Sabtu, Mei 25, 2013

SEPERTI ANAK KECIL : Negatif versus Positif



SEPERTI ANAK KECIL : Negatif versus Positif
*P. Benediktus Bere Mali, SVD*

Seorang anak kecil di dalam dirinya ada unsur-unsur positif di dalam dirinya yaitu keterbukaan dalam mengatakan apa adanya kepada orang tua, dan sesame di sekitarnya. Anak kecil polos dan jujur dalam menampilkan diri di depan orang tua dan sesama di sekitarnya. Contoh anak kecil ditanya oleh seorang tamu tentang keadaan orang tua, dia akan mengatakan apa adanya tanpa menyembunyikan sesuatu kepada tamu sekalipun penanya itu adalah orang asing.
Anak kecil juga bisa menjadi kekanak-kanakan atau infantil dalam hidupnya. Ada anak kecil yang tinggal dengan orang lain tidak manja tetapi ketika bersama kedua orang tuanya sering menampilkan diri untuk dimanja dan hidup untuk kekanak-kanakan. Contoh ketika kedua orang tuanya pergi ke suatu tempat yang jauh, lantas pulang ke rumah bertemua dengan anaknya yang masih kecil, rasa dimanja sangat dominan dan anak menjadi kekanak-kanakan. Pada hal selama kedua orang tuanya pergi, anak kecil itu tidak berlaku seperti itu.
Bacaan Injil hari ini menampilkan hidup  para murid seperti anak kecil, dalam arti positif yaitu keterbukaan dan kejujuran serta kepolosan, tampil apa adanya, sebagai syarat penting bagi pengikut Yesus masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sebaliknya seorang pengikut Yesus yang berlaku seperti anak kecil dalam arti negatif dengan cara menampilkan diri secara kekanak-kekanakan, maka orang itu tidak layak masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Kita adalah pengikut Yesus. Usia kita sudah dewasa. Perilaku kita juga semestinya dewasa. Perilaku yang kenak-kanakan adalah penghalang bagi kita untuk berjalan mulus sesuai kehendak Allah sendiri yang menyelamatkan kita dan sesama. Kedewasaan kita sebagai seorang pengikut Tuhan Yesus bukan sesuatau yang sudah jadi tetapi kita terus berjuang menata diri dalam membangun dan membentuk diri dalam kedewasaan dalam proses yang berkelanjutan dan tidak pernah akan berkahir selama hidup kita di dunia ini. Kita berjuang untuk hidup dewasa dan perjuangan kita dipersembahkan kepada Tuhan yang selalu setia menyertai kita dalam membimbing kita dengan Roh KudusNya untuk senantiasa berjalan di atas jalan-jalanNya yang menyelamatkan.

Homili Sabtu 25 Mei 2013
Sir 17:1-15
Mzm 103
Mrk 10:13-16

Kamis, Mei 23, 2013

Homili Misa Kamis 23 Mei 2013



“AKU Menjadi Neraka  atau Surga bagi Sesama”
*P.Benediktus Bere Mali, SVD*

Manusia adalah multidimensi. Sartre memandang manusia sesuai perspektifnya. Dia memandang sesamenya sebagai neraka bagi dirinya. Tetapi dia lupa mengatakan bahwa dirinya menjadi surge bagi sesame dalam komunitasnya atau sebaliknya hidupnya justru menjadi neraka bagi sesama dalam komunitasnya. Mengubah dunia mulai dari diri sendiri. Tetapi Sartre menanti Surga dari sesamanya.
Saulus menjadi Neraka bagi sesama. Paulus menjadi Surga bagi sesama. Pendosa menjadi batu sandungan bagi sesama. Pentobat menjadi batu penjuru bagi sesama. Paulus yang bertobat membawa Surga bagi sesama. Perubahan itu mulai dari diri sendiri. Paulus sudah memulainya.
Yesus berkata kepada para muridNya menggunakan paradigma bahwa perubahan itu mulai diri sendiri. Batu sandungan digeser untuk memuluskan perjalanan menuju HIDUP artinya menuju SURGA.  Lumpur dosa pribadi perlu disuci bersih atau disapu bersih dengan sapu lidi sapu bersih agar berjalan menuju HIDUP dengan keadaan yang layak.  Lumpur dosa yang tidak disapu bersih dengan sapulidi sapu bersih atau disucikan dengan air pertobatan, maka akan menuntun diri sendiri berjalan menuju NERAKA. Diri adalah subyek yang menuntun diri berjalan menuju SURGA atau NERAKA.
Yesus mengharapkan para murid BERTOBAT. Makna pertobatan dalam konteks ini adalah berjalan meninggalkan cara hidup yang menjadi batu sandungan bagi sesama, menuju diri yang menjadi batu penjuru bagi sesame, dalam komunitas hidup bersama. Bertobat berarti berjalan diri yang menjadi neraka bagi sesama dalam hidup komunitas menuju diri yang menjadi surge bagi sesama di dalam hidup berkomunitas setiap hari.
  

