I. Pengantar
Suku Bunaq adalah satu suku di Pulau Timor. Penulis adalah seorang Suku Bunaq. Penduduk Suku Bunaq adalah manusia-manusia yang beriman dalam budayanya. Dengan pengetahuan mereka yang seadanya mereka mengaku bahwa ada sesuatu atau satu pribadi yang sangat berkuasa. Melihat keajaiban alam dan berbagai fenomenanya mereka merasa dan mengaku bahwa di balik semua ini pasti ada yang menciptakannya. Melihat sebuah pohon besar, mereka terkagum, tentu pohon ini tidak ada dengan sendirinya. Mereka yakin bahwa semuanya ini diciptakan oleh wujud tertinggi.
1.1.Wujud Tertinggi
Orang Bunaq (Suku Bunaq) menyebut Wujut Tertinggi dengan nama “ HOT ESEN” . Hot berarti daya, hangat, panas, kekuatan, sinar, terang. Esen berarti atas, tinggi, kuasa. Hot Esen berarti panas atas, matahari. Suku Bunaq memandang Hot Esen ini memiliki sifat Masak Giral Kereq-Boal Gepal Kereq, artinya Yang Maha Agung dan Maha Sempurna; Hot Ligi O Le Esen, artinya Yang Maha Tahu; Tiu O Mugi As,artinya Yang Maha Tinggi; Bekaq O Nolaq Esen, artinya Yang Maha Penguasa dan Yang Maha Pencipta alam semesta dan segala isinya.
1.2. Tempat-Tempat Kultus Suku Bunaq
1.2.1. Deu Hoto ( Rumah Adat)
Deu Hoto adalah tempat sekaligus pusat perayaan keagamaan setiap Suku. Dan setiap suku memiliki Deu Hoto masing-masing. Mereka percaya bahwa di sini Yang Ilahi bersemayam. Deu Hoto ini sudah ada sejak nenek moyang masih mengembara. Budaya ini ditradisikan dari generasi ke generasi sampai sekarang ini. Dalam Deu Hoto ini disimpan semua peninggalan nenek moyang. Dan peninggalan ini dilihat sebagai tanda kehadiran para leluhur yang adalah pendiri deu hoto ini.
1.2.2. Pekuburan
Di sini mereka berdoa bagi orang tua dan sanak keluarga yang telah meninggal supaya membantu mereka yang masih ada di dunia sekarang ini. Doa dan korban ini melambangkan hormat dan cinta mereka. Di sini mereka menyembah hewan dan mempersembahkan sesajian dengan keyakinan adanya kehidupan di dunia seberang. Bahwa apa yang dimiliki perlu dinikmati secara bersama dengan mereka yang telah meninggal.
1.2.3. Air Keramat ( Mot/Il Giral)
Setiap Suku memiliki sumur berair keramat (Mot/ Il Giral masing-masing, dan biasanya terletak di hutan. Il Giral/Mot ini diyakini sebagai sumber daya kehidupan Suku. Setiap tahun, di saat makan jagung mudah, di tempat ini biasa diadakan upacara ritual. Melalui Mot / Il Giral ini mereka melihat suatu keajaiban yaitu kehidupan dialirkan kepada mereka. Di balik Mot ini mereka melihat sesuatu yang kudus dan melampaui segala sesuatu. Karena itu sumur ini tidak ditimbah secara sembarangan. Dan yang melanggar akan dikenakan denda.
Hal ini juga mereka lakukan di pohon-pohon besar, hutan-hutan lebat, gua-gua, kebun, sawah, padang peternakan. Mereka percaya tempat-tempat ini adalah kediaman roh-roh. Karena itu orang harus terlebih dahulu meminta izin kepada roh-roh itu sebelum menggunakan tempat-tempat tersebut. Namun mereka tidak berhenti di sini, sebab mereka yakin tempat-tempat itu hendak menghantar mereka ke sesuatu yang tertinggi dan melampaui segala yang ada di dunia.
1.3. Catatan Kritis
Dari uraian ini menjadi nyata bahwa Suku Bunaq adalah manusia-manusia religius. Dengan caranya mereka menyatakan sembah bhaktinya kepada wujud tertinggi, Hot Esen. Mereka juga mengakui adanya roh-roh yang mendiami tempat-tempat (hutan, pohon, kebun, sawah, dsb) di dunia ini. Inilah Suku Bunaq berpandangan hidup yang berakar dan bertumbuh subur dalam budayanya. Dan falsafah hidup asli Suku Bunaq ini, menjadi jati dirinya yang sebenarnya. Suku Bunaq beriman asli dalam budaya warisan leluhurnya.
