Senin, Februari 11, 2013

Homili Senin 11 Februari 2013



IMAN DAN USAHA HIDUP SEHAT

Kej 1 : 1 – 19; Mrk 6 : 53 – 56
Homili Senin 11 Februari 2013
Dari Surabaya Untuk Dunia

*P. Benediktus Bere Mali, SVD*



Banyak orang kalau diminta memilih antara jalan tol tanpa hambatan dan jalan umum yang macet menuju sebuah tempat tujuan,  sudah dapat dipastikan bahwa seorang pengendara mobil akan lebih memilih melewati jalan tol tanpa hambatan. Demikian juga banyak orang diminta untuk memilih mujizat penyembuhan dengan proses yang membutuhkan waktu yang lama untuk memperoleh kembali penyembuhan secara normal, maka dapat diperkirakan bahwa lebih banyak orang akan memilih jalan tol mujizat penyembuhan, daripada melalui jalan normal memperoelh kembali kesembuhan.

Misalnya ketika diadakan doa penyembuhan di sebuah kota, banyak orang bahkan lautan manusia dari berbagai penjuru datang ke tempat penyelenggaraan doa penyembuhan. Tetapi ketika pelaksanaan misa harian di Gereja, hanya orang yang punya kesetiaan dan ketekunan yang selalu hadir dalam misa harian dan misa wilayah. Artinya apa bagi kita?  Kebanyakan masyarakat katholik masih dipandu pemikiran bahwa Mujizat penyembuhan itu yang melahirkan iman dan kepercayaan kepada Tuhan Yesus. Tetapi hanya sedikit umat Katolik yang perpikir bahwa iman dan kepercayaan yang melahirkan mujizat penyembuhan. 



Orang sakit yang disembuhkan dalam Bacaan Injil hari ini, berasal dari sumber iman mereka kepada Yesus dan usaha mereka datang kepada Yesus dan perjuangan mereka menjamah jubah Yesus yang melahirkan mujizat penyembuhan atas diri mereka. Ada kerja sama antara iman dan usaha orang sakit yang melahirkan mujizat penyembuhan.


Di sini kita melihat bahwa Tuhan Yesus melibatkan diri dalam penciptaan kembali. Sebagaimana dalam Bacaan Pertama kita mendengarkan bahwa segala sesuatu yang Tuhan ciptakan pada awalnya adalah “baik adanya”. Tetapi ternyata dalam perjalanan, ada yang tidak baik adanya. Misalnya orang yang dulunya sehat kini sakit. Orang yang dulunya baik kini kurang baik atau jahat. Sebuah institusi yang dulunya bermutu dalam bermisi kini kurang bermutu.

Yesus datang untuk menyempurnakan kembali karya penciptaan Tuhan agar “semuanya kembali pada posisi baik adanya.” Hal itu menjadi nyata dalam mujizat penyembuhan yang lahir dari iman dan usaha orang sakit datang dan menjamah jubah Yesus.


Kehadiran kita adalah sebuah kehadiran untuk “penciptaan kembali”. Karya yang kurang bermutu, kita sempurnakan agar bermutu kembali. Untuk itu perlu dialog antara kita. Kita duduk bersama secara tulus mengevaluasi semua kerja kita untuk melihat dan menemukan kelebihan dan kekurangan. Kelebihan kita pertahankan. Kekurangan kita atasi bersama dalam kerja pada periode yang akan datang, dengan satu tujuan pekerjaan dan pelayanan kita berjalan di jalan yang bermutu, yang menarik banyak orang lintas batas. Menuju yang berkualitas dalam karya kita sebagai sebuah team, sebaiknya menjadi sebuah gerakan bersama dan tanggungjawab bersama di dalam pos pelayanan kita masing-masing.



Fokus permenungan kita pada hari ini adalah merenungkan tema keterlibatan kita dalam “Penciptaan kembali” dalam pos karya pelayanan kita masing-masing. Pada awal mula, Tuhan menciptakan segala sesuatu baik adanya. Usia baik adanya itu tidak panjang mulai di taman eden pertama. Adam dan Eva pertama menggugurkan baik adanya. Yesus sebagai Adam baru menciptakan kembali taman eden yang telah hilang sehingga orang dapat menemukan kembali Taman eden pertama yang telah hillang itu dalam iman dan kepercayaan kepada Tuhan Yesus Adam Baru. Dengan kata lain Adam Lama merusakkan Taman Eden yang baik adanya menjadi tidak baik adanya. Sebaliknya Yesus sebagai Adam Baru Menciptakan kembali Taman Eden yang tidak baik adanya menjadi baik adanya.