Homili Kamis 23 Mei 2013
Sir 5 : 1 – 8
Mzm 1
Mrk 9 : 41 - 50

Homili Kamis 23 Mei 2013



“HIDUPKU  DALAM KOMUNITAS: Menjadi Neraka  vs  Surga”
*P.Benediktus Bere Mali, SVD*

Manusia adalah multidimensi. Sartre memandang manusia sesuai perspektifnya. Dia memandang sesamenya sebagai neraka bagi dirinya. Tetapi dia lupa mengatakan bahwa dirinya menjadi surge bagi sesame dalam komunitasnya atau sebaliknya hidupnya justru menjadi neraka bagi sesama dalam komunitasnya. Mengubah dunia mulai dari diri sendiri. Tetapi Sartre menanti Surga dari sesamanya.
Saulus menjadi Neraka bagi sesama. Paulus menjadi Surga bagi sesama. Pendosa menjadi batu sandungan bagi sesama. Pentobat menjadi batu penjuru bagi sesama. Paulus yang bertobat membawa Surga bagi sesama. Perubahan itu mulai dari diri sendiri. Paulus sudah memulainya.
Yesus berkata kepada para muridNya menggunakan paradigma bahwa perubahan itu mulai diri sendiri. Batu sandungan digeser untuk memuluskan perjalanan menuju HIDUP artinya menuju SURGA.  Lumpur dosa pribadi perlu disuci bersih atau disapu bersih dengan sapu lidi sapu bersih agar berjalan menuju HIDUP dengan keadaan yang layak.  Lumpur dosa yang tidak disapu bersih dengan sapulidi sapu bersih atau disucikan dengan air pertobatan, maka akan menuntun diri sendiri berjalan menuju NERAKA. Diri adalah subyek yang menuntun diri berjalan menuju SURGA atau NERAKA.
Yesus mengharapkan para murid BERTOBAT. Makna pertobatan dalam konteks ini adalah berjalan meninggalkan cara hidup yang menjadi batu sandungan bagi sesama, menuju diri yang menjadi batu penjuru bagi sesame, dalam komunitas hidup bersama. Bertobat berarti berjalan diri yang menjadi neraka bagi sesama dalam hidup komunitas menuju diri yang menjadi surge bagi sesama di dalam hidup berkomunitas setiap hari.
  

Homili Kamis 23 Mei 2013
Sir 5 : 1 – 8
Mzm 1
Mrk 9 : 41 - 50

"AKU Menjadi Surga atau Neraka bagi Sesama"



“AKU Menjadi Neraka  atau Surga bagi Sesama”

*P.Benediktus Bere Mali, SVD*

Manusia adalah multidimensi. Sartre memandang manusia sesuai perspektifnya. Dia memandang sesamenya sebagai neraka bagi dirinya. Tetapi dia lupa mengatakan bahwa dirinya menjadi surge bagi sesame dalam komunitasnya atau sebaliknya hidupnya justru menjadi neraka bagi sesama dalam komunitasnya. Mengubah dunia mulai dari diri sendiri. Tetapi Sartre menanti Surga dari sesamanya.
Saulus menjadi Neraka bagi sesama. Paulus menjadi Surga bagi sesama. Pendosa menjadi batu sandungan bagi sesama. Pentobat menjadi batu penjuru bagi sesama. Paulus yang bertobat membawa Surga bagi sesama. Perubahan itu mulai dari diri sendiri. Paulus sudah memulainya.
Yesus berkata kepada para muridNya menggunakan paradigma bahwa perubahan itu mulai diri sendiri. Batu sandungan digeser untuk memuluskan perjalanan menuju HIDUP artinya menuju SURGA.  Lumpur dosa pribadi perlu disuci bersih atau disapu bersih dengan sapu lidi sapu bersih agar berjalan menuju HIDUP dengan keadaan yang layak.  Lumpur dosa yang tidak disapu bersih dengan sapulidi sapu bersih atau disucikan dengan air pertobatan, maka akan menuntun diri sendiri berjalan menuju NERAKA. Diri adalah subyek yang menuntun diri berjalan menuju SURGA atau NERAKA.
Yesus mengharapkan para murid BERTOBAT. Makna pertobatan dalam konteks ini adalah berjalan meninggalkan cara hidup yang menjadi batu sandungan bagi sesama, menuju diri yang menjadi batu penjuru bagi sesame, dalam komunitas hidup bersama. Bertobat berarti berjalan diri yang menjadi neraka bagi sesama dalam hidup komunitas menuju diri yang menjadi surge bagi sesama di dalam hidup berkomunitas setiap hari.
  

