Kamis, Mei 23, 2013

"AKU Menjadi Surga atau Neraka bagi Sesama"



“AKU Menjadi Neraka  atau Surga bagi Sesama”

*P.Benediktus Bere Mali, SVD*

Manusia adalah multidimensi. Sartre memandang manusia sesuai perspektifnya. Dia memandang sesamenya sebagai neraka bagi dirinya. Tetapi dia lupa mengatakan bahwa dirinya menjadi surge bagi sesame dalam komunitasnya atau sebaliknya hidupnya justru menjadi neraka bagi sesama dalam komunitasnya. Mengubah dunia mulai dari diri sendiri. Tetapi Sartre menanti Surga dari sesamanya.
Saulus menjadi Neraka bagi sesama. Paulus menjadi Surga bagi sesama. Pendosa menjadi batu sandungan bagi sesama. Pentobat menjadi batu penjuru bagi sesama. Paulus yang bertobat membawa Surga bagi sesama. Perubahan itu mulai dari diri sendiri. Paulus sudah memulainya.
Yesus berkata kepada para muridNya menggunakan paradigma bahwa perubahan itu mulai diri sendiri. Batu sandungan digeser untuk memuluskan perjalanan menuju HIDUP artinya menuju SURGA.  Lumpur dosa pribadi perlu disuci bersih atau disapu bersih dengan sapu lidi sapu bersih agar berjalan menuju HIDUP dengan keadaan yang layak.  Lumpur dosa yang tidak disapu bersih dengan sapulidi sapu bersih atau disucikan dengan air pertobatan, maka akan menuntun diri sendiri berjalan menuju NERAKA. Diri adalah subyek yang menuntun diri berjalan menuju SURGA atau NERAKA.
Yesus mengharapkan para murid BERTOBAT. Makna pertobatan dalam konteks ini adalah berjalan meninggalkan cara hidup yang menjadi batu sandungan bagi sesama, menuju diri yang menjadi batu penjuru bagi sesame, dalam komunitas hidup bersama. Bertobat berarti berjalan diri yang menjadi neraka bagi sesama dalam hidup komunitas menuju diri yang menjadi surge bagi sesama di dalam hidup berkomunitas setiap hari.
  

Homili Kamis 23 Mei 2013
Sir 5 : 1 – 8
Mzm 1
Mrk 9 : 41 - 50

Rabu, Mei 22, 2013

KESELAMATAN : No Other Name vs Kristen Anonim



KESELAMATAN :
 “ No Other Name”  versus “Kristen Anonim”
*P. Benediktus Bere Mali, SVD*


