Minggu, Mei 05, 2013

PERSOALAN HIDUP: Hadapi vs Hindari




PERSOALAN HIDUP: Hindari vs Hadapi
*P. Benediktus Bere Mali, SVD*
Introduksi

Fokus permenungan kita pada hari Minggu Paskah VI ini adalah Roh Kudus Penolong Kita. Biasanya untuk orang memakai kata Parakleetos  untuk menyebut Roh Kudus. Para artinya dekat. Kleetos artinya menolong. Parakleetos artinya yang dekat yang menolong.
Kita ketika mengahadapi berbagai persoalan, kesulitan, Roh Kudus Sang Penolong Sejati hadir secara nyata di dalam diri sesame di sekitar kita yang setia dan tulus menolong kita untuk mengeluarkan kita dari kesulitan-kesulitan atau persoalan-persoalan yang meliliti kita. Kita mengucapkan terimakasih kepada Roh Kudus Penolong kita yang hadir di dalam diri sesame kita, dan kita berdoa bagi mereka yang menghadirkan Roh Kudus Penolong lewat bantuan dan pertolongan kita. Mereka itu adalah para pendidik, para formator, para pendoa, para donatur atau semua saja yang senantiasa menolong kita, sehingga kita mengalami kesulitan dan dibantu mencari solusi yang tepat sehingga kita hidup dalam damai SejahteraNya.

Homili

Hari Jumat Pertama tanggal 3 Mei 2013  yang lalu, saya meminjam Buku Psikologi Klinis, Menyembuhkan Luka Batin selama bebera saat dan saya membaca beberapa alinea yang sangat menarik dan menyentuh saya. Bukua itu memberikan pemahaman kepada pembaca tentang persolan hidup yang senantiasa mewarnai perjalanan hidup setiap anak manusia. Persolan itu bisa datag dari luar diri manusia. Persolana itu juga bisa datang dari dalam diri manusia. Persoalan itu bisa sifatnya persoalan pribadi. Persoalan itu juga bisa sifatnya persoalan bersama. Orang yang mengalami persoalan pribadi ataupun persoalan bersama, bisa saja melahirkan dua sikap ini. Orang bisa saja menghindari persoalan pribadi dan persoalan bersama. Tetapi orang juga bisa secara tegas dan pasti menghadapi persoalan pribadi ataupun persoalan bersama.
          Buku itu menawarkan kepada setiap pebaca bahwa yang ideal adalah ketika ada persoalan, orang berani mengahadapi persoalannya. Maka tepat apa yang dikatakan oleh  Misionaris SVD di Pulau Dewata, P. Simon Buis SVD: “Difficulties Exist   to be Overcome”. Artinya Kesulitan ada untuk diatasi. Kesulitan ada untuk diselesaikan. Kesulitan ada untuk dicari solusinya.
          Bacaan Pertama hari ini menampilkan kehidupan Gereja Perdana sebagai Gereja yang balita, mengalami beraneka persoalan internal, antara anggota Gereja Kristen Perdana yang berasal dari latarbelakang berbangsa Yahudi dengan orang-orang yang berlatarbelakang berbangsa  Yunani atau berasal dari bangsa-bangsa lain. Orang-orang Kristiani yang berasal dari bangsa Yahudi, masih sangat berpegang teguh pada Hukum Musa, yang mengatakan bahwa Hanya Orang bersunat yang diselamatkan. Orang tidak bersunat tidak diselamatkan. Warta orang Yahudi kepada orang Yunani yang sama-sama sudah tinggal di dalam satu Perahu Gereja Kristiani itu, tentu saja melahirkan “Rasa Tersinggung” orang-orang Kristiani yang berasal dari bangsa-bangsa lain yang tidak bersunat. Tensi konflik di dalam komunitas Gereja perdana pun tentu saja semakin lama semakin meningkat.
          Mengahadapi persoalan internal Gereja Perdana itu, Para Rasul berdoa memohon bimbingan dan Pertolongan Roh Kudus sebagai Roh Penolong, agar membantu mereka dalam usaha menyelesaikan kesulitan internal yang sedang melanda komunitas Gereja Perdana sebagai umat Kristiani yang sangat balita. Karya Roh Kudus menjadi nyata dan hadir di dalam usaha para rasul dan para penatua dalam usaha mereka menyelesaikan konflik Gereja Perdana itu. Mereka bersama Roh Kudus Penolong, memutuskan bahwa : Keselamatan Allah itu Universal untuk semua orang baik yang bersunat maupun yang tidak bersunat.
          Para Rasul dan Para Penatua mensosilisasikan mensosialisasikan keputusan baru itu untuk memurnikan iman kepada Roh Kristus yang telah bangkit, yang membawa keselamatan  kepada semua orang tanpa membeda-bedakan, di dalam perbedaan sebagai pelangi kehidupan yang indah yang mewarnai dan menghiasi kehidupan jemaat Kristiani Gereja Perdana.
          Para Rasul dan Para Penatua adalah unggul dalam memanajemen konflik dalam komunitas Gereja Perdana, menjadi model bagi kehidupan komunitas kita dimana saja kita berada dan kita hidup. Mereka ketika ada konflik dan mengalami konflik dalam komunitas, melihat itu sebagai persoalan bersama. Maka mereka duduk bersama dan dalam bimbingan Roh Kudus Penolong, memutuskan solusi bersama, untuk kebaikan bersama. Kita pun mengikuti contoh baik pengalaman para rasul dan para penatua  dalam memanajemen konflik itu,  di dalam kehidupan komunitas kita masing-masing. Seperti para Rasul dan Para Penatua yang menghadapi konflik internal komunitas Gereja Perdana, demikian kita juga kita semestinya tidak menghindari persoalan pribadi atapun persoalan bersama, tetapi berani dan tegas menghadapi persoalan untuk mencari akar persoalan, agar temukan solusi pada akarnya.