Kita pun dalam sejarah perjalanan keggregasi kita atau sejarah Gereja kita berjalan di dua jalan ini. Ada pemimpin gereja atau Konggregasi atau institusi atau komunitas yang membawa pembaruan yang menyelamatkan anggotanya sehingga berjalan di jalan yang bermutu dalam hal rohani dan karya sosial. Tetapi ada juga pemimpin yang memberikan warna yang suram yang membuat lelah dan letih anggota yang dipimpinnya untuk terus berjuang berjalan di jalan yang bermutu.

Namun dengan sapaan Allah dalam bacaan hari ini kita diteguhkan Sabda Allah hari ini, untuk hadir di komunitas karya dan komunitas formasi untuk menjadi “Adam baru dan Eva Baru” yang menciptakan kembali eden karya kita agar semuanya kembali berada pada posisi “ BAIK ADANYA” bukan sebaliknya.

Minggu, Februari 10, 2013

Homili Minggu 10 Februari 2013

DARI TAK LAYAK MENJADI LAYAK

Yes 6:1 – 2a. 3 – 8;
1 Kor 15 : 1 – 11;
 Luk 5 : 1 - 11
Homili Minggu 10 Februari 2013
Dari surabaya Untuk Dunia

*P. Benediktus Bere Mali, SVD*

 Apa persamaan antara Yesaya, Paulus dan Petrus di dalam perjalanan spiritual mereka? Persamaannya sebetulnya terletak di dalam pernyataan berikut ini. Ketiganya memiliki satu keutamaan yang sama dalam mengikuti perjalanan panggilan untuk menjalankan tugas perutusan yang mereka terima dari Tuhan yaitu “Kerendahan Hati” bukan kesombongan. Kerendahan hati itu terungkap di dalam kalimat “ mereka merasa tidak layak” di hadapan Tuhan.
Yesaya ketika dipanggil Tuhan, diawalnya ia secara jujur mengatakan tidak layak di hadapan Tuhan karena “ia memiliki bibir yang najis dan tinggal di antara orang yang najis bibir.” Saulus memang tidak layak karena penganiayah para pengikut Kristus yang bangkit. Petrus merasa tidak layak di hadapan Tuhan karena semakin mengenal Tuhan, dia lalu semakin sadar akan dosanya.
Ketiganya merasa tidak layak di hadapan Tuhan untuk melaksanakan tugas perutusan Tuhan untuk menjala manusia masuk ke dalam jala Tuhan Yesus yang menyelamatkan semua orang. Ketidaklayakan diri di hadapan Tuhan yang disampaikan secara jujur itu merupakan sebuah pernyataan yang lahir dari sebuah keutamaan Kerendahan hati yang mereka miliki.
Kerendahan hati itu lalu menjadi sebuah lapangan bagi tempat bermain bola Rahmat Tuhan di atasnya. Rahmat Tuhan mengubah manusia yang rendah hati merasa tidak layak, kepada kelayakan untuk tugas perutusan Tuhan menjala manusia ke dalam jala Tuhan yang menyelamatkan.
Kerendahan hati Yesaya, Paulus dan Petrus menurunkan berkat pembaruan yang besar di dalam diri mereka dalam menjawabi panggilan dan menjalankan tugas perutusan Tuhan. Yesaya menjawab panggilan Tuhan dengan penuh kepastian “inilah aku utuslah aku”. Saulus sang penganiayah Pengikut Kristus diubah Tuhan menjadi Paulus misionaris yang mewartakan kebangkitan Tuhan Yesus kepada para bangsa. Petrus meninggalkan pekerjaan sebagai penjala ikan menjadi penjala manusia ke dalam jala Tuhan Yesus yang menyelamatkan.
Karya Perutusan Tuhan mereka jalankan di atas jalan kerja sama dengan Rahmat Tuhan. Ada keterbukaan mereka untuk diubah dan dibimbing Tuhan dalam tugas perutusan  berdasarkan Sabda Allah yang menyelamatkan bukan berdasarkan titah setan yang menghancurkan.