II. IMAN KATOLIK
2.1. Kitab Suci
Kitab Suci menonjolkan kata beriman bukan iman. Beriman sangat menentukan aspek kehidupan beriman yaitu kelakuan orang beriman. Teologal sangat menonjolkan beriman mengandaikan inisiatif dari pihak Tuhan, sedangkan manusia hanya memberi reaksi atau jawaban. Dengan demikian menjadi jelas bahwa pewahyuan diri Allah baru mencapai tujuannya apabila terjadi pertemuan antara Tuhan dan manusia yang menyerahkan diri kepadaNya.
2.1.1. Kitab Suci Perjanjian Lama
Kitab Suci Perjanjian Lama menggunakan kata Ibrani Aman yang punya arti sangat luas misalnya teguh atau setia. Justru itu sebuah kata yang digunakan untuk hubungan pribadi dengan sesama, bisa digunakan untuk hubungan antara manusia dengan Allah. Atau YAHWE dengan Israel, yang ditekankan atau ditonjolkan bukan hanya soal beriman, melainkan memberikan kesaksian hubungan antara Tuhan dengan manusia, yang dihayati oleh Abraham-orang beriman ( Rom 4: 5). Wujud Tertinggi Perjanjian Lama adalah YAHWE, sumber dan pusat iman umat Perjanjian Lama.
2.1.2. Kitab Suci Perjanjian Baru
Perjanjian Baru menggunakan istilah Pistis, atau pisteo, untuk menunjukkan hubungan manusia terhadap Tuhan. Kata Pisteo berarti : percaya akan Sabda Tuhan, misalnya Yoh 2:22; patuh yang menekankan pentingnya aspek ketaatan dan beriman; percaya, misalnya Ibr 11:11; dapat juga mengaju kepada kesetiaan. Jadi orang beriman itu berarti menerima pewartaan kristiani yang menyelamatkan. Isi dari iman kristiani itu sendiri diringkas dalam Rom 10:9. Iman juga berarti hubungan personal dengan Yesus Kristus. Wujut Tertinggi Perjanjian Baru adalah Yesus Kristus puncak dan pusat YAHWE (PL), Allah mewahyukan DiriNya kepada manusia. Allah telah menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus.
2.2. Beriman dalam Tradisi
Dikenal beberapa istilah yang dipakai sejak skolastik, misalnya Credere Deum; Credere Deo; Credere In Deum.
2.2.1. Credere Deum
Credere Deum berarti percaya bahwa Tuhan itu ada, dan ini bisa berarti sangat dangkal karena mungkin suatu keyakinan teoritis, tanpa konsekuensi dalam peraktek.
2.2.2. Credere Deo
Credere Deo berarti percaya kepada Tuhan mengenai apa yang diwahyuhkanNya, menganggap benar agama Kristiani sebagai agama yang sudah saya terima atau sungguh-sungguh mempengaruhi kehidupan saya. Katakan saja iman yang demikian bukanlah sebuah keutamaan.
2.2.3. Credere In Deum
Credere In Deum berarti iman yang hidup, dalam arti penyerahan diri kepada Tuhan. Iman yang berarti bagi diri sendiri, yang punya pengaruh bagi kehidupan pribadi. Sebuah iman yang sudah diresapi oleh cinta kasih (Gal 5:6).
2.3. Iman Dalam Ajaran Gereja
Untuk melawan Pelagianisme yang menekankan bahwa iman bisa diusahakan hanya oleh manusia, Gereja memperhatikan ajaran bahwa desakan pertama untuk beriman dan kesediaan untuk menerima iman merupakan anugerah Tuhan.
2.3.1. Konsili Trente
Konsili Trente mengajarkan ajaran reformasi. Gereja menekankan bahwa iman itu hanya lebih daripada kepercayaan karena iman merupakan perbuatan persetujuan terhadap apa yang diwahyukan dan apa yang dijanjikan Tuhan. Trente menekankan bahwa iman dianugerahkan Tuhan. Dan merupakan awal dan akar keselamatan. Iman tanpa harapan dan cinta kasih adalah mati.