Homily Minggu Paskah VI
5 Mei 2013 di Soverdi Surabaya
Kis 15 : 1-2.22-29
Mzm 67
Wyh 21 : 10 – 14.22-23
Yoh 14:23 – 29

http://youtu.be/oOItN-Zcxsw

Sabtu, Mei 04, 2013

ROH KUDUS BERKARYA : Batas vs Lintas Batas


ROH KUDUS BERKARYA : Meluas vs Menyempit
*P. Beny  Mali, SVD*
Karikatur karikatur dalam Koran Kompas dan Jawa Pos beberapa Minggu terakhir ini menampilkan Kekuasaan Yudikatif, Eksekutif dan Legislatif, yang jauh dari warna negarawan, tetapi hanya dijiwai oleh politisi. Seorang negarawan berkuasa untuk mengutamakan kemakmuran dan kesejahteraan serta keselamatan bersama. Sebaliknya seorang politisi lebih menjadikan kepentingan pribadi sebagai subyek dalam seluruh kekuasaannya. Misalnya karikatur hari Sabtu Lalu tanggal 27 April 2013, dalam opini Jawa Pos, menampilkan caleg yang berasal dari satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak, lalu di pojok kiri atas tertulis “Mari kita perjuangkan dan pertahankan Negara Keluarga Republik Indonesia (NKRI)”.
Opini Kompas Sabtu 6 April 2013 menurunkan Karikatur tentang pemimpin yang politisi bukan negarawan. Karikatur Kompas itu melukiskan penguasa politisi yang mengutamakan kepentingan partainya daripada kepentingan seluruh rakyat Negara Republik Indonesia. Kalau caleg yang berasal dari satu keluarga itu kelak terpilih karena memiliki keuangan yang cukup untuk membeli suara dalam pileg, maka saya yakin hampir seratus persen, mereka hanya memperjuangkan kesejahteraan keluarganya, dan kesejahteraan anak, cucu mereka, mengabaikan kesejahteraan seluruh rakyat Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Artinya Karya keselamatan yang mereka bangun adalah karta keselamatan keluarga bukan karya keselamatan umum. Mereka menyempitkan keselamatan hanya pada lingkup keluarga mereka, menutupi pintu keselamatan bagi semua orang lintas batas.
Bacaan pertama hari ini sangat kontras dengan pemahaman Karikatur itu yang menyempitkan keselamatan hanya pada keluarga, tidak mengutamakan keselamatan yang meluas kepada semua orang lintas batas.  Karya Roh Kudus Allah yang membawa keselamatan bagi semua orang lintas batas, sungguh-sungguh menjadi nyata di dalam karya Paulus dan Silas. Mereka mewartakan Kristus Yang Bangkit, dibimbing oleh Roh Kudus Kristus Yang Bangkit, pergi kepada bangsa-bangsa, Asia dan bahkan sampai Eropa mewartakan Kebangkitan Kristus dan disambut secara positif sehingga anggota Gereja Kristiani semakin hari semakin berkembang baik dalam jumlah maupun dalam mutunya.  
