Senin, November 05, 2012

Kotbah Misa Harian, Senin 5 Nopember 2012




PAMRIH
DALAM  TEORI PERTUKARAN SOSIAL
 (Flp 2:1-4; Luk 14:12-14)
Kotbah Misa Harian, Senin 5 Nopember 2012
Di Soverdi Surabaya
(Rm. Benediktus Bere Mali, SVD)

Dalam kebiasaan di tempat kelahiranku, ada istilah AKEL GO’ON dalam kehidupan sosial bermasyarakat dan terutama di dalam dunia adat Istiadat.  Akel Go,on berarti membantu atau menyumbang kepada sesama untuk pendidikan, untuk pernikahan, untuk kenduri, untuk pesta komuni pertama, dengan harapan ketika ada acara dari si penyumbang, sesama yang telah dibantu itu membantu atau menyumbang kembali kepadanya. Dengan kata lain, paradigma “akel go’ on”  sama dengan paradigma “give and take”  atau memberi untuk menerima atau membantu untuk mendapat balasan secara material, dalam membantu sesama.

Bantuan berdasarkan paradigma “akel go’on” ini mendatangkan dua hal. Secara positif sesama menerima bantuan dalam acara-acara yang diselenggarakannya. Tetapi secara negatif, keluarga yang sudah dibantu, kantongnya tidak boleh kosong, untuk kembali membantu semua yang telah membantunya, ketika mereka itu melakukan acara pesta adat dan pesta gereja di dalam keluarganya. Ketika kantongnya kosong, tepat sesama itu melakukan pesta adat atau pesta sekolah, maka harus meminjam uang untuk membantunya. Jumlah uang untuk membantu tergantung buku catatan bantuan yang telah diterimanya. Jika seseorang membantu sesama lima ratus ribuh dan itu dicatat dalam buku catatan pemberi sumbangan dan buku catatan penerima sumbangan, maka besarnya itu pula yang akan dikembalikan dalam membantu sesama yang mengadakan pesta adat atau pesta sekolah. Biasanya dan sudah menjadi umum, setiap keluarga memiliki buku catatan pribadi tentang menyumbang kepada siapa dan juga buku catatan menerima sumbangan. Buku ini dikenal dalam bahasa daerah, Buku “Akel Go’on”.               


Pandangan di atas sangat manusiawi. Setiap orang yang menciptakan  “akel go’on” dalam hidupnya pasti akan mendapat banyak balasan, imbalannya. Setiap orang yang banyak membantu akan mendapat banyak  bantuan juga.

Pandangan yang terkesan sangat materialistik ini dilihat secara rohani. Dasar pandangan spiritual adalah yang disampaikan Yesus di dalam Injil hari ini. Yesus menekankan agar bantuan kepada sesama harus didasarkan pada ketulusan dan tanpa pamrih.  Dengan demikian, bantuan itu tidak melahirkan beban bagi diri sendiri. Kalau membantu secara pamrih, maka ketika orang yang dibantu itu tidak membalas kembali bantuan, maka akan menimbulkan tekanan psikologis bagi diri sendiri.
Membantu tanpa pamrih itu memerdekakan diri. Bantuan seperti itulah yang dikehendaki Tuhan Yesus pada hari ini. Mengikuti kehendak Yesus berarti mengutamakan Kerajaan Allah. Utamakanlah Kerajaan Allah maka yang lain akan ditambahkan. Tugas kita adalah mengutamakan kehendak Allah, soal balasan adalah urusan Tuhan.

Jadi : akel go’on itu adalah balasan secara material dan secara langsung. Bantuan tanpa pamrih itu balasan spiritual yang wilayahnya dan urusan Tuhan yang diimani. Atau dalam teori pertukaran sosial : Akel Go’On memberi untuk menerima secara material, sedangkan dalam bidang keagamaan, memberi untuk menerima harta rohani. Keduanya ada Pamrihnya. Yang satu pamrih secara material. Kedua pamrihnya secara rohani. Maka sebetulnya tidak ada yang namanya tanpa pamrih dalam hidup ini. Dari segi sosiologi.


