DARI
TAK LAYAK MENJADI LAYAK
Yes 6:1 – 2a.
3 – 8;
1 Kor 15 : 1 –
11;
Luk 5 : 1 - 11
Homili Minggu
10 Februari 2013
Dari surabaya
Untuk Dunia
*P.
Benediktus Bere Mali, SVD*
Apa persamaan antara Yesaya, Paulus dan Petrus
di dalam perjalanan spiritual mereka? Persamaannya sebetulnya terletak di dalam
pernyataan berikut ini. Ketiganya memiliki satu keutamaan yang sama dalam
mengikuti perjalanan panggilan untuk menjalankan tugas perutusan yang mereka
terima dari Tuhan yaitu “Kerendahan Hati” bukan kesombongan. Kerendahan hati
itu terungkap di dalam kalimat “ mereka merasa tidak layak” di hadapan Tuhan.
Yesaya ketika
dipanggil Tuhan, diawalnya ia secara jujur mengatakan tidak layak di hadapan
Tuhan karena “ia memiliki bibir yang najis dan tinggal di antara orang yang
najis bibir.” Saulus memang tidak layak karena penganiayah para pengikut
Kristus yang bangkit. Petrus merasa tidak layak di hadapan Tuhan karena semakin
mengenal Tuhan, dia lalu semakin sadar akan dosanya.
Ketiganya
merasa tidak layak di hadapan Tuhan untuk melaksanakan tugas perutusan Tuhan untuk
menjala manusia masuk ke dalam jala Tuhan Yesus yang menyelamatkan semua orang.
Ketidaklayakan diri di hadapan Tuhan yang disampaikan secara jujur itu merupakan
sebuah pernyataan yang lahir dari sebuah keutamaan Kerendahan hati yang mereka
miliki.
Kerendahan
hati itu lalu menjadi sebuah lapangan bagi tempat bermain bola Rahmat Tuhan di
atasnya. Rahmat Tuhan mengubah manusia yang rendah hati merasa tidak layak,
kepada kelayakan untuk tugas perutusan Tuhan menjala manusia ke dalam jala
Tuhan yang menyelamatkan.
Kerendahan
hati Yesaya, Paulus dan Petrus menurunkan berkat pembaruan yang besar di dalam
diri mereka dalam menjawabi panggilan dan menjalankan tugas perutusan Tuhan.
Yesaya menjawab panggilan Tuhan dengan penuh kepastian “inilah aku utuslah
aku”. Saulus sang penganiayah Pengikut Kristus diubah Tuhan menjadi Paulus
misionaris yang mewartakan kebangkitan Tuhan Yesus kepada para bangsa. Petrus meninggalkan
pekerjaan sebagai penjala ikan menjadi penjala manusia ke dalam jala Tuhan
Yesus yang menyelamatkan.
Karya
Perutusan Tuhan mereka jalankan di atas jalan kerja sama dengan Rahmat Tuhan.
Ada keterbukaan mereka untuk diubah dan dibimbing Tuhan dalam tugas perutusan berdasarkan Sabda Allah yang menyelamatkan
bukan berdasarkan titah setan yang menghancurkan.
Keutamaan
Kerendahan Hati adalah modal penting bagi para misionaris dalam melaksanakan
tugas perutusannya di dalam segala zaman. Mengapa penting? Misionaris senantiasa
berhadapan dengan multi wajah umat yang dilayani. Misionaris selalu bertemu
dengan Multi pengetahuan umat yang dilayani. Sebaiknya seorang misionaris hadapi
aneka umat yang dilayani dengan modal dasar kerendahan hati. Kerendahan hati
untuk menerima masukan umat yang membangun diri dan memperkaya diri. Sebaliknya
kesombongan misionaris menutup pintu masuk bagi aneka masukan yang
menyempurnakan diri dalam tugas dan karya pelayanan.
Rahmat Tuhan
yang menyempurnakan misionaris di dalam tugas perutusannya, bisa datangnya dari
sesama khususnya konfrater sekomunitas, sepastoran dan juga umat yang layani. Rahmat
Tuhan itu menjadi lebih cepat bekerja di dalam diri misionaris kalau ada keterbukaan
dan pengakuannya bahwa kelebihan talenta dan kemampuan sesama menjadi modal
yang Tuhan titip untuk dapat melengkapi
pelayanan misionaris. Untuk itu perlu ada dukungan dan kerelaan misionaris untuk
bekomunikasi dan bekerja sama demi pelayanan untuk kemuliaan Tuhan dan
kemanusiaan.
Bapak Uskup
meminta untuk hari ini membaca surat gembala Prapaska 2013. Inti surat itu
adalah Pertobatan. Orang yang bertobat adalah seperti Yesaya yang rendah hati
akui dosanya dihadapan Tuhan dan dia merasa tidak layak untuk terima rahmat panggilan Tuhan. Kerendahan hatinya merupakan
lapangan bagi kerja rahmat Tuhan yang membarui dirinya dari tidak layak menjadi
layak. Yesaya pun merasa yakin menerima rahmat panggilan dan perutusan Tuhan :
“inilah aku utuslah aku”.
Orang yang
bertobat seperti Saulus yang dulunya penganiayah kemudian Rahmat Tuhan bekerja di dalam dirinya yang
menuntun dia berjalan dari kerja aniayah sesama menjadi pencinta sesama dan
pewarta cinta kasih Kristus kepada dunia.
Orang yang
bertobat seperti Petrus yang semakin mengenal Tuhan semakin menyadari dosanya,
sehingga tidak layak hidup di hadirat Allah, dan merasa tidak pantas menjadi
penjala manusia. Kerendahan hati Petrus itu menurunkan berkat Tuhan dalam Sabda
Allah kepadanya : ”Jangan takut! Mulai
sekarang engkau akan menjala manusia.” Petrus merasa yakin akan rahmat
Panggilan Tuhan itu dan seketika itu juga meninggalkan pekerjaan mapan sebagai
penjala ikan menjadi penjala manusia ke dalam jala keselamatan universal Tuhan
Yesus.
Ungkapan jujur najis bibir dari Yesaya,
penganiayah sesama dari Saulus, pendosa dari Petrus, dalam bacaan-bacaan suci
hari ini merupakan ungkapan kerendahan hati di hadapan Tuhan. Mereka sadar dan
merasa tidak layak untuk tugas perutusan yang Tuhan kehendaki atas diri mereka.
Tetapi Tuhan justru membarui mereka dalam kerendahan hati yang mereka miliki.
Tuhan mengubah mereka dari tidak layak menjadi layak. Mereka pun bertobat. Tobat berarti berjalan
bersama Tuhan dalam berpikir berkata dan bertindak.
Kita pun siap
diubah dan berubah bila ada kerendahan hati diam di dalam diri dan hati
kita. Perubahan itu di samping usaha
kita yang rendah hati, datangnya dari sesama sebagai saluran rahmat Tuhan bagi
kita. Tetapi merasa lebih hebat dan lebih tahu dari sesama, menutup semua cela untuk dibarui dan berubah.