Keunikan Kristiani berbeda dengan Agama Yahudi. Orang Yahudi menyempitkan karya keselamatan Allah hanya pada keluarga bangsa Yahudi. Mereka berpandangan bahwa orang di luar bangsa Yahudi adalah orang kafir yang jauh dari keselamatan Allah. Sebaliknya Orang Kristiani adalah orang yang memiliki pemahaman bahwa Keselamatan itu meluas melanggar batas-batas yang dipahami agama Yahudi. Hal itu terbukti di dalam pewartaan para rasul dan para murid tentang kebangkitan Kristus, dan mujizat yang mereka lakukan di dalam nama Yesus.
Perbedaan pola pemahaman tentang keselamatan antara orang Yahudi dengan orang Kristiani inilah menjadi latarbelakang kelahiran Agama Kristiani. Kisah Para Rasul 11 : 26, menulis bahwa Kekristenan pertama kali lahir di Anthiokia. Agama ini menjadi antitesis terhadap Agama Yahudi. Agama Yahudi sebagai Agama Senior merasa diri dihina oleh Agama Yunior atau agama balita. Ada berbagai penolakan dan bahkan penganiayaan terjadi atas agama balita itu. Wilayah teritori Yahudi menjadi sebuah wilayah yang sulit bagi Agama Kristen terus berkembang. Maka pola pemahaman bahwa Keselamatan Kristus yang bersifat universal, menjadi daya kekuatan dan keberanian dalam usaha orang Kristiani perdana untuk menyebarkan Agama Kristen di luar wilayah Yahudi.
Paulus dan Silas membuktikan itu dengan usaha mereka mewartakan Agama Kristiani dari Asia menuju Makedonia dalam mendengarkan Roh Kudus yang menuntun mereka dan memberkati setiap perjuangan mereka dalam mewartakan Agama Kristen yang menganut kepercayaan kepada Kristus yang telah bangkit, yang membawa keselamatan yang meluas, bukan menyempit, sebagai contoh antitesis terhadap pemahaman keselamatan Agama Yahudi.
Kita sebagai imam dan suster, belajar pada pengalaman misi Paulus dan Silas yang mendengarkan Roh Kudus yang berkarya meluas lintas batas, dan berjalan di dalam tuntunanNya untuk satu tujuan yaitu menyelamatkan semua orang lintas batas, yang percaya kepada Kristus yang telah bangkit. Karya Keselamatan Roh Kristus yang bersifat universal itu pertama-tama kita hayati secara kedalam sebagai pribadi yang berimna kepada Kristus, kemudian secara ke dalam komunitas biara, dan itu menjadi basis kesaksian kita, untuk secara keluar dalam melayani semua orang langgar batas, untuk menyelamatkan semua orang. Hanya dengan itu kita menghadirkan karya Roh Kudus yang membawa sukacita dan kebahagiaan sejati bagi siapa tanpa pembedaan dalam perbedaan sebagai keindahan pelangi yang mewarnai keanekaraman dalam dunia global ini.