Minggu, November 04, 2012

Kotbah Minggu 4 Nopember 2012



KASIH  ITU
HUKUM  PERTAMA DAN UTAMA

Ul 6:2-6; Ibr 7:23-28; Mrk 12:28b-34
Kotbah Misa Hari Minggu,
Minggu 4 Nopember 2012
Di Kapela St. Maria Ursulin
Jln. Darmo Surabaya

(Rm. Benediktus Bere Mali, SVD

Pada hari ini Gereja melalui Kalender Liturgi dan Perayaan Ekaristi mengingatkan kita bahwa di antara begitu banyak tawaran hukum, di antara begitu banyak aturan yang ditawarkan, di antara begitu variasinya iklan, di antara begitu banyak adat istiadat dan budaya yang ditawarkan kepada kita dalam dunia multicultural yang menyertai perjalanan kehidupan kita, hanya satu yang utama dan terutama yaitu Hukum Kasih.


Hukum Kasih itu diungkapkan di dalam tanda tambah Salib Yesus. Mengapa Tambah bukan kurang atau bagi atau kali Salib Yesus itu? Ada dua hal perlu kita dalami dalam renungan hari Minggu ini. Salib Itu Tambah. Yesus menambahkan pada diri kita yang utama dan terutama yaitu KASIH. Kalau kita sudah mempunyai yang lain-lainnya tetapi tanpa Kasih itu berarti kita masih mengalami kekurangan yang pertama dan yang utama. Kalau kita sudah doa, devosi, karunia Roh, berbahasa Roh, donatur terbesar, tetapi belum mempunyai kasih itu berarti kita masih mengalami kekurangan yang  pertama dan utama yaitu KASIH. Kalau kita kekurangan Kasih maka dengan ditambahkan KASIH yang nyata yang kita lihat pada TANDA TAMBAH YESUS DI SALIB. 

Orang yang memiliki Kasih adalah orang yang mengimani Yesus yang menderita, wafat di Salib dan kemudian bangkit.  Apa artinya SALIB puncak kasih Tuhan kepada kita dan model Kasih kita kepada Tuhan dan sesama? SALIB berarti Saat Aku Lemah Ingat Bapa (Allah). Dengan mengingat Allah dalam keadaan yang lemah, berupa godaan dari dalam dan luar diri, seluruh tenaga terfokus pada Bapa di Surga sumber kekuatan dan keselamatan. Pada saat manusia mengandalkan Tuhan di situ Kasih menjadi nyata di dalam hidupnya. 


MENGASIHI adalah intisari bacaan – bacaan suci pada hari ini. Mengasihi adalah kata kerja aktif, dibentuk dari kata dasar KASIH.  Saya saat menyiapkan renungan ini, mencoba membayangkan KASIH itu seperti apa dan coba saya mengatakan bahwa KASIH itu lebih dapat dimengerti seperti ini. Saya mencoba mengertinya dengan memberikan singkatan dari kata KASIH yang dibentuk dari lima huruf, K, A, S, I, H. Huruf K disingkat Kehendak. Huruf A disingkat Allah. Huruf  S disingkat Selalu. Huruf I disingkat Isi. Huruf H disingkat Hatiku,  Hatimu, Hati Kita, Hati Semua Orang.   Dengan demikian kata KASIH singkatan dari KEHENDAK ALLAH SELALU ISI HATIKU-MU-KITA-SEMUA.  Dengan kata lain, KASIH berarti Kehendak Allah memenuhi diri-ku-mu-kita-semua.


Kalau kita membayangkan Kasih itu seperti makanan yang setiap hari kita makan dan minuman yang setiap hari kita minum maka orang yang dipenuhi oleh kehendak Allah, adalah juga orang yang kenyang akan Kehendak Allah sang penyelamat. Orang yang dipenuhi Allah adalah orang yang memperoleh kekuatan yang penuh dalam melaksanakan segala sesuatu yang menyelamatkan diri dan sesama serta alam semesta.


Perutusan kita adalah perutusan KASIH. Kehendak Allah Selalu Isi Hatiku-mu-kita-semua adalah intisari karya Pelayanan kita. Menjalani tugas dan karya Pelayanan ini, merupakan sebuah perjalanan yang tidak selalu mulus. Tantangan ataupun hambatan selalu dijumpai entah itu datang dari dalam diri sendiri, ataupun datang dari luar diri kita.

