Selasa, Februari 12, 2013

Homili Rabu Abu 13 Februari 2013


“BUKAN KUPU-KUPU TAPI KELEKATU”

Yoel 2 : 12 – 18;
2Kor 5 : 20 – 6 : 2;
Mat 6 : 1 – 6. 16 – 18
Homili Rabu Abu 13 Februari 2013
Dari St. Maria Ursulin Surabaya Untuk Dunia

*P. Benediktus Bere Mali, SVD *

Di antara sekian banyak serangga atau insek yang dikenal, saya sangat tertarik dengan kelekatu atau laron. Menarik karena ketika pada musim hujan tiba,  kelekatu atau laron  muncul berarti tanda musim tanam dimulai. Yang Paling menarik perhatian saya adalah ketika Kelekatu atau Laron berada di dalam kegelapan malam. Kelekatu pasti beterbang meninggalkan kegelapan malam menuju terang sinar lampu atau senter atau pelita.

Keunikan Kelekatu atau Laron ini sangat berbeda dengan kehidupan kupu-kupu malam di malam hari.  Keunikan kupu-kupu malam sangat  menantang arus umum. Ketika kegelapan malam yang bermula dari remang-remang hingga kegelapan yang paling gelap,  yang namanya kupu-kupu malam mulai memancarkan senyumannya kemudian mengangkat kaki-kakinya berlangka berjalan meninggalkan terang sinar menuju kegelapan dosa dan menikmatinya walaupun itu sangat menyesatkan.

Dengan kata lain, yang bernama kupu-kupu malam itu berjalan dari terang sinar menuju remang-remang hingga tiba di dalam kegelapan malam yang paling gelap sebagai habitatnya untuk menikmati dosa – dosa yang menyesatkan dan menghancurkan, sebaliknya Kelekatu senantiasa berjalan meninggalkan kegelapan malam menuju terang sinar yang memberikan kenyamanan baginya.  Atau dapat dikatakan bahwa Kelekatu sangat terganggu ketika berada dalam kekelaman malam dan keluar dari ketidaknyamanan itu menuju kenyamanan yang ditemukan di dalam terang sinar. Sebaliknya Kupu – kupu malam memang merasa nyaman di dalam suasana kegelapan sebagai medan kenikmatan dosa baginya.

Rabu Abu adalah pintu pertama Prapaskah dengan fokus sentral adalah pertobatan dalam perspektif global. Pertobatan berarti perjalanan panjang dari beraneka kegelapan dosa yang mematikan menuju terang sinar Kristus yang membangkitkan. Sebaliknya pendosa senantiasa berjalan meninggalkan terang sinar Tuhan yang menghidupkan menuju kegelapan dosa yang mematikan.

Secara sangat indah bahwa bacaan-bacaan suci hari ini mewartakan pertobatan bagi kita pada zaman ini, khususnya pada hari Rabu Abu ini. Dikatakan bahwa orang yang bertobat itu adalah mereka yang berjalan meninggalkan setan sesat menuju Allah untuk sampai pada tinggal dalam Allah yang menyelamatkan. Orang yang bertobat itu adalah mereka yang berjalan meninggalkan konflik horisontal dan vertikal menuju “memberi diri didamaikan dengan Allah” dan hidup dalam kedamaian universal Allah. Orang yang bertobat itu adalah mereka yang berlangkah di jalan meninggalkan kegelapan kemunafikan menuju terang sinar kejujuran dan ketulusan dalam berpikir, berbicara dan bertindak.

Senin, Februari 11, 2013

Homili Selasa 12 Februari 2013



MANUSIA SERUPA ALLAH
Kej 1 : 20 – 2 : 4a; Mrk 7 : 1 – 13
Homili Selasa 12 Februari 2013
Dari Surabaya Untuk DUnia

*P. Benediktus Bere Mali, SVD*

Keunikan apa yang membedakan manusia diciptakan serupa Allah dengan manusia yang  hadir serupa setan? Perbedaan antara manusia citra Allah dengan manusia citra setan sebetulnya terletak di dalam penjelasasn sebagai berikut. Manusia tercipta serupa setan mengutamakan kemunafikan sedangkan manusia secitra Allah mengutamakan kejujuran di dalam hidup bersama.

Kitab Kejadian yang barusan kita dengarkan menyampaikan keunikan manusia sebagai citra Allah.  Tuhan memberi  kepercayaan kepada manusia untuk mengatur semua ciptaan yang lain berdasarkan kehendak Allah yang membuat segalanya indah seperti di taman Eden.  Bacaan Injil menampilkan manusia sebagai citra Allah dalam kejujuran dan ketulusan.  Kejujuran dan ketulusan melahirkan pikiran kata-kata dan tindakan yang menyelamatkan sesama dan alam sekitar.