Homili Sabtu, 4 Mei 2013
Di Biara Ursulin  Darmo Surabaya
Kis 16 : 1 -10
Mzm 100
                               Yoh 15 : 18 – 21

http://youtu.be/IEcQbSAZrOg

Homili Sabtu 4 Mei 2013




ROH KUDUS BERKARYA : Meluas vs Menyempit
*P. Beny  Mali, SVD*
Karikatur karikatur dalam Koran Kompas dan Jawa Pos beberapa Minggu terakhir ini menampilkan Kekuasaan Yudikatif, Eksekutif dan Legislatif, yang jauh dari warna negarawan, tetapi hanya dijiwai oleh politisi. Seorang negarawan berkuasa untuk mengutamakan kemakmuran dan kesejahteraan serta keselamatan bersama. Sebaliknya seorang politisi lebih menjadikan kepentingan pribadi sebagai subyek dalam seluruh kekuasaannya. Misalnya karikatur hari Sabtu Lalu tanggal 27 April 2013, dalam opini Jawa Pos, menampilkan caleg yang berasal dari satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak, lalu di pojok kiri atas tertulis “Mari kita perjuangkan dan pertahankan Negara Keluarga Republik Indonesia (NKRI)”.
Opini Kompas Sabtu 6 April 2013 menurunkan Karikatur tentang pemimpin yang politisi bukan negarawan. Karikatur Kompas itu melukiskan penguasa politisi yang mengutamakan kepentingan partainya daripada kepentingan seluruh rakyat Negara Republik Indonesia. Kalau caleg yang berasal dari satu keluarga itu kelak terpilih karena memiliki keuangan yang cukup untuk membeli suara dalam pileg, maka saya yakin hampir seratus persen, mereka hanya memperjuangkan kesejahteraan keluarganya, dan kesejahteraan anak, cucu mereka, mengabaikan kesejahteraan seluruh rakyat Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Artinya Karya keselamatan yang mereka bangun adalah karta keselamatan keluarga bukan karya keselamatan umum. Mereka menyempitkan keselamatan hanya pada lingkup keluarga mereka, menutupi pintu keselamatan bagi semua orang lintas batas.
Bacaan pertama hari ini sangat kontras dengan pemahaman Karikatur itu yang menyempitkan keselamatan hanya pada keluarga, tidak mengutamakan keselamatan yang meluas kepada semua orang lintas batas.  Karya Roh Kudus Allah yang membawa keselamatan bagi semua orang lintas batas, sungguh-sungguh menjadi nyata di dalam karya Paulus dan Silas. Mereka mewartakan Kristus Yang Bangkit, dibimbing oleh Roh Kudus Kristus Yang Bangkit, pergi kepada bangsa-bangsa, Asia dan bahkan sampai Eropa mewartakan Kebangkitan Kristus dan disambut secara positif sehingga anggota Gereja Kristiani semakin hari semakin berkembang baik dalam jumlah maupun dalam mutunya.  
Keunikan Kristiani berbeda dengan Agama Yahudi. Orang Yahudi menyempitkan karya keselamatan Allah hanya pada keluarga bangsa Yahudi. Mereka berpandangan bahwa orang di luar bangsa Yahudi adalah orang kafir yang jauh dari keselamatan Allah. Sebaliknya Orang Kristiani adalah orang yang memiliki pemahaman bahwa Keselamatan itu meluas melanggar batas-batas yang dipahami agama Yahudi. Hal itu terbukti di dalam pewartaan para rasul dan para murid tentang kebangkitan Kristus, dan mujizat yang mereka lakukan di dalam nama Yesus.
Perbedaan pola pemahaman tentang keselamatan antara orang Yahudi dengan orang Kristiani inilah menjadi latarbelakang kelahiran Agama Kristiani. Kisah Para Rasul 11 : 26, menulis bahwa Kekristenan pertama kali lahir di Anthiokia. Agama ini menjadi antitesis terhadap Agama Yahudi. Agama Yahudi sebagai Agama Senior merasa diri dihina oleh Agama Yunior atau agama balita. Ada berbagai penolakan dan bahkan penganiayaan terjadi atas agama balita itu. Wilayah teritori Yahudi menjadi sebuah wilayah yang sulit bagi Agama Kristen terus berkembang. Maka pola pemahaman bahwa Keselamatan Kristus yang bersifat universal, menjadi daya kekuatan dan keberanian dalam usaha orang Kristiani perdana untuk menyebarkan Agama Kristen di luar wilayah Yahudi.
Paulus dan Silas membuktikan itu dengan usaha mereka mewartakan Agama Kristiani dari Asia menuju Makedonia dalam mendengarkan Roh Kudus yang menuntun mereka dan memberkati setiap perjuangan mereka dalam mewartakan Agama Kristen yang menganut kepercayaan kepada Kristus yang telah bangkit, yang membawa keselamatan yang meluas, bukan menyempit, sebagai contoh antitesis terhadap pemahaman keselamatan Agama Yahudi.
Kita sebagai imam dan suster, belajar pada pengalaman misi Paulus dan Silas yang mendengarkan Roh Kudus yang berkarya meluas lintas batas, dan berjalan di dalam tuntunanNya untuk satu tujuan yaitu menyelamatkan semua orang lintas batas, yang percaya kepada Kristus yang telah bangkit. Karya Keselamatan Roh Kristus yang bersifat universal itu pertama-tama kita hayati secara kedalam sebagai pribadi yang berimna kepada Kristus, kemudian secara ke dalam komunitas biara, dan itu menjadi basis kesaksian kita, untuk secara keluar dalam melayani semua orang langgar batas, untuk menyelamatkan semua orang. Hanya dengan itu kita menghadirkan karya Roh Kudus yang membawa sukacita dan kebahagiaan sejati bagi siapa tanpa pembedaan dalam perbedaan sebagai keindahan pelangi yang mewarnai keanekaraman dalam dunia global ini.