Matahari bersinar bagi semua orang lintas batas di atas planet bumi ini. Hujan pun turun kepada semua orang yang berasal dari aneka budaya dan bangsa. Sang pencipta Matahari dan Hujan itu untuk semua orang lintas batas, yang diciptakanNya.  
Pernyataan di atas mengantar kita untuk melihat judul renungan seperti tertulis di atas. Kisah para Rasul 4:12 menampilkan keselamatan hanya ada dalam nama Yesus. Keselamatan ada dalam orang yang secara lahir dan bathin menjadi pengikut Yesus, Percaya kepada Yesus, dan dalam nama Yesus menyembuhkan orang sakit dan membangkitkan orang mati. Sebaliknya orang yang bukan secara lahir bathin mengikuti Yesus, tidak percaya kepada Yesus dan  bukan dalam nama Yesus menyembuhkan, maka keselamatan itu adalah keselamatan illegal. Pengalaman akan keselamatan demikian adalah ekspresi keselamatan yang sangat partikular.
Karl Rahner melahirkan pemahaman baru tentang “Kristen Anonim”. Mereka yang disebut Kristen Anonim adalah orang yang secara fisik lahiriah tidak termasuk dalam struktur legal keagamaan Kristen, tetapi mereka menghidupi dan melaksanakan nilai-nilai universal Kekristenan yaitu nilai-nilai Kerajaan Allah yaitu: keadilan, kedamaian, kebaikan, kejujuran, kebenaran di dalam kehidupannya. Ada karya Roh Kudus bekerja melintas batas mendiami hati semua orang yang berkehendak baik dan benar untuk menyelamatkan semua orang lintas batas. Tuhan bekerja dalam diri setiap orang yang membuka dirinya secara fisik – lahiriah maupun bathin kepada Tuhan yang menyelamatkan semua orang lintas batas. Keselamatan Allah itu universal bukan partikular.
Yohanes mengatakan kepada Yesus bahwa ada orang yang bukan pengikut Yesus mengusir setan dalam nama Yesus, dan Yohanes dan kawan-kawannya mencegah dia karena dia bukan pengikut Yesus.Tetapi Yesus menjawab mereka kataNya: “Jangan mencegah dia! Barangsiapa tidak melawan kita, ia memihak kita.”
Yohanes dan para murid berpandangan bahwa keselamatan itu hanyalah milik mereka. Orang di luar kelompok mereka, suku mereka, partai mereka, tidak memiliki kuasa untuk menyembuhkan dan menyelamatkan Yesus. Nama Yesus adalah milik para pengikut Yesus. Orang yang tidak mengikuti Yesus secara lahiriah tidak memiliki nama Yesus. Orang di luar kelompok pengikut Yesus secara lahiriah, tidak punya kekuatan menggunakan nama Yesus untuk menyembuhkan orang yang sakit.
Yesus berpikiran sebaliknya. Orang lain juga dapat menyembuhkan orang sakit dalam NamaNya. Artinya bahwa yang utama bukan pengikut Yesus secara lahiriah atau fisik tetapi yang pertama dan paling penting adalah mengikuti Yesus secara spiritual-rohani-bathiniah. Orang lain yang tidak mengikuti Yesus secara langsung, tetapi memiliki ikatan bathin dan iman yang kuat kepada Yesus. Mujizat penyembuhan dapat terjadi di dalam dirinya dengan menyembuhkan orang sakit dalam nama Yesus.
 Kita adalah pengikut Yesus secara lahir dan bathin, dalam pikiran yang luas bahwa keselamatan itu bukan monopoli seseorang atau sekelompok tertentu. Tetapi keselamatan itu milik semua orang dan semua orang dipanggil untuk menyelamatkan dunia dan sesama.
 Kita dipanggil untuk menghargai semua orang dan menyelamatkan semua orang. Kita dipanggil bukan untuk bersikap sombong dan fundamentalis dalam perjalanan kehidupan keimanan kita.
Dalam Nama Yesus ada keselamatan. Dalam Gereja ada keselamatan. Nama Yesus adalah untuk semua orang. Bukan manusia memiliki Tuhan tetapi Tuhan Yesus memiliki semua orang. Keselamatan Tuhan bagi semua orang. Bukan manusia memiliki keselamatan Tuhan dengan mengatur dan menata keselamatan Tuhan sesuai kehendaknya sendiri. Kalau manusia memiliki keselamatan Tuhan, itu berarti “Tuhan Sudah Mati”, tepat kata Nietzche.

Homili Rabu 22 Mei 2013
Sir  4 : 11 – 19
Mzm 119
Mrk 9 : 38 - 40

Homili Rabu 22 Mei 2013



KESELAMATAN :
 “ No Other Name”  versus “Kristen Anonim”
*P. Benediktus Bere Mali, SVD*