2.3.2. Konsili Vatikan I
Dijumpai paham iman yang agak intelektualistis. Untuk melawan rasionalisme Gereja mempertahankan sifat adikodrati ini, sedangkan untuk melawan tradisionalisme, Gereja menekankan peranan akal budi.
2.3.3. Konsili Vatikan II
Konsili II ini menekankan segi personal iman. DV artikel 5 menulis: “kepada Allah yang memberi wahyu, manusia harus menyatakan ketaatan iman yaitu dengan bebas menyerahkan diri seluruhnya kepada Allah”.
2.4. Iman Sebagai Keutamaan Teologal
Keutamaan adalah sikap dasar kita. Iman sebagai sesuatu yang berlangsung pada saat-saat tertentu atau yang disebut sebagai perbuatan. Keutamaan teologal iman yang dicurahkan dan bersifat adikodrati merupakan prinsip yang memungkinkan perbuatan-perbuatan iman yang bersifat adikodrati pula. Dalam Kitab Suci terutama surat-surat Paulus terdapat perbedaan antara status menetap beriman, misalnya Rom 4:5, 10:11. Selain itu dikenal secara bersama-sama harapan dan kasih sebagai inti hidup kristiani, sebagai keadaan yang menetap dan bukan meluluh sebagai perbuatan yang berlalu. Ada beberapa ungkapan yang menunjukkan keadaan yang menetap, misalnya hidup dalam iman. Gal 2:20 atau jalan dalam iman 2Kor 5:7, juga berdiri tegak dalam iman.
Sasaran langsung dan motivasi keutamaan teologal serta perbuatan beriman ialah Tuhan sendiri sebagai kebenaran tertinggi, yang mewahyukan dan menganugerahkan diriNya secara adikodrati kepada manusia.
2.4.1. Tanggungjawab Terhadap Iman
Iman bukan hanya merupakan anugerah, tetapi sekaligus merupakan tugas dengan demikian iman mempunyai konsekuensi moral. Dari iman timbul tugas penuh tanggungjawab bagi manusia kristiani. Dan ia juga punya tanggungjawab untuk iman.
2.4.1.1. Tugas Menghayati dan Membina Iman
Iman merupakan hidup baru yang harus berkembang dalam hidup manusia, maka perlu sungguh-sungguh dihayati dan dibina. Menghayati dan membina iman mengandung banyak unsur yaitu melindungi iman dan memperdalam iman. Menghayati iman berarti menghayatinya dalam semangat cinta kasih. Dengan demikian cinta kasih bukanlah tambahan sampingan melainkan tak terpisahkan dari iman.
2.4.1.2. Tugas untuk Memberi Kesaksian Iman
Hal ini merupakan dimensi sosial iman yakni adanya kewajiban untuk menyatakan iman keluar, memberikan kesaksian iman terhadap dunia luar. Untuk menunjukkan dimensi sosial iman ini orang mengacu pada Mat 10:32-33. Kesaksian iman pada umumnya cukup implisit, tetapi ada kalanya diminta kesaksian eksplisit, misalnya, apabila diam saja, sudah dipandang sebagai penyangkalan iman (Kan. 1325). Meskipun demikian dalam pengejaran pembunuhan, orang dapat menyembunyikan imannya untuk sementara.
2.4.1.3. Tugas Menyebarkan Iman
Dokumen Ad Gentes menekankan bahwa iman Katolik itu bersifat universal. Gereja itu sendiri berarti misi, maka jelaslah bahwa penyebaran iman merupakan tugas hakiki Gereja sebagai keseluruhan. Dengan demikian menjadi tugas utama setiap orang Kristiani.
2.5. Catatan Kritis
Beriman berarti menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah Yang Esa, yang mewahyukan DiriNya dalam Diri PuteraNya Yesus Kristus, menerima ajaranNya, menghayati ajaranNya dan mewartakanNya kepada orang lain, supaya Kerajaan Allah meraja dalam hati semua manusia. Inilah komitmen pribadi maupun bersama orang yang beriman Katolik. Iman Katolik beriman kepada Allah Esa yang mwnjadi manusia dalam Yesus PuteraNya.
