatkan yang kudus dalam wadah tersebut. Wadah yang kotor tidak layak bagi yang kudus. Lebih tidak layak lagi kalau wadah yang kotor tidak bersedia untuk dibersihkan bahkan menolak untuk dibersihkan.   
 Para murid adalah pewarta Kerajaan Allah. Sebagai pewarta Kerajaan Allah mereka sendiri hidup dalam Kerajaan Allah itu. Kesaksian hidup mereka mengalirkan nilai-nilai damai, suka cita dan kejujuran dan keadilan yang mereka bawa dan wartakan.  Setiap noda yang mengotori nilai-nilai itu harus dibersihkan agar nilai-nilai itu selalu terawat.  Orang yang menerima pewartaan adalah mereka yang terbuka dan membiarkan diri berjalan bersama Sang Sabda dalam kesetiaan dan ketekunan.  Mereka yang menolak nilai-nilai Kerajaan Allah memilih hidup dan berjalan bersama Kerajaan diri yang egois yang menyesatkan diri dan sesama. Penyelamatan diri dan sesama datang dari Kerajaan Allah. Penyesatan diri dan sesama datangnya dari kerajaan setan.
            Sebelum meninggalkan tempat yang menolak pewartaan para murid, para murid  mengebaskan debu di kakinya di daerah itu menunjukkan bahwa  yang kotor dari daerah itu ditinggalkan di daerah itu dan dengan demikian para murid tidak bertanggungjawab atas masa depan mereka yang menolak pewartaan Kerajaan Allah yang menyelamatkan. Penolakan mereka berarti mereka berjalan bersama kekotoran dosa egoisme mereka. Mereka menjauhkan diri dari keselamatan bagi mereka kini dan masa yang akan datang.

Rabu, Februari 06, 2013

Homili Rabu 6 Februari 2013


MENERIMA YESUS DALAM SUKA DAN DUKA


Himili Rabu 6 Februari 2013
Ibr 12 : 4 – 7. 11 – 15; Mrk 6 : 1 – 6
Dari Surabaya Untuk Dunia

P. Benediktus Bere Mali, SVD


Seorang murid yang sudah menolak gurunya akan selalu mengalami kesulitan untuk memperdalam dan menguasai ilmu yang diajarkan guru tersebut. Sebaliknya seorang murid yang senantiasa senang pada pengajaran guru merupakan sebuah awal yang baik bagi pengembangan diri dalam ilmu yang diajarkan guru itu. Semua energi murid itu akan terpusat pada kesenangannya  pada pengajaran guru dan pendalaman ilmunya dalam buku-buku yang dapat ditemukan di dalam Perpustakaan sehingga memperoleh pendidikan secara profesional akan perlahan menuju kenyataaan.  Pekerjaan pun selalu menanti setiap murid yang ahli di dalam ilmu yang dipelajarinya di bangku sekolah atau kuliah.

Yesus meninggalkan keluarga dan kampungnya  pergi ke daerah-daerah lain mewartakan Kerajaan Allah dan mengadakan mujizat  bagi mereka yang  membangun  bangunan kepercayaan yang kokoh kepadaNya. Mereka yang menerima Yesus  diberikan mujizat sebaliknya keluarganya dan orang sedaerahNya yang menolakNya  tidak terjadi mujizat atas diri mereka. Dengan kata lain menerima Yesus melahirkan mujizat atas diri setiap pribadi yang menyambut Yesus, sedangkan menolak Yesus berarti berjalan jauh di atas jalan menuju tanpa mujizat dari Yesus.

Dalam kehidupan kita seringkali kita merasa kosong di dalam hidup kita dan kita sering mengatakan bahwa Tuhan itu jauh dari kita. Kita bahkan merasa jengkel dan marah kepada Tuhan. Ungkapan nyata kemarahan pada Tuhan melalui acuh tak acuh ke gereja dan malas mengikuti kegiatan rohani di lingkungan dan dalam komunitas.  Ini berarti kita mau menerima mujizat melalui jalan tol saja tidak mau berjuang dengan tekun dari detik ke detik, menit ke menit, jam ke jam, hari ke hari menerima Yesus dalam Kitab Suci, doa pribadi dan doa bersama yang berpuncak di dalam  ekaristi Kudus.  