Homili Sabtu, 4 Mei 2013
Di Biara Ursulin  Darmo Surabaya
Kis 16 : 1 -10
Mzm 100
                               Yoh 15 : 18 – 21

http://youtu.be/IEcQbSAZrOg

Jumat, Mei 03, 2013

Homili Jumat Pertama 3 Mei 2013




WAJAH FOTO ORANG TUA : MIRIP  vs BEDA
*P. Beny Mali, SVD*

Introduksi
          Orang yang tidak tahu sesuatu, bisanya memiliki dua kemungkinan ini. Orang yang tidak tahu itu tetap diam dan tetap tinggal di dalam  ketidahtahuannya. Atau bisa jadi orang yang tidak tahu itu senantiasa tergerak untuk keluar dari ketidaktahuannya, dengan bertanya sebagai cara mencari jawaban yang menyelesaikan persoalan ketidaktahuan kita.
Kedua kemungkinan itu diletakan di hadapan kita lalu kita diminta untuk menentukan pilihan antara keduanya, tentu dapat diperkirakan bahwa kita akan lebih memilih kemungkinan yang kedua yaitu bertanya pada orang lain, agar kita diberi jawaban, dan kita keluar dari ketidaktahuan menjadi tahu apa yang kita cari. Orang yang tidak tahu, lalu bertanya kepada yang lain, akan mendapat jawaban yang dapat menyelesaikan persoalan ketidaktahuannya.
Filipus adalah tokoh yang ditampilkan di dalam Kitab Suci Khususnya di dalam Injil pada Hari Jumat Pertama Ini. Filipus tidak tahu siapa sesungguhnya Yesus. Filipus telah sekian lama tinggal bersama Yesus. Tetapi Filipus belum mengenal Yesus secara pasti. Apakah Filipus menghadapi persoalan pribadinya yang tidak tahu siapa sesungguhnya Yesus, lalu diam dalam ketidaktahuannya? Filipus bukan tipe orang yang diam. Filipus adalah tipe pribadi yang berbicara. Dia membicarakan ketidaktahuannya secara jujur kepada Yesus. Filipus tidak malu bertanya dia tidak tahu identitas Yesus. Filipus bertanya kepada Yesus? Yesus tunjukkanlah Bapa kepada kami, itu sudah cukup bagi kami. Yesus menjawab dan jawabannya itu membuat Filipus tidak bertanya lebih lanjut: “Barangsiapa melihat Aku, Melihat Bapa. Barangsiapa mengenal Aku, mengenal Bapa. Barangsiapa melihat Pekerjaan-pekerjaan-Ku, melihat pekerjaan Bapa yang mengutus Aku. Barangsiapa mendengar PerkataanKu, mendengarkan Sabda Allah”. Filipus diam setakah mendengar Jawaban Yesus kepadanya. Dia diam dan tidak bertanya lebih lanjut, menunjukkan bahwa Jawaban Yesus itu sesuai yang dia butuhkan dan dengan demikian Filipus menjadi lebih kenal Yesus dan lebih dalam mengenal Bapa. Mengenal Yesus sama dengan mengenal Bapa sama dengan mengenal Roh Kudus. Filipus lebih mengenal Tritunggal Maha Kudus. Filipus mengenal Wajah Yesus wajah Bapa Wajah Roh Kudus.

