FORMASI ANAK DENGAN PIKIRAN POSITIF
Homili
Sabtu 2 Februari 2013
Pesta
Yesus Dipersembahkan Di Kenizah
Maleakhi
3 : 1 – 4
Ibr
2 : 1 - 14
Luk
2 : 22 - 32
P. Benediktus Bere Mali, SVD
Setiap
anak yang sejak kecil senantiasa diterima oleh keluarganya, oleh orang tuanya,
akan bertumbuh dan berkembang secara lebih baik dan dewasa. Sebaliknya anak
yang dalam rahim karena kehamilan yang bablas tidak direncanakan kemudian oleh
kedua orang tua menolaknya sejak di dalam kandungan akan berkembang merana
dalam kehidupan selanjutnya.
Keluarga
yang memiliki perencanaan akan kelahiran anak senantiasa dengan perasaan penuh
sukacita menyambut anak sejak awal kehidupannya dalam rahim ibu. Keadaan sukacita
menerima anak sejak awal adalah sebuah situasi sosial anak yang diciptakan
untuk sikap, pikiran, perkataan serta perilaku anak kelak lahir dan dalam
proses perkembangannya akan lebih baik. Hal ini lahir dari paradigma “positif
thinking” kedua orang tuanya dalam proses seluruh pembentukan anak yang dimulai
sejak awal pertemuan antara sel telur dengan sel sperma dari Bapa dan mama. Sebaliknya
orang tua yang tanpa perencanaan akan kelahiran anak tetapi bablas ibu hamil
dan menolak anak sejak awal maka formasi anak sejak awal dibuka dengan
paradigma kedua orang yang negatif atau anak sejak awal dalam formasinya berdasarkan
paradigma “negative thinking”. Pola ini akan mempengaruhi pikiran, perkataan
dan perbuatan anak setelah lahir dalam pertumbuhan dan perkembangannya yang
sangat merana. Paradigma Positive Thinking dalam formasi anak sejak di dalam
rahim ibu merupakan sebuah kesegeraan
bagi orang tua untuk dipelajari dan dipahami di dalam buku “Komunikasi Tanpa
Kekerasan”. Karena pola ini penting bagi
pembentukan masa depan anak masa depan Gereja dan bangsa. Anak dibentuk tanpa
kekerasan maka kelak anak membawa damai bagi dirinya dan bagi lingkungan
sosialnya.
Hana
dan Simeon melahirkan pemikiran yang postif dalam menyambut Yesus yang disambut
di dalam Bait Allah ketika Yesus dipersembahkan di dalam Kenizah. Semeon secara
lantang memproklamasikan identitas Yesus adalah Mesias yang terurapi membawa keselamatan
para bangsa.
Selanjutnya
Simeon berkata : “ Yesus akan menjatuhkan dan membangkitkan banyak orang Israel”.
Mengapa Simeon meramalkan masa depan Yesus demikian? Yesus datang membawa
selamat bagi para bangsa. Yesus datang menjadi terang para bangsa. Yesus menjatuhkan banyak orang Israel dalam
artian menggugurkan sistem selamat Allah
yang hanya terbatas pada bangsa terpilih, yang sedang dikandung bangsa Israel
pada zaman itu. Sebaliknya Yesus membangkitkan Israel dalam artian
membangkitkan kembali sistem selamat Allah bagi para bangsa, baik Israel maupun
para bangsa lain. Ini adalah sebuah rahmat terbesar dari Allah bagi para bangsa
di sleuruh dunia. Rahmat itu menjadi nyata di dalam diri Pribadi Yesus Kristus.
Rahmat Selamat Kasih Allah yang melanggar batas itu seperti hujan yang turun
bagi semua orang lintas batas, dan seperti matahari yang bersinar bagi semua
manusia tanpa pembedaan.
Kita
pun telah mempersembahkan diri kepada Tuhan dalam sakramen-sakramen. Dengan itu
identitas rohani kita semestinya terungkap dalam pikiran, perkataan dan
perilaku kita yang membawa selamat Allah melanggar batas-batas buatan manusia.
Tetapi
ketika kata dan perilaku kita menciptakan atau membangun pembedaan-pembedaan
secara tajam atau bahkan secara ekstrim, itu berarti kita mengafirmasi pengalaman ‘negative
thinking” yang dibangun di dalam sejarah perjalanan hidup kita.