Matahari bersinar bagi semua orang lintas batas di atas planet bumi ini. Hujan pun turun kepada semua orang yang berasal dari aneka budaya dan bangsa. Sang pencipta Matahari dan Hujan itu untuk semua orang lintas batas, yang diciptakanNya.  
Pernyataan di atas mengantar kita untuk melihat judul renungan seperti tertulis di atas. Kisah para Rasul 4:12 menampilkan keselamatan hanya ada dalam nama Yesus. Keselamatan ada dalam orang yang secara lahir dan bathin menjadi pengikut Yesus, Percaya kepada Yesus, dan dalam nama Yesus menyembuhkan orang sakit dan membangkitkan orang mati. Sebaliknya orang yang bukan secara lahir bathin mengikuti Yesus, tidak percaya kepada Yesus dan  bukan dalam nama Yesus menyembuhkan, maka keselamatan itu adalah keselamatan illegal. Pengalaman akan keselamatan demikian adalah ekspresi keselamatan yang sangat partikular.
Karl Rahner melahirkan pemahaman baru tentang “Kristen Anonim”. Mereka yang disebut Kristen Anonim adalah orang yang secara fisik lahiriah tidak termasuk dalam struktur legal keagamaan Kristen, tetapi mereka menghidupi dan melaksanakan nilai-nilai universal Kekristenan yaitu nilai-nilai Kerajaan Allah yaitu: keadilan, kedamaian, kebaikan, kejujuran, kebenaran di dalam kehidupannya. Ada karya Roh Kudus bekerja melintas batas mendiami hati semua orang yang berkehendak baik dan benar untuk menyelamatkan semua orang lintas batas. Tuhan bekerja dalam diri setiap orang yang membuka dirinya secara fisik – lahiriah maupun bathin kepada Tuhan yang menyelamatkan semua orang lintas batas. Keselamatan Allah itu universal bukan partikular.
Yohanes mengatakan kepada Yesus bahwa ada orang yang bukan pengikut Yesus mengusir setan dalam nama Yesus, dan Yohanes dan kawan-kawannya mencegah dia karena dia bukan pengikut Yesus.Tetapi Yesus menjawab mereka kataNya: “Jangan mencegah dia! Barangsiapa tidak melawan kita, ia memihak kita.”
Yohanes dan para murid berpandangan bahwa keselamatan itu hanyalah milik mereka. Orang di luar kelompok mereka, suku mereka, partai mereka, tidak memiliki kuasa untuk menyembuhkan dan menyelamatkan Yesus. Nama Yesus adalah milik para pengikut Yesus. Orang yang tidak mengikuti Yesus secara lahiriah tidak memiliki nama Yesus. Orang di luar kelompok pengikut Yesus secara lahiriah, tidak punya kekuatan menggunakan nama Yesus untuk menyembuhkan orang yang sakit.
Yesus berpikiran sebaliknya. Orang lain juga dapat menyembuhkan orang sakit dalam NamaNya. Artinya bahwa yang utama bukan pengikut Yesus secara lahiriah atau fisik tetapi yang pertama dan paling penting adalah mengikuti Yesus secara spiritual-rohani-bathiniah. Orang lain yang tidak mengikuti Yesus secara langsung, tetapi memiliki ikatan bathin dan iman yang kuat kepada Yesus. Mujizat penyembuhan dapat terjadi di dalam dirinya dengan menyembuhkan orang sakit dalam nama Yesus.
 Kita adalah pengikut Yesus secara lahir dan bathin, dalam pikiran yang luas bahwa keselamatan itu bukan monopoli seseorang atau sekelompok tertentu. Tetapi keselamatan itu milik semua orang dan semua orang dipanggil untuk menyelamatkan dunia dan sesama.
 Kita dipanggil untuk menghargai semua orang dan menyelamatkan semua orang. Kita dipanggil bukan untuk bersikap sombong dan fundamentalis dalam perjalanan kehidupan keimanan kita.
Dalam Nama Yesus ada keselamatan. Dalam Gereja ada keselamatan. Nama Yesus adalah untuk semua orang. Bukan manusia memiliki Tuhan tetapi Tuhan Yesus memiliki semua orang. Keselamatan Tuhan bagi semua orang. Bukan manusia memiliki keselamatan Tuhan dengan mengatur dan menata keselamatan Tuhan sesuai kehendaknya sendiri. Kalau manusia memiliki keselamatan Tuhan, itu berarti “Tuhan Sudah Mati”, tepat kata Nietzche.

Homili Rabu 22 Mei 2013
Sir  4 : 11 – 19
Mzm 119
Mrk 9 : 38 - 40

Selasa, Mei 21, 2013

HIDUP BERAMBISI : Positif vs Negatif


*P.Benediktus Bere Mali, SVD*

Manusia adalah mahkluk aneka dimensi yangmengitarinya. Satu dimensi yang ditampilkan pada kesempatan ini adalah ambisi. Ada dua tipe manusia dalam konteks ambisi. Ada yang ambisi tetapi ada yang ambisius. Ambisi dapat dimengerti dalam konteks ambisi positif. Ambisius dapat dimengerti dalam konteks ambisi negatif. Ambisi negatif membawa orang yang ambisi itu jatuh dalam  penyalahgunaan kepemimpinannya untuk kepnetingan pribadi dengan menghalalkan segala cara. Sedangkan ambisi positif orang berjuang sekuat tenaga untuk meraih cita-cita dan harapannya dalam jalur kebaikan dan kebenaran dengan tujuan untuk kepentingan banyak orang atau kepentingan bersama. Misalnya: Moto SVD adalah Dunia adalah Paroki kami. Moto yang menjadi pembangkit ambisi positif setiap anggota SVD untuk bekerja mewartakan Kerajaan Allah kepada sebanyak mungkin orang lintas batas untuk percaya kepada Tuhan. Ambisi negatif, contohnya: menjadi kaya melalui jalan pintas yaitu korupsi. Menduduki jabatan tertentu dengan membeli jabatan dengan harta kekayaan bukan melalui proses seleksi berdasarkan kualitas kepribadian dan integritas kepribadiannya.