Homili

          Kita semua pasti di rumah memiliki dan menyimpan album foto wajah keluarga.  Di meja belajar atau meja kerja kita, mungkin di sudut meja kerja kita menyimpam foto wajah kedua orang tua kita. Di meja kerja saya, saya menyimpan foto wajah ayah dan ibu. Album orang tua itu berisi foto-foto ayah dan ibu, mulai dari pernikahan mereka, sampai di usia senja mereka. Kalau saya kangen sama kedua orang tua, kangen sama ayah dan ibu, saya mengambil album itu lalu membuka dari halaman pertama, sampai halaman terakhit sampail menatap foto wajah ayah dan ibu.
Lantas apa yang menarik di saat saya melihat wajah kedua orang tua dari usia muda sebagai keluarga muda sampai keluarga yang senior di usia yang lebih tua?  Saya menemukan sesuatu yang baru dalam pengamatan wajah foto kedua orang tua saya dari keluarga muda sampai keluarga senior. Wajah ayah dan ibu semakin lama hidup bersama, semakin bertambah usia dalam kebersamaan, semakin mirip, serupa, sapa wajah ayah dan ibu, wajah bapa dan mama.
Para psikolog berkata bahwa ayah dan ibu, bapa dan mama yang hidup semakin bertambah usia dalam kebersamaan, wajah ayah dan ibu semakin mirip, serupa, sama, itu menunjukkan bahwa Bapa dan Mama selama hidupnya, senanatiasa hidup kompak, hidup rukun, hidup damai, hidup sehati, dan serasa serta sekomitmen setia, cinta, berkorban satu terhadap yang lain dan terhadap masa depan anak-anak yang dititipkan Tuhan kepada mereka.
Para piskolog pun sebaliknya mengatakan bahwa ketika ayah dan ibu semakin lama hidup bersama, semakin tampil beda yang ditemukan di dalam perwajahan bapa dan mama, itu menunjukkan bahwa kemungkinan ada persoalan dan konflik serta pembedaan yang tajam antara ayah dan ibu, yang tidak pernah dicarikan solusinya. Ayah kemungkinan tidak setia kepada isteri karena memiliki WIL. Ibu tidak setia kepada Bapa karena barangkali memiliki PIL. Konflik dominan di dalam hidup keluarga ayah dan ibu. Ayah dan ibu kelihatan secara fisik bersatu tetapi hatinya jauh satu dengan yang lain. Ayah sudah ke lain hati. Ibu sudah semakin ke lain hati.  
Para murid Yesus sudah sekian lama hidup bersama Yesus Sang Guru mereka. Wajah para murid, tidak semuanya mirip dengan Wajah Yesus. Mereka yang wajahnya tidak mirip dengan Yesus adalah Yudas Iskariot. Yudas Iskariot Wajahnya tampil sebagai muka koruptor. Dia mengambil uang kemunitas para murid untuk kepentingan dirinya. Karakter mata uang Yudas tampak dalam gambar Perjamuan malam terakhir, tangannya selalu memegang pundi-pundi.
Injil hari ini menampilkan Filipus yang telah lama hidup bersama Yesus. Tetapi waktu lama hidup bersama Yesus, belum membuat wajah Filipus mirip, serupa, dengan wajah Yesus. Filipus tidak  mirip pikirannya dengan pikiran Yesus. Filipus belum mirip kata-katanya dengan perkataan Yesus. Filipus belum mirip perbuatannya dengan perbuatan Yesus. Ketidakmiripan itu membuat Filipus bertanya kepada Yesus. Yesus tunjukanlah kepada kami Bapa, itu sudah cukup bagi kami. Itu sudah memuaskan kami.