Hambatan itu dikenal atau saya sebut dengan kata ANTI. Kata ANTI saya singkat demikian. Aku Nekat Tanpa Ilahi (Allah). Anti radikal adalah aku nekat tanpa Ilahi (Allah) dalam pikiran, kata dan perilaku. ANTI radikal berarti orang sama sekali putus hubungan atau kontak dengan Allah.

Ini menjadi musuh utama dalam pewartaan KASIH. Menghadapi keadaan seperti ini, dalam dunia yang semakin maju dalam bidang ilmu pengetahuan, kita dapat melembutkan orang yang ANTI Kasih dengan kesaksian hidup. Peran performatif dari seorang pelayan Tuhan menjadi kekuatan utama dalam karya Pelayanan kasih kepada dunia dan sesama. Hal ini berarti seseorang sungguh memiliki KASIH. Kehendak Allah Selalu Isi Hatinya dalam segala tempat dan situasi.


Kita mengalami ANTI dalam Menyebarkan KASIH. Tetapi kita selalu memberi KASIH dengan teladan hidup, kepada mereka yang ANTI sebab itulah membuat KASIH kita semakin SEMPURNA.

Kasih itu pertama dan utama dari yang lain termasuk iman dan harapan. Maka seorang anak yang memiliki Kasih, dia mengutamakan studinya, masa depannya, kuliahnya, jadwal kuliahnya. Seorang ayah memiliki Kasih sebagai yang utama dan pertama, maka dia harus mengutamakan pekerjaannya, keluarganya dari yang lainnya. Seorang ibu yang memiliki Kasih, maka dia mengutamakan kesehatan dan pendidikan anak-anaknya. Seorang imam mengasihi Allah maka dia harus mengutamakan imamatnya daripada yang lain-lainnya.

Kasih artinya KEKUATAN KEHENDAK ALLAH SELALU ISI  (MENGISI) HATI-KU-MU-KITA SEMUA. Di dalam orang yang memiliki KASIH tiada kata ANTI yang berarti Aku Nekat Tanpa Ilahi (Allah).

Sabtu, April 30, 2011

Kotbah Kamis Putih Thn A 2011

“AKU INI HAMBA TUHAN”

*P. Benediktus Bere Mali, SVD*

Beberapa tahun terakhir beberapa “hamba” di beberapa Negara menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Pekerja Rumah Tangga yang bekerja tidak sesuai pikiran majikan, majikan seenaknya menyiksanya tanpa merasa ada beban kontrol dari saudara dan saudarinya yang jauh di Negeri seberang. Siksaan seorang majikan terhadap hamba yang melayaninya terungkap jelas beberapa waktu lalu melalui menyetrika wajah pembantu Rumah Tangga.

Meskipun demikian sadisnya majikan atas diri hambanya, hamba menyerahkan diri seutuhnya pada penyiksa karena seluruh hidupnya bergantung pada majikan. Hamba menjalankan tugas sebagai seorang hamba yang harus memenuhi segala harapan dan permintaan majikannya sekalipun permintaannya itu sangat tidak manusiawi lagi. Hamba mencintai hidup sebagai rahmat Tuhan yang perlu dijaga dan dilestarikan dengan melaksanakan segala keinginan dan kebutuhan majikannya.

Dunia dapat merekam penyiksaan keji pada hamba itu karena pers berhati nurani menyuarakan kaum tak bersuara kepada dunia. Berkat kenabian pers itu dunia pun mengenal dan mengetahui perbuatan sadis satu majikan dari sekian ratus majikan yang kebobrokannya tidak sempat terungkap ke panggung dunia.

Peristiwa ini membuat kita tersadar dan berujar bahwa kita tidak pernah menemukan seorang majikan menyetrika pakaian hambanya. Yang ada adalah majikan menyetrika wajah hambanya. Sebuah perbuatan tidak manusiawi sekaligus menodai kemanusiaan seorang hamba yang sekaligus juga adalah secitra Allah.

Pikiran Allah bukanlah pikiran manusia. Allah bukan tampil sebagai seorang raja atau majikan yang hanya siap selalu untuk dilayani. Allah kita adalah seorang hamba yang siap sedia melayani semua orang melintas batas. Allah kita melayani pemimpin dalam diri pemimpin, Petrus, ketua kelompok dua belas murid Yesus sampai Yudas pengkhianat diriNya. Allah melayani dari kelas atas sampai masyarakat pinggiran yang dilupakan.