Tetapi orang yang tampilkan citra setan terlihat di dalam pikiran perkataan dan perbuatan yang  merusak alam sekitar  yang mendatangkan kehancuran bagi banyak orang.  Sesama citra setan menampilkan kemunafikan dan ketidakjujuran di dalam kehidupan bersama.  

Kita hadir sebagai citra Allah. Tetapi kita juga boleh jadi menjadi citra setan. Tergantung kita berada dimana. Kalau berada di Gereja kita boleh jadi munafik tampil seperti malaikat walau hati kita penuh dengan kajahatan dan dosa. Kalau kita berada di tempat yang remang-remang kita seperti setan menikmati dosa.

Kehadiran kita yang dituntun oleh ketidakjujuran,  cepat atau lambat akan terpublikasi di depan umum.  Misalnya, kemunafikan di dalam sebuah institusi resmi, cepat atau lambat akan terungkap.  Partai-partai yang dulunya berwibawa kini mulai tidak terpercaya rakyat karena mereka tidak memenuhi janji-janji kepada rakyat pada kampanye dahulu. Mereka dulu berkampanye “tidak pada korupsi” ternyata di dalam perjalanannya para tokoh partai berjalan di jalan koruptor yang mencuri uang rakyat untuk menguntungkan diri secara materi tetapi merugikan diri sendiri karena moralitas diri yang buruk di mata publik. Dengan kata lain koruptor  adalah orang yang dituntun oleh  adat Kerajaan Setan mematikan banyak orang. Tetapi orang yang jujur dan tulus dalam karyanya adalah orang yang hidup dibimbing oleh adat Kerajaan Allah yang menghidupkan banyak orang.

Homili Senin 11 Februari 2013



IMAN DAN USAHA HIDUP SEHAT

Kej 1 : 1 – 19; Mrk 6 : 53 – 56
Homili Senin 11 Februari 2013
Dari Surabaya Untuk Dunia

*P. Benediktus Bere Mali, SVD*



Banyak orang kalau diminta memilih antara jalan tol tanpa hambatan dan jalan umum yang macet menuju sebuah tempat tujuan,  sudah dapat dipastikan bahwa seorang pengendara mobil akan lebih memilih melewati jalan tol tanpa hambatan. Demikian juga banyak orang diminta untuk memilih mujizat penyembuhan dengan proses yang membutuhkan waktu yang lama untuk memperoleh kembali penyembuhan secara normal, maka dapat diperkirakan bahwa lebih banyak orang akan memilih jalan tol mujizat penyembuhan, daripada melalui jalan normal memperoelh kembali kesembuhan.

Misalnya ketika diadakan doa penyembuhan di sebuah kota, banyak orang bahkan lautan manusia dari berbagai penjuru datang ke tempat penyelenggaraan doa penyembuhan. Tetapi ketika pelaksanaan misa harian di Gereja, hanya orang yang punya kesetiaan dan ketekunan yang selalu hadir dalam misa harian dan misa wilayah. Artinya apa bagi kita?  Kebanyakan masyarakat katholik masih dipandu pemikiran bahwa Mujizat penyembuhan itu yang melahirkan iman dan kepercayaan kepada Tuhan Yesus. Tetapi hanya sedikit umat Katolik yang perpikir bahwa iman dan kepercayaan yang melahirkan mujizat penyembuhan. 



Orang sakit yang disembuhkan dalam Bacaan Injil hari ini, berasal dari sumber iman mereka kepada Yesus dan usaha mereka datang kepada Yesus dan perjuangan mereka menjamah jubah Yesus yang melahirkan mujizat penyembuhan atas diri mereka. Ada kerja sama antara iman dan usaha orang sakit yang melahirkan mujizat penyembuhan.


Di sini kita melihat bahwa Tuhan Yesus melibatkan diri dalam penciptaan kembali. Sebagaimana dalam Bacaan Pertama kita mendengarkan bahwa segala sesuatu yang Tuhan ciptakan pada awalnya adalah “baik adanya”. Tetapi ternyata dalam perjalanan, ada yang tidak baik adanya. Misalnya orang yang dulunya sehat kini sakit. Orang yang dulunya baik kini kurang baik atau jahat. Sebuah institusi yang dulunya bermutu dalam bermisi kini kurang bermutu.

Yesus datang untuk menyempurnakan kembali karya penciptaan Tuhan agar “semuanya kembali pada posisi baik adanya.” Hal itu menjadi nyata dalam mujizat penyembuhan yang lahir dari iman dan usaha orang sakit datang dan menjamah jubah Yesus.