Keutamaan Kerendahan Hati adalah modal penting bagi para misionaris dalam melaksanakan tugas perutusannya di dalam segala zaman. Mengapa penting? Misionaris senantiasa berhadapan dengan multi wajah umat yang dilayani. Misionaris selalu bertemu dengan Multi pengetahuan umat yang dilayani. Sebaiknya seorang misionaris hadapi aneka umat yang dilayani dengan modal dasar kerendahan hati. Kerendahan hati untuk menerima masukan umat yang membangun diri dan memperkaya diri. Sebaliknya kesombongan misionaris menutup pintu masuk bagi aneka masukan yang menyempurnakan diri dalam tugas dan karya pelayanan.
Rahmat Tuhan yang menyempurnakan misionaris di dalam tugas perutusannya, bisa datangnya dari sesama khususnya konfrater sekomunitas, sepastoran dan juga umat yang layani. Rahmat Tuhan itu menjadi lebih cepat bekerja di dalam diri misionaris kalau ada keterbukaan dan pengakuannya bahwa kelebihan talenta dan kemampuan sesama menjadi modal yang Tuhan titip untuk  dapat melengkapi pelayanan misionaris. Untuk itu perlu ada dukungan dan kerelaan misionaris untuk bekomunikasi dan bekerja sama demi pelayanan untuk kemuliaan Tuhan dan kemanusiaan.


Bapak Uskup meminta untuk hari ini membaca surat gembala Prapaska 2013. Inti surat itu adalah Pertobatan. Orang yang bertobat adalah seperti Yesaya yang rendah hati akui dosanya dihadapan Tuhan dan dia merasa tidak layak untuk terima rahmat  panggilan Tuhan. Kerendahan hatinya merupakan lapangan bagi kerja rahmat Tuhan yang membarui dirinya dari tidak layak menjadi layak. Yesaya pun merasa yakin menerima rahmat panggilan dan perutusan Tuhan : “inilah aku utuslah aku”.

Orang yang bertobat seperti Saulus yang dulunya penganiayah kemudian  Rahmat Tuhan bekerja di dalam dirinya yang menuntun dia berjalan dari kerja aniayah sesama menjadi pencinta sesama dan pewarta cinta kasih Kristus kepada dunia.

Orang yang bertobat seperti Petrus yang semakin mengenal Tuhan semakin menyadari dosanya, sehingga tidak layak hidup di hadirat Allah, dan merasa tidak pantas menjadi penjala manusia. Kerendahan hati Petrus itu menurunkan berkat Tuhan dalam Sabda Allah kepadanya :   ”Jangan takut! Mulai sekarang engkau akan menjala manusia.” Petrus merasa yakin akan rahmat Panggilan Tuhan itu dan seketika itu juga meninggalkan pekerjaan mapan sebagai penjala ikan menjadi penjala manusia ke dalam jala keselamatan universal Tuhan Yesus.

 Ungkapan jujur najis bibir dari Yesaya, penganiayah sesama dari Saulus, pendosa dari Petrus, dalam bacaan-bacaan suci hari ini merupakan ungkapan kerendahan hati di hadapan Tuhan. Mereka sadar dan merasa tidak layak untuk tugas perutusan yang Tuhan kehendaki atas diri mereka. Tetapi Tuhan justru membarui mereka dalam kerendahan hati yang mereka miliki. Tuhan mengubah mereka dari tidak layak menjadi layak.  Mereka pun bertobat. Tobat berarti berjalan bersama Tuhan dalam berpikir berkata dan bertindak.

Kita pun siap diubah dan berubah bila ada kerendahan hati diam di dalam diri dan hati kita.  Perubahan itu di samping usaha kita yang rendah hati, datangnya dari sesama sebagai saluran rahmat Tuhan bagi kita. Tetapi merasa lebih hebat dan lebih tahu dari sesama, menutup semua cela untuk dibarui dan berubah.