PelayananNya menunjukan jati diri Allah adalah Hamba Allah yang melayani melintas batas. Bercerita tentang Allah adalah hamba mempunyai sejarahnya sendiri. Allah menjadi hamba bukan sesuatu yang jatuh atau turun dari langit seketika atau seperti kecepatan kilat yang disusul gemuruh yang menggetarkan alam sekitar. Kedatangan Allah Maha Tinggi menjadi Allah imanen terlaksana dalam rupa seorang hamba. St. Maria yang menerima khabar Gembira Tuhan dari Malaekat Gabriel mengafirmasinya dalam kata-kata seorang hamba tulen tanpa kepentingan pribadi apa pun selain kepentingan Allah yang menghendaki misiNya menyelamatkan seluruh dunia. Afirmasi seorang Maria sebagai hamba dalam fiatnya “ Aku ini hamba Tuhan terjadilah padaku menurut kehendak-Mu.” Fiat ini memiliki konsekuensinya yang sangat multidimensional dari kehidupan selanjutnya dari yang dikandung melalui fiatnya yang sarat seorang hamba.

Yesus adalah Allah yang datang kedunia menjadi manusia dan selanjutnya menjadi hamba dari segala hamba Allah. Identitas Tuhan Yesus sebagai hamba muncul ke permukaan panggung kehidupan spiritual pada hari Kamis Putih. Yesus menyerahkan diri kepada manusia dan Tuhan dalam perbuatannya melayani secara revolusioner yang mula-mula bermula di dalam rumahNya sendiri, di dalam komunitasNya sendiri.

Pada saat Yesus traktir para muridNya sebelum berpisah dengan mereka, dalam suasana makan bersama, Yesus meninggalkan tempat duduknya yang istimewa menuju dunia pembasuhan kaki para murid yang membuat para murid merasa aneh dan kaget bahkan tidak masuk akal bahwa seorang Guru Spiritual para murid yang berguru setiap hari kepadaNya, merendah serendah hamba yang membasuh kaki mereka. Para murid merasa aneh melihat perbuatan pembasuhan kaki para muridNya itu karena membasuh kaki biasanya sebelum masuk kedalam rumah setelah bepergian jauh. Pembasuhan kaki dalam adat istiadat bangsa Yahudi adalah sebuah pekerjaan seorang hamba majikan.

Yesus memberikan teladan pembasuhan kaki, bermakna bagi setiap manusia yaitu supaya manusia selalu saling melayani tanpa pamrih demi keselamatan manusia pada umumnya melintas batas.

Teladan itu berpuncak pada penyerahan diri untuk Allah dan kepada manusia untuk menyelamatkan dunia dan segala isinya. Puncak Pelayanan Yesus sebagai hamba terungkap dalam SabdaNya : “Inilah DarahKu yang ditumpahkan bagimu untuk keselamatanmu. Inilah TubuhKu yang diserahkan bagimu.” Ini adalah Sebuah hakekat Pelayanan sebagai seorang hamba dari segala hamba.

Perhambaan Tuhan menjadi nyata dalam kata-kataNya, dalam perbuatan pelayananNya dan berpuncak di dalam penyerahan diri, hidupNya kepada BapaNya di Surga dan kepada manusia untuk sebuah tujuan yaitu keselamatan semua manusia.

Yesus dilahirkan dari rahim fiat ibundaNya “ Aku ini hamba Tuhan terjailah padaku menurut kehendakMu.” Perhambaan ibundaNya me-reformasi diri dalam diri Yesus anaknya khususnya di dalam seluruh pelayananNya. Yesus adalah pemimpin yang merendah menjadi hamba membasuh kaki para muridNya. Yesus sebagai Tuhan yang menempatkan diri secara radikal sebagai hamba yang memberikan segala-galanya, tubuh dan darahNya, seluruh hidupnya kepada Tuhan yang ditaatiNya dan kepada manusia untuk menyelamatkan manusia.

Yesus adalah pemimpin bagi kita sebagai orang yang beriman kepadaNya dan menjadikan Yesus sebagai satu-satunya jalan kebenaran dan kehidupan. Keimanan kita ini menuntun kita untuk menjadi pemimpin yang melayani sesama demi kebaikan sesama. Ini adalah identitas kita sebagai orang Kristen yang percaya kepada Allh kita sebagai seorang hamba.