Kehadiran kita adalah sebuah kehadiran untuk “penciptaan kembali”. Karya yang kurang bermutu, kita sempurnakan agar bermutu kembali. Untuk itu perlu dialog antara kita. Kita duduk bersama secara tulus mengevaluasi semua kerja kita untuk melihat dan menemukan kelebihan dan kekurangan. Kelebihan kita pertahankan. Kekurangan kita atasi bersama dalam kerja pada periode yang akan datang, dengan satu tujuan pekerjaan dan pelayanan kita berjalan di jalan yang bermutu, yang menarik banyak orang lintas batas. Menuju yang berkualitas dalam karya kita sebagai sebuah team, sebaiknya menjadi sebuah gerakan bersama dan tanggungjawab bersama di dalam pos pelayanan kita masing-masing.



Fokus permenungan kita pada hari ini adalah merenungkan tema keterlibatan kita dalam “Penciptaan kembali” dalam pos karya pelayanan kita masing-masing. Pada awal mula, Tuhan menciptakan segala sesuatu baik adanya. Usia baik adanya itu tidak panjang mulai di taman eden pertama. Adam dan Eva pertama menggugurkan baik adanya. Yesus sebagai Adam baru menciptakan kembali taman eden yang telah hilang sehingga orang dapat menemukan kembali Taman eden pertama yang telah hillang itu dalam iman dan kepercayaan kepada Tuhan Yesus Adam Baru. Dengan kata lain Adam Lama merusakkan Taman Eden yang baik adanya menjadi tidak baik adanya. Sebaliknya Yesus sebagai Adam Baru Menciptakan kembali Taman Eden yang tidak baik adanya menjadi baik adanya.


Kita pun dalam sejarah perjalanan keggregasi kita atau sejarah Gereja kita berjalan di dua jalan ini. Ada pemimpin gereja atau Konggregasi atau institusi atau komunitas yang membawa pembaruan yang menyelamatkan anggotanya sehingga berjalan di jalan yang bermutu dalam hal rohani dan karya sosial. Tetapi ada juga pemimpin yang memberikan warna yang suram yang membuat lelah dan letih anggota yang dipimpinnya untuk terus berjuang berjalan di jalan yang bermutu.

Namun dengan sapaan Allah dalam bacaan hari ini kita diteguhkan Sabda Allah hari ini, untuk hadir di komunitas karya dan komunitas formasi untuk menjadi “Adam baru dan Eva Baru” yang menciptakan kembali eden karya kita agar semuanya kembali berada pada posisi “ BAIK ADANYA” bukan sebaliknya.

Minggu, Februari 10, 2013

Homili Minggu 10 Februari 2013

DARI TAK LAYAK MENJADI LAYAK

Yes 6:1 – 2a. 3 – 8;
1 Kor 15 : 1 – 11;
 Luk 5 : 1 - 11
Homili Minggu 10 Februari 2013
Dari surabaya Untuk Dunia

*P. Benediktus Bere Mali, SVD*

 Apa persamaan antara Yesaya, Paulus dan Petrus di dalam perjalanan spiritual mereka? Persamaannya sebetulnya terletak di dalam pernyataan berikut ini. Ketiganya memiliki satu keutamaan yang sama dalam mengikuti perjalanan panggilan untuk menjalankan tugas perutusan yang mereka terima dari Tuhan yaitu “Kerendahan Hati” bukan kesombongan. Kerendahan hati itu terungkap di dalam kalimat “ mereka merasa tidak layak” di hadapan Tuhan.
Yesaya ketika dipanggil Tuhan, diawalnya ia secara jujur mengatakan tidak layak di hadapan Tuhan karena “ia memiliki bibir yang najis dan tinggal di antara orang yang najis bibir.” Saulus memang tidak layak karena penganiayah para pengikut Kristus yang bangkit. Petrus merasa tidak layak di hadapan Tuhan karena semakin mengenal Tuhan, dia lalu semakin sadar akan dosanya.
Ketiganya merasa tidak layak di hadapan Tuhan untuk melaksanakan tugas perutusan Tuhan untuk menjala manusia masuk ke dalam jala Tuhan Yesus yang menyelamatkan semua orang. Ketidaklayakan diri di hadapan Tuhan yang disampaikan secara jujur itu merupakan sebuah pernyataan yang lahir dari sebuah keutamaan Kerendahan hati yang mereka miliki.
Kerendahan hati itu lalu menjadi sebuah lapangan bagi tempat bermain bola Rahmat Tuhan di atasnya. Rahmat Tuhan mengubah manusia yang rendah hati merasa tidak layak, kepada kelayakan untuk tugas perutusan Tuhan menjala manusia ke dalam jala Tuhan yang menyelamatkan.
Kerendahan hati Yesaya, Paulus dan Petrus menurunkan berkat pembaruan yang besar di dalam diri mereka dalam menjawabi panggilan dan menjalankan tugas perutusan Tuhan. Yesaya menjawab panggilan Tuhan dengan penuh kepastian “inilah aku utuslah aku”. Saulus sang penganiayah Pengikut Kristus diubah Tuhan menjadi Paulus misionaris yang mewartakan kebangkitan Tuhan Yesus kepada para bangsa. Petrus meninggalkan pekerjaan sebagai penjala ikan menjadi penjala manusia ke dalam jala Tuhan Yesus yang menyelamatkan.
Karya Perutusan Tuhan mereka jalankan di atas jalan kerja sama dengan Rahmat Tuhan. Ada keterbukaan mereka untuk diubah dan dibimbing Tuhan dalam tugas perutusan  berdasarkan Sabda Allah yang menyelamatkan bukan berdasarkan titah setan yang menghancurkan.