Sabtu, Februari 09, 2013

Homili Sabtu 9 Februari 2013


“DEMI  FINAL DJARUM SUPERLIGA BADMINTON 2013 PERMINYAKAN TERTUNDA”

Ibr. 13 : 15 – 17 . 20 – 21;
Mrk  6 : 30 – 34
Homili Sabtu 9 Februari 2013
 Dari surbaya untuk dunia

*P. Benediktus Bere Mali, SVD*


Mengapa banyak pembesar atau pemimpin dipilih rakyat setelah terpilih, rakyatnya sulit menjumpainya atau sulit bertemunya secara langsung? Ada berbagai alasan. Karena pempimpin banyak pekerjaan, karena pemimpin tidak mau diganggu oleh rakyat yang ekonominya pas-pasan, karena pemimpin istirahatnya tidak mau diganggu, karena pemimpin takut pada ancaman dan kritikan langsung dari rakyatnya, karena pemimpin tidak punya waktu untuk mereka yang dipimpin tetapi untuk keluarganya banyak waktu, karena pemimpin egois tidak solider dengan sesama khususnya rakyat yang telah memilihnya, karena pemimpin itu berprinsip “sebelum dipilih rakyat adalah utama agar mereka memilih dirinya naik ke takhta kepemimpinan, setelah nikmat di menara kepemimpinan menutup pintu istana hati bagi rakyatnya yang telah memilihnya,” atau karena pemimpin tidak peka akan kebutuhan mereka yang dipimpinnya.

Tetapi  Yesus hari ini tampil menjadi pemimpin yang menjaga keseimbangan antara kebutuhan pribadi dengan kebutuhan sosial. Di saat pelayanan ke luar kepada banyak orang yang selalu membutuhkan pengajarannya yang penuh wibawah dan menggerakkan, di sela-sela waktu pelayanan, Yesus sungguh membutuhkan penataan diri secara ke dalam, membutuhkan waktu hening, melihat kembali seluruh karya pelayanannya di masa lalu, mengevaluasi, dan menyusun rencana yang lebih baik untuk masa yang akan datang dalam melayani, yang digerakkan oleh kekuatan Roh Kudus yang menyelamatkan diri, sesama, dan alam semesta. Kekuatan yang berasal dari Roh Kudus itu dapat diperoleh dalam doa pribadi sebagai sebuah kebutuhan, rekoleksi, retret dan pendalaman dengan perpustakaan pribadi serta kursus atau pelatihan pendalaman serta pendidikan formal yang sangat mendukung karya pelayanan secara lebih bermutu sesuai kebutuhan zaman.

Yesus tidak jatuh ke dalam aktivisme atau spiritualisme yang ekstrim. Yesus selalu menjaga keseimbangan antara aksi pelayanan sosial dan penataan spiritualitas personal. Kekuatan spiritual pribadi yang kokoh mengalirkan karya pelayanan yang menyegarkan dan menyelamatkan. Karya pelayanan memperkaya refleksi pribadi dalam Roh Kudus untuk melayani secara lebih bermutu.

Karya pelayanan Yesus juga pada dasarnya mengutamakan cinta dan pengorbanan kepada umat yang dilayani. Yesus selalu mengutamakan hidup dan kehidupan umat yang dilayani. Karakter pemimpin spiritual umat letaknya pada “semakin besar pengorbanan pemimpin spiritual semakin jelas umat yang dilayani berjalan di jalan menuju kesuksesan umat hidup di dalam Allah yang diwartakan”. Nilai pengorbanan Yesus terletak di  dalam Injil hari ini. Ketika saatnya untuk menyepi,tetapi masih banyak umat yang membutuhkan pelayanan, maka Yesus menunda agenda pribadi untuk retret itu, dengan terus melayani umat yang sangat membutuhkan pelayanan Yesus sebagai pemimpin spiritual untuk keselamatan jiwa mereka. Yesus tidak kaku dengan aturan pribadi yang sudah di agendakan. Aturan sosial lebih diutamakan. Atau program pribadi bisa ditunda kalau itu bisa ditunda, untuk melayani banyak orang yang sangat membutuhkan pelayanan pemimpin spiritual.
Kita kadang dengan berbagai alasan dan biasanya alasan itu diramu sedemkian dengan mengatakan “ sibuk” atau “tidak ada waktu” untuk melayani umat-umat yang datang kepada kita untuk didengarkan dan dilayani. Misalnya ketika waktu istirahat, tiba-tiba telphone berdering, untuk pelayanan perminyakan, seorang yang ditahbiskan imam mengatakan berada di luar kota surabaya,pada hal sebenarnya karena ia mengantuk menjawab seperti itu lalu pergi istirahat lagi. Atau karena kita memiliki agenda menonton final djarum superliga 2013, maka permintaan pelayanan orang sakit ditunda untuk dilayani.
Kita bisa belajar dari Yesus. Keputuhan pribadi bisa ditunda kalau itu bukan hal yang prinsip dan kebutuhan umat diutamakan untuk keselamatan jiwa umat yang kita layani. Yesus sangat peka akan kebutuhan umat. Kita sebaiknya membangkitkan kepekaan kita akan kebutuhan umat dalam panggilan kita sebagai pelayan-pelayan Tuhan pada zaman ini.