Para murid Yesus adalah orang-orang yang berambisi. Ambisi mereka itu kelihatannya bisa mengarah kepada ambisi yang negatif. Yesus merekam percakapan mereka yang lebih cenderung ke arah ambisius. Menghadapi ambisius para murid yang masih dalam tahap percakapan dan diskusi antara mereka di tengan jalan panggilan mereka itu, Yesus sebagai Sang Guru Sejati memberikan pengajaran dengan memberikan contoh kongkret kepada mereka. Menjadi terbesar dalam lingkungan Yesus, menjadi pemimpin dalam konteks panggilan mengikuti Tuhan Yesus punya aturan mainnya tersendiri. Aturan main itu adalah seperti yang disampaikan oleh Tuhan Yesus. Tuhan Yesus memanggil seorang anak kecil ke tengah-tengah mereka. Kemudian Ia memeluk anak itu dan berkata kepada mereka”Barangsiapa menerima seorang anak kecil seperti ini demi nama-Ku, dia menerima Aku. Dan barangsiapa menerima Aku, menerima Dia yang mengutus Aku”.

Menjadi pemimpin berarti memiliki ambisi positif yaitu memimpin untuk kepentingan banyak orang bukan hanya untuk kepentingan diri sendiri. Menjadi pemimpin berarti memimpin untuk kebaikan bersama bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan. Menjadi pemimpin itu untuk melayani bukan untuk dilayani. Menjadi pemimpin memiliki kepolosan dan ketulusan seorang anak kecil yang tanpa kepalsuan dalam melayani tanpa pamrih. Pemimpin memimpin apa adanya bukan ada apanya.

Homili Selasa 21 Mei 2013
Sir 2 : 1 – 11
Mzm 37
Mrk  9 : 30 - 37

Homili Selasa 21 Mei 2013



HIDUP BERAMBISI : Positif  vs Negatif
*P.Benediktus Bere Mali, SVD*

Manusia adalah mahkluk aneka dimensi yangmengitarinya. Satu dimensi yang ditampilkan pada kesempatan ini adalah ambisi. Ada dua tipe manusia dalam konteks ambisi. Ada yang ambisi tetapi ada yang ambisius. Ambisi dapat dimengerti dalam konteks ambisi positif. Ambisius dapat dimengerti dalam konteks ambisi negatif. Ambisi negatif membawa orang yang ambisi itu jatuh dalam  penyalahgunaan kepemimpinannya untuk kepnetingan pribadi dengan menghalalkan segala cara. Sedangkan ambisi positif orang berjuang sekuat tenaga untuk meraih cita-cita dan harapannya dalam jalur kebaikan dan kebenaran dengan tujuan untuk kepentingan banyak orang atau kepentingan bersama. Misalnya: Moto SVD adalah Dunia adalah Paroki kami. Moto yang menjadi pembangkit ambisi positif setiap anggota SVD untuk bekerja mewartakan Kerajaan Allah kepada sebanyak mungkin orang lintas batas untuk percaya kepada Tuhan. Ambisi negatif, contohnya: menjadi kaya melalui jalan pintas yaitu korupsi. Menduduki jabatan tertentu dengan membeli jabatan dengan harta kekayaan bukan melalui proses seleksi berdasarkan kualitas kepribadian dan integritas kepribadiannya.

Para murid Yesus adalah orang-orang yang berambisi. Ambisi mereka itu kelihatannya bisa mengarah kepada ambisi yang negatif. Yesus merekam percakapan mereka yang lebih cenderung ke arah ambisius. Menghadapi ambisius para murid yang masih dalam tahap percakapan dan diskusi antara mereka di tengan jalan panggilan mereka itu, Yesus sebagai Sang Guru Sejati memberikan pengajaran dengan memberikan contoh kongkret kepada mereka. Menjadi terbesar dalam lingkungan Yesus, menjadi pemimpin dalam konteks panggilan mengikuti Tuhan Yesus punya aturan mainnya tersendiri. Aturan main itu adalah seperti yang disampaikan oleh Tuhan Yesus. Tuhan Yesus memanggil seorang anak kecil ke tengah-tengah mereka. Kemudian Ia memeluk anak itu dan berkata kepada mereka”Barangsiapa menerima seorang anak kecil seperti ini demi nama-Ku, dia menerima Aku. Dan barangsiapa menerima Aku, menerima Dia yang mengutus Aku”.

Menjadi pemimpin berarti memiliki ambisi positif yaitu memimpin untuk kepentingan banyak orang bukan hanya untuk kepentingan diri sendiri. Menjadi pemimpin berarti memimpin untuk kebaikan bersama bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan. Menjadi pemimpin itu untuk melayani bukan untuk dilayani. Menjadi pemimpin memiliki kepolosan dan ketulusan seorang anak kecil yang tanpa kepalsuan dalam melayani tanpa pamrih. Pemimpin memimpin apa adanya bukan ada apanya.

Homili Selasa 21 Mei 2013
Sir 2 : 1 – 11
Mzm 37
Mrk  9 : 30 - 37