Keutamaan Kerendahan Hati adalah modal penting bagi para misionaris dalam melaksanakan tugas perutusannya di dalam segala zaman. Mengapa penting? Misionaris senantiasa berhadapan dengan multi wajah umat yang dilayani. Misionaris selalu bertemu dengan Multi pengetahuan umat yang dilayani. Sebaiknya seorang misionaris hadapi aneka umat yang dilayani dengan modal dasar kerendahan hati. Kerendahan hati untuk menerima masukan umat yang membangun diri dan memperkaya diri. Sebaliknya kesombongan misionaris menutup pintu masuk bagi aneka masukan yang menyempurnakan diri dalam tugas dan karya pelayanan.
Rahmat Tuhan yang menyempurnakan misionaris di dalam tugas perutusannya, bisa datangnya dari sesama khususnya konfrater sekomunitas, sepastoran dan juga umat yang layani. Rahmat Tuhan itu menjadi lebih cepat bekerja di dalam diri misionaris kalau ada keterbukaan dan pengakuannya bahwa kelebihan talenta dan kemampuan sesama menjadi modal yang Tuhan titip untuk  dapat melengkapi pelayanan misionaris. Untuk itu perlu ada dukungan dan kerelaan misionaris untuk bekomunikasi dan bekerja sama demi pelayanan untuk kemuliaan Tuhan dan kemanusiaan.


Bapak Uskup meminta untuk hari ini membaca surat gembala Prapaska 2013. Inti surat itu adalah Pertobatan. Orang yang bertobat adalah seperti Yesaya yang rendah hati akui dosanya dihadapan Tuhan dan dia merasa tidak layak untuk terima rahmat  panggilan Tuhan. Kerendahan hatinya merupakan lapangan bagi kerja rahmat Tuhan yang membarui dirinya dari tidak layak menjadi layak. Yesaya pun merasa yakin menerima rahmat panggilan dan perutusan Tuhan : “inilah aku utuslah aku”.

Orang yang bertobat seperti Saulus yang dulunya penganiayah kemudian  Rahmat Tuhan bekerja di dalam dirinya yang menuntun dia berjalan dari kerja aniayah sesama menjadi pencinta sesama dan pewarta cinta kasih Kristus kepada dunia.

Orang yang bertobat seperti Petrus yang semakin mengenal Tuhan semakin menyadari dosanya, sehingga tidak layak hidup di hadirat Allah, dan merasa tidak pantas menjadi penjala manusia. Kerendahan hati Petrus itu menurunkan berkat Tuhan dalam Sabda Allah kepadanya :   ”Jangan takut! Mulai sekarang engkau akan menjala manusia.” Petrus merasa yakin akan rahmat Panggilan Tuhan itu dan seketika itu juga meninggalkan pekerjaan mapan sebagai penjala ikan menjadi penjala manusia ke dalam jala keselamatan universal Tuhan Yesus.

 Ungkapan jujur najis bibir dari Yesaya, penganiayah sesama dari Saulus, pendosa dari Petrus, dalam bacaan-bacaan suci hari ini merupakan ungkapan kerendahan hati di hadapan Tuhan. Mereka sadar dan merasa tidak layak untuk tugas perutusan yang Tuhan kehendaki atas diri mereka. Tetapi Tuhan justru membarui mereka dalam kerendahan hati yang mereka miliki. Tuhan mengubah mereka dari tidak layak menjadi layak.  Mereka pun bertobat. Tobat berarti berjalan bersama Tuhan dalam berpikir berkata dan bertindak.

Kita pun siap diubah dan berubah bila ada kerendahan hati diam di dalam diri dan hati kita.  Perubahan itu di samping usaha kita yang rendah hati, datangnya dari sesama sebagai saluran rahmat Tuhan bagi kita. Tetapi merasa lebih hebat dan lebih tahu dari sesama, menutup semua cela untuk dibarui dan berubah.