Jumat, Februari 08, 2013

Homili Jumat 8 Februari 2013


BUKAN TAKUT MENYATAKAN KEBENARAN
Ibr 13 : 1- 8; Mrk 6 : 14 – 29
Homili Jumat 8 Februari 2013
Dari Surabaya Untuk Dunia

P. Benediktus Bere Mali, SVD

Mengapa Markus menulis kisah karya Yohanes disampaikan secara singkat di dalam perikope ini sedangkan kematian Yohanes dikisahkan secara deteil panjang lebar? Karena yang mau ditekankan di sini adalah resiko yang semestinya ditanggung seorang nabi dalam mewartakan kebenaran sebagai ekspresi jati dirinya. Seorang nabi mengutamakan pewartaan kebenaran Allah yang menyelamatkan orang di dalam freim iman dan kemanusiaan tanpa mundur selangkapun oleh karena aneka wajah tekanan bahkan ancaman nyawa sekalipun.

Keberanian Yohanes secara lantang mengatakan amoral Herodes melahirkan antipatinya terhadap Yohanes berpuncak pada pemenggalan kepala Yohanes. Kematian Yohanes adalah sebuah kematian yang terhormat karena memperjuangkan kebenaran Tuhan dalam freim kemanusiaan dan keimanan kepadaNya.
Ketika seseorang berhadapan dengan serdadu dan saudagar yang menguasai wilayah para penguasa di negerinya, seringkali berpikir mempertimbangkan berkali-kali untuk mengungkapkan kebenaran moral yang dilanggar para penguasa kepada publik, baik secara lisan melalui media elektronik maupun melalui tulisan dalam media cetak, karena menghindari ancaman kematian yang segera menyusulnya. Jalan yang ditempuh seringkali melewati jalan aman yaitu tahu tapi bisu untuk mengungkapkannya.

Kalau kita diminta untuk memilih antara “lebih baik tidak mengatakan apa-apa tentang pelanggaran moral para pemimpin yang sedang memimpin kita dan hidup kita aman dalam masa jabatannya yang temporal” atau “lebih baik mengatakan secara lantang kepada publik tentang pelanggaran  moral para penguasa yang sedang berkuasa  lalu segera disusul kematian nyawa, yang melahirkan penderitaan bagi keluargadan , anak isteri”, maka dapat dipastikan bahwa sekalipun para penguasa itu melanggar moral secara publik, lebih baik memilih diam dari pada berbicara dan segera disusul dengan kematian nyawa.

Kalau memang benar benih pandangan di atas sedang bersemi di lahan hati kita berarti sedang kita alami betapa merananya hati nurani kita dalam menghadirkan peran kenabian di dalam kehidupan kita sebagai oang yang beriman kepada Kristus sang Nabi yang sejati. Secara spiritual kenabian Yohanes yang dihadirkan dalam mengungkapkan kritik kenabian terhadap pelanggaran moral yang dilakukan penguasa Herodes, sungguh membangkitkan kembali peran kenabian kita dalam konteks sosial kita pada zaman ini.

Kita semestinya menghadirkan peran kenabian dalam komunitas sosial tanah air kita secara tertata dalam jaringan kenabian yang tercipta agar kita sendiri tidak mati konyol dalam mewartakan kebenaran yang dilanggar para serdadu dan saudagar yang sedang berkuasa. Jaringan kenabian yang tertata rapi dapat menjadi tempat yang tepat bagi kita memperjuangkan kebenaran secara lantang untuk menyentuh hati dan menyadarkan pelanggar kebenaran untuk bertobat. Pertobatan para pelanggar kebenaran berarti si pelanggar moral berjalan dari amoral menuju jalan kebenaran dan berjalan dalam kebenaran untuk menyelamatkan diri dan sesama yang dipimpin. Di sini peran kenabian kita dihadirkan untuk menghidupkan semua orang baik pewarta kebenaran maupun pelanggar kebenaran bukan untuk mematikan, sehingga semua berjalan bersama sang kebenaran yang sejati.