Jawaban Yesus atas permintaan Filipus itu demikian. Filipus telah sekian lama engkau hidup bersama dengan Aku. Tetapi engkau tidak mengenal Aku. Aku berkata kepadamu: “Barangsiapa Melihat Aku, melihat Bapa. Barangsiapa mengenal Aku, Mengenal Bapa. Barangsiapa Mendengarkan PerkataanKu, Mendengarkan Sabda Bapa. Barangsiapa Mengalami Pekerjaan-PekerjaanKu, Mengalami Pekerjaan-Pekerjaan Bapa yang mengutus Aku”. Jawaban itu mendiami pikiran dan hati Filipus. Jawaban itu tidak menuntun Filipus untuk bertanya lebih lanjut. Hal itu menunjukkan bahwa Filipus telah mengerti jawaban Yesus. Pengertian itu menunjukkanbahwa Filipus semakin mirip dalam cara berpikir Yesus, cara berkata Yesus dan cara bertindak Yesus. Wajah Filipus pun semakin lama hidup bersama dengan Yesus, semakin mirip, serupa dengan Wajah Tuhan Yesus.
Kita yang merayaka Ekaristi Jumat pertama ini di Aula SMU Sta. Maria ini adalah orang-orang yang berada di bawah asuhan dan perlindungan persokalahan SMU St. Maria. Ada Guru yang berkerja dan mengabdi serta melayani di tempat yang berpelindungkan St. Maria dalam waktu yang lama. Semakin lama berada dan tinggal bersama Sta. Maria di tempat ini semestinya semakin mirip wajah kita dengan wajah Bunda Maria yang rendah hati, penuh pengabdian dan pelayanan kepada kehendak Allah yang menyelamatkan dan membangkitkan sesame, bukan menyalibkan sesama.
Kalau kita semakin lama tinggal dan berkarya di tempat ini, sebagai Guru, Karyawan, siswa-siswi, wajah kita semakin berbeda dengan wajah Bunda Maria, berarti fisik kita ada disini, tetapi hati kita jauh dari Bunda Maria yang selalu penuh cinta dan pengorbanan serta tetap setia kepada Tuhan, dengan mengandung dan melahirkan Tuhan Yesus yang datang ke dunia hanya dengan satu tujuan yaitu menyelamatkan semua orang langgar batas, yang percaya kepadaNya.
Kita semua adalah orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus. Semakin lama  hidup beriman kita kepada Tuhan Yesus, semakin mirip wajah kita dengan wajah Tuhan Yesus. Artinya pola pikir kita, perkataan kita, perbuatan kita mirip dengan Pikiran, Perkataan, Pekerjaan Tuhan Yesus yang imani. Kalau semakin lama hidup beriman kepada Kristus, wajah kita semakin berbeda dengan wajah Tuhan Yesus, maka Wajah kita perlu di-refresh, wajah kita perlu di re-instal, atau pada tahap tertinggi wajah kita perlu di-re-format dengan Format Wajah Yesus, agar kita memiliki Format Wajah Komputer sesuai dengan Wajah Komputer Tuhan Yesus.

Homili Jumat Pertama 3 Mei 2013
Di Aula SMUK. Sta. Maria Darmo Surabaya
1Kor 15:1-8
Mzm 19
Yoh 14: 6 - 14