III. REFLEKSI KRITIS
Agama Katolik memiliki figur Allah yang Esa. Iman asli Suku Bunaq memiliki iman akan Wujud Tertinggi dengan nama Hot Esen. Dalam hal ini wajah Allah iman Katolik bertemu muka-wajah ”Allah” Suku Bunaq (Hot Esen). Kondisi iman asli suku Bunaq ini menjadi lahan subur bagi misi gereja yang inkulturatif. Ini telah terbukti, doa-doa Katolik berbahasa Bunaq, menginkulturasikan Wajah Allah Tradisi Gereja Katolik dalam wajah Allah suku Bunaq yaitu Hot Esen. Bahasa atau Nama Allah atau Tuhan diterjemahkan dengan nama Hot Esen. Dengan demikian iman katolik sangat mudah tertanam, berakar, bertumbuh subur dalam perasaan-hati manusia Suku Bunaq, yaitu kebudayaannya. Inilah power misi berpakaiankan budaya Suku Bunaq oleh para misinaris SVD awali dalam Suku Bunaq.
Meskipun demikian, misi Allah gaya inkulturatif ini mengalami kesulitan pada budaya-budaya tertentu. Konsep Allah sebagai pribadi, figur dari Tradisi Katolik ini menghadapi penyangkalan yang serius dalam kebudayaan-kebudayaan yang mengimani wujud tertinggi tak berfigur dan tidak dapat difigurkan oleh manusia yang tak berdaya dan terbatas terhadap wujud tertinggi, kebudayaan Budhis, misalnya.
Pada lain pihak pandangan hidup Suku Bunaq juga masih mengandung penghormatan kepada bermacam-macam roh (pohon, hutan lebat, gua-gua, yang masih disembah oleh Suku Bunaq dalam budayanya. Kondisi ini harus ditanggapi secara kritis dalam kacamata iman Katolik yang hanya menganut monoteisme. Meskipun demikian keadaan Suku Bunaq ini menjadi peluang bagi misi Katolik untuk menerangi budaya Suku Bunaq dengan Terang nilai-nilai Injili. Untuk itu pendekatan manusiawi harus menjadi komitmen dalam menanam tradisi Gereja Katolik dalam budaya Suku Bunaq. Menuju budaya suku Bunaq diterangi nilai-nilai Kristiani memang membutuhkan sikap waspada dan proses yang lama, agar misi Katolik tidak melukai hati dan budaya Suku Bunaq tetapi benar-benar meneranginya.
Singkatnya nilai-nilai budaya yang bertemu dengan nilai-nilai kristiani dapat dimanfaatkan sungguh-sungguh untuk bermisi dalam Budaya Suku Bunaq. Nilai-nilai Injili menjiwai budaya setempat dan bukan sebaliknya (Bdk EN.no.20).
DAFTAR PUSTAKA
Berthe, Louis, Cara Perkawinan dan Susunan Masyarakat Pada Orang Bunaq di Timor Tengah, Jakarta: UI, 1966
Bere, Laurens, Daftar Data dan Informasi tentang Suku Bangsa Bunaq, Weluli: P & K, 1987
Go, Piet, Diktat Keutamaan Teologal dan Religi, Malang: STFT Widya Sasana, 1984
Janga, Antonius, CP, Catatan Kuliah Mimbar, Malang: STFT Widya Sasana, 2002/2003
Kirchberger, Georg, ALLAH Pengalaman dan Refleksi dalam Tradisi Kristen, Ende: LPBAJ, 1999
Kobong, Th, Iman dan Kebudayaan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994
Liliweri, Alo, ed. Inang Hidup dan Bhaktiku, Kupang: Tim Penggerak PKK NTT, 1989
Mangun Wijaya, Y.B, Sastra dan Religiositas, Jakarta: Sinar Harapan, 1982
Norsena, Bambang, Religi dan Religiositasm Bung Karno, Keragaman Mengokohkan Keindonesiaan, Denpasar: Bali Jagadhita Press, 2002
Prior, John M, SVD, Bejana Tanah Nan Indah, Ende: Nusa Indah, 1993
Sinaga, Anicetus, Gereja dan Inkulturasi, Yogyakarta: Kanisius, 1984
Sermada Kelen, Donatus, Diktat Filsafat Ketuhanan, Malang: STFT Widya Sasana, 1999
Z.M. Hidajat, Masyarakat dan Kebudayaan Suku-Suku Bangsa di NTT, Bandung: CV Tarsito, 1976
Suku Bunaq adalah satu suku di Pulau Timor. Penulis adalah seorang Suku Bunaq. Penduduk Suku Bunaq adalah manusia-manusia yang beriman dalam budayanya. Dengan pengetahuan mereka yang seadanya mereka mengaku bahwa ada sesuatu atau satu pribadi yang sangat berkuasa. Melihat keajaiban alam dan berbagai fenomenanya mereka merasa dan mengaku bahwa di balik semua ini pasti ada yang menciptakannya. Melihat sebuah pohon besar, mereka terkagum, tentu pohon ini tidak ada dengan sendirinya. Mereka yakin bahwa semuanya ini diciptakan oleh wujud tertinggi.