Identitas ini mulai kabur di dalam para pemimpin yang beriman percaya kepada Yesus sebagai hamba dari segala hamba. Mengkorup uang rakyat adalah satu perbuatan yang sangat bertentangan dengan identitas orang Kristiani yang mengimana Allah sebagai hamba segala hamba. Pemimpin beriman yang meninggalkan rakyat hidup dalam kemiskinan dan kemelaratan dan kesulitan mendapatkan informasi dan transportasi yang memadai adalah sebuah pembiaran di sengaja dari para pemimpin beriman di mata dunia. Kesaksian pemimpin dengan “pembiaran” rakyat miskin adalah sebuah penghancuran identitas diri sebagai orang beriman yang seharusnya mengutamakan kebaikan, kebenaran dan keselamatan sesame melintas batas.

Pada saar kita melihat segala perbuatan kelompok beriman yang mempertajam perusakan jati dirinya, membangkitkan sebuah kesadaran baru dalam diri bahwa kita dalam lingkup makro di space kecil keluarga, komunitas, lingkungan dan wilayah, tidak beoleh membiarkan orang lain menderita dalam arti yang seluas-luasnya. Kita harus menghidupi iman kepada Yesus yang menjadi hamba dari segala hamba melalui perbuatan nyata melayani sesama melintas batas untuk kebaikan dan kebenaran serta keselamatan manusia melintas batas. Pelayanan yang menekan atau mengutamakan “aku” dulu baru “ yang lain” dalam arti yang luas, justru awal yang baik untuk mengerdilkan unsur utama gereja misiner, terlebih hal seperti itu menodai identitas gereja yang hidup seturut pusat Gereja yaitu Yesus hamba dari segala hamba.****

Kamis Putih tahun A 2011

21 April 2011

Soverdi St. Arnoldus Janssen Surabaya

Inspirasi Yohanes 13: 1-15

Kamis, April 28, 2011

Kotbah Jumat Agung Thn A 2011

IDENTITAS DAN HARGA DIRI


*P. Benediktus Bere Mali, SVD*

Pengakuan Harga Diri

Beberapa waktu lalu sebuah bangsa memberi penghargaan kepada salah seorang putera terbaik Indonesia atas jasanya memperjuangkan kebenaran, keadilan dan perdamaian sampai titik darah penghabisan. Penghargaan yang diberikan itu adalah untuk mengabadikan namanya, harga dirinya dan identitasnya yang dibangun di atas kebenaran, keadilan dan perdamaian sosial yang diperjuangkannya sampai titik darah penghabisan atau sampai mati. Penghargaan itu terungkap dalam menggunakan namanya pada jalan utama Negara dan bangsa asing yang sangat peduli pada perjuangannya daripada bangsanya sendiri.

Harga Diri Sebuah Bangsa

Bangsa Yahudi adalah bangsa yang memiliki harga diri yang tinggi di antara bangsa-bangsa dunia. Harga diri bangsa Yahudi ditakar oleh iman mereka kepada YAHWE sebagai satu-satunya penguasa mereka, yang disistematisasi dalam hukum Yahudi-Hukum Taurat Musa.

Identitas Bangsa Yahudi menutup semua pintu bagi mereka untuk mengakui penguasa lain di luar YAHWE dan mengakui hukum lain di luar hukum Taurat Musa. Mengakui Hukum lain dan penguasa lain sama dengan menginjak-injak harga diri mereka. Mengakui penguasa lain dan menjadikan hukum lain sebagai patokan setiap kehidupan sosial mereka melecehkan harga diri sendiri. Itu artinya harga diri mereka tidak ada lagi. Lebih baik mati daripada tidak mempunyai harga diri.

