Homili Jumat 19 April 2013
Kis 9 : 1 – 20
Mzm 117
Yoh 6 : 52 - 59
KESALEHAN
PERSONAL DAN KESALEHAN SOSIAL
*P.
Benediktus Bere Mali, SVD*
Majalah
Hidup 14 April 2013 halaman 50 menurunkan sebuah tulisan yang sangat menarik
perhatian saya karena memuat tentang dua kesalehan yang bagaikan dua sisi mata
uang yaitu kesalehan pribadi dan kesalehan sosial. Yang dimaksudkan dengan
kesalehan pribadi adalah membersihkan diri di dalam multidimensi bidang kehidupan yang
mengelilingi kehidupannya terutama membentuk dirinya menjadi pribadi yang
bermutu. Sedangkan kesalehan sosial adalah membersihkan sesama dan alam sekitar
dalam segala bidang kehidupan supaya sesame dan alam sekitar menjadi yang
berkualitas. Latarbelakang tulisan
tersebut lahir dari penulis yang melihat dan menemukan kecenderungan Gereja
Katholik yang introvert tetapi melupakan peran
Gereja yang ekstrovert. Tulisan
itu bertujuan kembali membangkitkan kesadaran akan karakter Gereja yang
introvert sekaligus ekstrovert atau misi ad intra sekaligus misi ad extra atau
kesalehan personal sekaligus kesalehan sosial.
Bacaan
pertama menampilkan tokoh Ananias memiliki dua kesalehan sekaligus. Kesalehan
pribadinya tampil di dalam kedekatannya dengan Tuhan Yesus. Kesalehan sosialnya
ditunjukkan dalam perutusannya kepada
Saulus dan membersihkan Saulus menjadi pribadi yang layak memiliki kedekatannya
dengan Tuhan Yesus dan itu dinyatakan di dalam pertobatannya. Saulus
menganiayah sesama manusia pengikut Yesus, kemudian berkat bantuan Ananias Saulus berjalan meninggalkan manusia lama
Saulus menuju manusia baru Paulus misionaris handal Tuhan Yesus.
Pribadi
yang memiliki kesalehan sosial sekaligus kesalehan personal memiliki
kekuatannya yang bersumber dari Ekaristi Kudus. Yesus bersabda “Akulah Roti
Hidup. Akulah Air Hidup. Barangsiapa makan dagingKu dan minum darahKu ia akan
mengalami kehidupan yang kekal”. Yesus adalah makanan rohani setiap hari bagi
kita. Ekaristi yang kita rayakan setiap hari adalah sumber makanan jiwa kita.
Kesetiaan kita menerima makanan jiwa setiap hari menunjukkan kita peduli dan
setia pada kekekalan kehidupan jiwa kita.
Sebaliknya kealpaan kita menghadiri Ekaristi Kudus membuat kita selalu
lapar akan makanan jiwa dan akan membawa kematian jiwa. Maka seorang imam
tertahbis senantiasa menyediakan makanan jiwa di dapur altar Ekaristi Kudus
setiap hari bagi umat yang Tuhan percayakan kepadanya. Setiap imam yang alpa
misa secara sengaja membiarkan jiwa jemaat yang Tuhan percayakan, hidup merana
bahkan jiwanya akan mengalami kematian.
Kita
setiap hari berjuang memiliki kesalehan personal sekaligus kesalehan sosial.
Keduanya kita perhatikan agar kesalehan kita tidak mengalami kepincangan di
atas jalan panggilan kita sebagai orang Katolik. Pusat kekuatan kesalehan
personal dan kesalehan sosial adalah Ekaristi Kudus. Maka seorang Katolik yang mencintai diri dan sesama,
mencintai hidup pribadi dan sesama untuk mengalami usia hidup panjang, dan
bahkan abadi kehidupan jiwanya, ia semestinya setiap memakan makanan jiwa
setiap hari secara teratur disiplin dan setia mengikuti Sakramen Ekaristi Kudus
yang setiap hari dirayakan oleh seorang imam tertahbis.