Homili Kamis 23 Mei 2013
Sir 5 : 1 – 8
Mzm 1
Mrk 9 : 41 - 50

Rabu, Mei 22, 2013

KESELAMATAN : No Other Name vs Kristen Anonim



KESELAMATAN :
 “ No Other Name”  versus “Kristen Anonim”
*P. Benediktus Bere Mali, SVD*


Matahari bersinar bagi semua orang lintas batas di atas planet bumi ini. Hujan pun turun kepada semua orang yang berasal dari aneka budaya dan bangsa. Sang pencipta Matahari dan Hujan itu untuk semua orang lintas batas, yang diciptakanNya.  
Pernyataan di atas mengantar kita untuk melihat judul renungan seperti tertulis di atas. Kisah para Rasul 4:12 menampilkan keselamatan hanya ada dalam nama Yesus. Keselamatan ada dalam orang yang secara lahir dan bathin menjadi pengikut Yesus, Percaya kepada Yesus, dan dalam nama Yesus menyembuhkan orang sakit dan membangkitkan orang mati. Sebaliknya orang yang bukan secara lahir bathin mengikuti Yesus, tidak percaya kepada Yesus dan  bukan dalam nama Yesus menyembuhkan, maka keselamatan itu adalah keselamatan illegal. Pengalaman akan keselamatan demikian adalah ekspresi keselamatan yang sangat partikular.
Karl Rahner melahirkan pemahaman baru tentang “Kristen Anonim”. Mereka yang disebut Kristen Anonim adalah orang yang secara fisik lahiriah tidak termasuk dalam struktur legal keagamaan Kristen, tetapi mereka menghidupi dan melaksanakan nilai-nilai universal Kekristenan yaitu nilai-nilai Kerajaan Allah yaitu: keadilan, kedamaian, kebaikan, kejujuran, kebenaran di dalam kehidupannya. Ada karya Roh Kudus bekerja melintas batas mendiami hati semua orang yang berkehendak baik dan benar untuk menyelamatkan semua orang lintas batas. Tuhan bekerja dalam diri setiap orang yang membuka dirinya secara fisik – lahiriah maupun bathin kepada Tuhan yang menyelamatkan semua orang lintas batas. Keselamatan Allah itu universal bukan partikular.
Yohanes mengatakan kepada Yesus bahwa ada orang yang bukan pengikut Yesus mengusir setan dalam nama Yesus, dan Yohanes dan kawan-kawannya mencegah dia karena dia bukan pengikut Yesus.Tetapi Yesus menjawab mereka kataNya: “Jangan mencegah dia! Barangsiapa tidak melawan kita, ia memihak kita.”
Yohanes dan para murid berpandangan bahwa keselamatan itu hanyalah milik mereka. Orang di luar kelompok mereka, suku mereka, partai mereka, tidak memiliki kuasa untuk menyembuhkan dan menyelamatkan Yesus. Nama Yesus adalah milik para pengikut Yesus. Orang yang tidak mengikuti Yesus secara lahiriah tidak memiliki nama Yesus. Orang di luar kelompok pengikut Yesus secara lahiriah, tidak punya kekuatan menggunakan nama Yesus untuk menyembuhkan orang yang sakit.
Yesus berpikiran sebaliknya. Orang lain juga dapat menyembuhkan orang sakit dalam NamaNya. Artinya bahwa yang utama bukan pengikut Yesus secara lahiriah atau fisik tetapi yang pertama dan paling penting adalah mengikuti Yesus secara spiritual-rohani-bathiniah. Orang lain yang tidak mengikuti Yesus secara langsung, tetapi memiliki ikatan bathin dan iman yang kuat kepada Yesus. Mujizat penyembuhan dapat terjadi di dalam dirinya dengan menyembuhkan orang sakit dalam nama Yesus.
 Kita adalah pengikut Yesus secara lahir dan bathin, dalam pikiran yang luas bahwa keselamatan itu bukan monopoli seseorang atau sekelompok tertentu. Tetapi keselamatan itu milik semua orang dan semua orang dipanggil untuk menyelamatkan dunia dan sesama.
 Kita dipanggil untuk menghargai semua orang dan menyelamatkan semua orang. Kita dipanggil bukan untuk bersikap sombong dan fundamentalis dalam perjalanan kehidupan keimanan kita.
Dalam Nama Yesus ada keselamatan. Dalam Gereja ada keselamatan. Nama Yesus adalah untuk semua orang. Bukan manusia memiliki Tuhan tetapi Tuhan Yesus memiliki semua orang. Keselamatan Tuhan bagi semua orang. Bukan manusia memiliki keselamatan Tuhan dengan mengatur dan menata keselamatan Tuhan sesuai kehendaknya sendiri. Kalau manusia memiliki keselamatan Tuhan, itu berarti “Tuhan Sudah Mati”, tepat kata Nietzche.

Homili Rabu 22 Mei 2013
Sir  4 : 11 – 19
Mzm 119
Mrk 9 : 38 - 40