Tidak Punya Harga Diri Lagi

Identitas bangsa Yahudi mengalami krisis di dalam perjalanan sosial karena ada banyak tekanan sosial. Puncak krisis harga diri Bangsa Yahudi adalah ketika mereka mengakui Kaisar sebagai satu-satunya Raja mereka. Mereka mengatakan itu secara lantang di depan publik. Kata-kata mereka ini menghancurkan harga diri mereka sendiri: “Setiap orang yang mengaku dirinya sebagai raja, dia melawan kaisar.” Kata-kata imam-imam kepala penjaga identitas Yahudi ini, juga menghancurkan harga diri mereka. Dengan katak-kata imam-imam kepala ini : “Satu-satunya raja kami ialah kaisar,” menempatkan bangsa Yahudi sudah tidak mempunyai harga diri lagi. Bangsa Yahudi mematikan harga diri mereka, hidup mereka sendiri, berpuncak pada YAHWE yang menjadi manusia dalam diri YESUS yang mereka bunuh di Salib. Inilah puncak kematian Allah kematian harga diri Bangsa Yahudi.

Membunuh YAHWE adalah pekerjaan orang kafir. Kematian YAHWE dalam diri YESUS merupakan puncak kematian harga diri bangsa Yahudi, kematian segala-galanya. Sebuah tindakan sadis bangsa Yahudi yang menodai harga dirinya sepanjang zaman manusia.

Mereka telah ke lain hati. Dari Kesetiaan mereka kepada YAHWE kepada Kesetiaan kepada Kaisar Raja Kafir. Dari Identitas mulia yang mereka miliki seperti yang disistematisasi di dalam Hukum Musa menuju tidak mempunyai harga diri lagi. Dari makhluk beriman menuju makhluk kafir. Puncak kekafiran Yahudia adalah membunuh YAHWE sebagai satu-satunya penguasa yang menyelamatkan mereka. Ini drama jalan Salib, drama kematian Tuhan oleh kaum kafir yang kita renungkan pada hari Jumat Agung ini.

Drama penghancuran identitas kaum beriman oleh kaum beriman sendiri selalu actual di dalam kehidupan sosial sepanjang zaman. Bangsa Indonesia adalah bangsa Religius. Kita menemukan bukti yang kuat bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa Religius dengan menjumpai tempat sembahyang di mana-mana. Kita menjumpai tempat ibadah hampir di setiap sudut kota dan kampung, RT, RW di tanah air. Kita menjumpai tempat sembahyang di setiap Pom Bensin di jalan-jalan.

Hakekat sembahyang adalah menyelamatkan diri dan sesama melintas batas, karena Tuhan pasti mendengarkan doa orang yang berintensi menyelamatkan diri dan sesamanya. Apakah dengan demikian kita tidak menjumpai roh-roh kekafiran dalam hidup berbangsa dan bernegara?

Tindakan kekafiran yang membunuh Allah yang berwajah manusia tetap ada. Kita menglami tindakan kekafiran dalam bom buku, bum bunuh diri beberapa waktu lalu menjelang Perayaan Paskah. Kita juga menemukan di dalam media cetak dan media elektronik, orang-orang yang membunuh anak yang dikandungnya yaitu mengadakan aborsi, pembunuhan melalui narkoba, teroris yang menghancurkan hidup manusia. Semua tindakan terencana sadar bebas, membunuh hidup manusia adalah perbuatan konkret kekafiran Yahudi dan Romawi berwajah zaman modern kini dan di sini di Indonesia sebagai bangsa yang dikenal sebagai bangsa yang memiliki rasa religiusitas yang sangat tinggi. Dengan tindakan pembunuhan hidup yang semakin menyebar di tanah air, berarti kita juga menghancurkan identitas diri kita sebagai bangsa yang memiliki kehidupan religious yang tinggi di mata bangsa-bangsa di dunia. Artinya kita juga boleh dikatakan bahwa harga diri kita sudah ternoda.

Lantas apa yang kita lakukan untuk me-re-formasi harga diri kita agar kembali memiliki harga diri yang utuh sebagai bangsa religious yang menyelamatkan hidup melintas batas? Kita mulai dari diri kita sendiri, dari keluarga kita, dari komunitas kita, dengan menolak semua model pembunuhan terhadap tindakan pembunuhan dan mencintai kehidupan dan keselamatan semua manusia. Kita menjauhkan semua perbuatan kekafiran dalam hidup kita dan senantiasa menghadirkan kehidupan religious yang mencintai kehidupan melintas batas di atas segalanya.***

Jumat Agung Tahun A 2011

Kisah Sengsara Injil Yohanes

Soverdi St. Arnoldus Janssen Surabaya