1.1.Wujud Tertinggi
Orang Bunaq (Suku Bunaq) menyebut Wujut Tertinggi dengan nama “ HOT ESEN” . Hot berarti daya, hangat, panas, kekuatan, sinar, terang. Esen berarti atas, tinggi, kuasa. Hot Esen berarti panas atas, matahari. Suku Bunaq memandang Hot Esen ini memiliki sifat Masak Giral Kereq-Boal Gepal Kereq, artinya Yang Maha Agung dan Maha Sempurna; Hot Ligi O Le Esen, artinya Yang Maha Tahu; Tiu O Mugi As,artinya Yang Maha Tinggi; Bekaq O Nolaq Esen, artinya Yang Maha Penguasa dan Yang Maha Pencipta alam semesta dan segala isinya.
1.2. Tempat-Tempat Kultus Suku Bunaq
1.2.1. Deu Hoto ( Rumah Adat)
Deu Hoto adalah tempat sekaligus pusat perayaan keagamaan setiap Suku. Dan setiap suku memiliki Deu Hoto masing-masing. Mereka percaya bahwa di sini Yang Ilahi bersemayam. Deu Hoto ini sudah ada sejak nenek moyang masih mengembara. Budaya ini ditradisikan dari generasi ke generasi sampai sekarang ini. Dalam Deu Hoto ini disimpan semua peninggalan nenek moyang. Dan peninggalan ini dilihat sebagai tanda kehadiran para leluhur yang adalah pendiri deu hoto ini.
1.2.2. Pekuburan
Di sini mereka berdoa bagi orang tua dan sanak keluarga yang telah meninggal supaya membantu mereka yang masih ada di dunia sekarang ini. Doa dan korban ini melambangkan hormat dan cinta mereka. Di sini mereka menyembah hewan dan mempersembahkan sesajian dengan keyakinan adanya kehidupan di dunia seberang. Bahwa apa yang dimiliki perlu dinikmati secara bersama dengan mereka yang telah meninggal.
1.2.3. Air Keramat ( Mot/Il Giral)
Setiap Suku memiliki sumur berair keramat (Mot/ Il Giral masing-masing, dan biasanya terletak di hutan. Il Giral/Mot ini diyakini sebagai sumber daya kehidupan Suku. Setiap tahun, di saat makan jagung mudah, di tempat ini biasa diadakan upacara ritual. Melalui Mot / Il Giral ini mereka melihat suatu keajaiban yaitu kehidupan dialirkan kepada mereka. Di balik Mot ini mereka melihat sesuatu yang kudus dan melampaui segala sesuatu. Karena itu sumur ini tidak ditimbah secara sembarangan. Dan yang melanggar akan dikenakan denda.
Hal ini juga mereka lakukan di pohon-pohon besar, hutan-hutan lebat, gua-gua, kebun, sawah, padang peternakan. Mereka percaya tempat-tempat ini adalah kediaman roh-roh. Karena itu orang harus terlebih dahulu meminta izin kepada roh-roh itu sebelum menggunakan tempat-tempat tersebut. Namun mereka tidak berhenti di sini, sebab mereka yakin tempat-tempat itu hendak menghantar mereka ke sesuatu yang tertinggi dan melampaui segala yang ada di dunia.