                                     

Selasa, Februari 05, 2013

Homili Selasa 5 Februari 2013



TEKUN BERIMAN MELAHIRKAN MUJIZAT

Ibr  12 : 1 – 4; Mrk 5 : 21 – 43
Homili Selasa 5 Februari 2013
Dari Surabaya Untuk Dunia

P. Benediktus Bere Mali, SVD

Ketika diumumkan di koran bahwa akan ada penyembuhan di sebuah mol  terkenal di sebuah kota, pada waktu yang telah ditentukan dalam pemberitaan itu, disambut dengan lautan manusia yang membanjiri tempat terlaksananya penyembuhan sampai-sampai tidak ada lagi tempat untuk parkir kendaraan dekat tempat pelaksanaan penyembuhan.  Sebaliknya ketika diadakan sebuah doa bersama di sebuah wilayah, yang sudah diumumkan atau sudah direncanakan bahkan sudah disampaikan melalui undangan, yang hadir sangat sedikit dibandingkan dengan doa penyembuhan.
Sadar atau tidak sadar lautan manusia yang menghadiri doa penyembuhan itu berharap mengalami mujizat penyembuhan seketika itu juga. Sebaliknya orang-orang yang setia mengikuti doa lingkungan dan misa harian setiap hari secara sadar bahwa ketekunan dalam beriman kepada Yesus yang melahirkan pengalaman akan mujizat.
 Dengan kata lain, bagi lautan manusia yang berduyun-duyun datang ke tempat penyembuhan itu bisa jadi termasuk orang-orang yang tidak tekun mengikuti doa lingkungan dan misa harian tetapi melalui jalan tol langsung mau mengalami mujizat Tuhan atau mereka itu berpegang pada prinsip “Mujizat melahirkan iman” sebaliknya orang yang secara tekun dan setia mengikuti doa lingkungan, doa pribadi, perayaan Ekaristi adalah orang yang memiliki prinsip “tekun beriman kepada Yesus melahirkan mujizat”.
Kepala Rumah Ibadat dan Perempuan Janda memiliki upaya dan ketekunan beriman kepada Yesus. Perbedaannya terletak di sini bahwa tekun beriman  kepada Tuhan Yesus dari Pribadi Perempuan Janda yang telah sakit  selama belasan tahun mengalirkan mujizat penyembuhan atas dirinya, sedangkan tekun beriman kepala rumah ibadat kepada Tuhan Yesus memancarkan mujizat kebangkitan yang dialami anaknya Yairus.
Ketekunan keduanya terletak di dalam pengalaman Perempuan Janda yang sakit berjuang berjalan menuju Yesus dan menjamah jumbai jubahNya serta mengungkapkan isi hatinya atas maksud semuanya itu kepada Tuhan Yesus. Mujizat penyembuhan terjadi atas dirinya.
Ketekunan Kepala Rumah Ibadat yang anaknya Yairus meninggal, setia dan tekun serta sabar datang kepada Yesus menjemput Yesus dan kemudian berjalan bersama Yesus sesuai agenda keselamatan Yesus yang dilaksanakan di dalam perjalanan menuju rumahnya, tanpa suatu sungutan karena keterlambatan menuju rumahnya. Bahkan di dalam perjalanan, ketika masih menyembuhkan perempuan janda, keluarga kepala Rumah Ibadat itu menyampaikan kepadanya bahwa Yairus telah mati, untuk apa Yesus datang ke rumahnya untuk menyembuhkan Yairus. Ada putus asa dari keluarga besar Kepala Rumah Ibadat. Artinya iman mereka lemah. Hal ini terungkap juga ketika Yesus bersama para murid tiba di Rumah Kepala Rumah Ibadat itu, banyak orang menertawakan Yesus. Tertawa sinis pada Yesus adalah ekspresi iman lemah dari banyak orang yang hadir di sekitar Yairus yang telah meninggal secara fisik.
Tetapi bagi Yesus tidak ada yang mustahil. Bagi Kepala Rumah Ibadat yang tekun sabar serta setia beriman kepada Yesus melahirkan mujizat kebangkitan atas anaknya Yairus yang telah meninggal.