1.3. Catatan Kritis
Dari uraian ini menjadi nyata bahwa Suku Bunaq adalah manusia-manusia religius. Dengan caranya mereka menyatakan sembah bhaktinya kepada wujud tertinggi, Hot Esen. Mereka juga mengakui adanya roh-roh yang mendiami tempat-tempat (hutan, pohon, kebun, sawah, dsb) di dunia ini. Inilah Suku Bunaq berpandangan hidup yang berakar dan bertumbuh subur dalam budayanya. Dan falsafah hidup asli Suku Bunaq ini, menjadi jati dirinya yang sebenarnya. Suku Bunaq beriman asli dalam budaya warisan leluhurnya.
II. IMAN KATOLIK
2.1. Kitab Suci
Kitab Suci menonjolkan kata beriman bukan iman. Beriman sangat menentukan aspek kehidupan beriman yaitu kelakuan orang beriman. Teologal sangat menonjolkan beriman mengandaikan inisiatif dari pihak Tuhan, sedangkan manusia hanya memberi reaksi atau jawaban. Dengan demikian menjadi jelas bahwa pewahyuan diri Allah baru mencapai tujuannya apabila terjadi pertemuan antara Tuhan dan manusia yang menyerahkan diri kepadaNya.
2.1.1. Kitab Suci Perjanjian Lama
Kitab Suci Perjanjian Lama menggunakan kata Ibrani Aman yang punya arti sangat luas misalnya teguh atau setia. Justru itu sebuah kata yang digunakan untuk hubungan pribadi dengan sesama, bisa digunakan untuk hubungan antara manusia dengan Allah. Atau YAHWE dengan Israel, yang ditekankan atau ditonjolkan bukan hanya soal beriman, melainkan memberikan kesaksian hubungan antara Tuhan dengan manusia, yang dihayati oleh Abraham-orang beriman ( Rom 4: 5). Wujud Tertinggi Perjanjian Lama adalah YAHWE, sumber dan pusat iman umat Perjanjian Lama.
2.1.2. Kitab Suci Perjanjian Baru
Perjanjian Baru menggunakan istilah Pistis, atau pisteo, untuk menunjukkan hubungan manusia terhadap Tuhan. Kata Pisteo berarti : percaya akan Sabda Tuhan, misalnya Yoh 2:22; patuh yang menekankan pentingnya aspek ketaatan dan beriman; percaya, misalnya Ibr 11:11; dapat juga mengaju kepada kesetiaan. Jadi orang beriman itu berarti menerima pewartaan kristiani yang menyelamatkan. Isi dari iman kristiani itu sendiri diringkas dalam Rom 10:9. Iman juga berarti hubungan personal dengan Yesus Kristus. Wujut Tertinggi Perjanjian Baru adalah Yesus Kristus puncak dan pusat YAHWE (PL), Allah mewahyukan DiriNya kepada manusia. Allah telah menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus.
2.2. Beriman dalam Tradisi
Dikenal beberapa istilah yang dipakai sejak skolastik, misalnya Credere Deum; Credere Deo; Credere In Deum.
2.2.1. Credere Deum
Credere Deum berarti percaya bahwa Tuhan itu ada, dan ini bisa berarti sangat dangkal karena mungkin suatu keyakinan teoritis, tanpa konsekuensi dalam peraktek.
2.2.2. Credere Deo
Credere Deo berarti percaya kepada Tuhan mengenai apa yang diwahyuhkanNya, menganggap benar agama Kristiani sebagai agama yang sudah saya terima atau sungguh-sungguh mempengaruhi kehidupan saya. Katakan saja iman yang demikian bukanlah sebuah keutamaan.
2.2.3. Credere In Deum
Credere In Deum berarti iman yang hidup, dalam arti penyerahan diri kepada Tuhan. Iman yang berarti bagi diri sendiri, yang punya pengaruh bagi kehidupan pribadi. Sebuah iman yang sudah diresapi oleh cinta kasih (Gal 5:6).
2.3. Iman Dalam Ajaran Gereja
Untuk melawan Pelagianisme yang menekankan bahwa iman bisa diusahakan hanya oleh manusia, Gereja memperhatikan ajaran bahwa desakan pertama untuk beriman dan kesediaan untuk menerima iman merupakan anugerah Tuhan.
2.3.1. Konsili Trente
Konsili Trente mengajarkan ajaran reformasi. Gereja menekankan bahwa iman itu hanya lebih daripada kepercayaan karena iman merupakan perbuatan persetujuan terhadap apa yang diwahyukan dan apa yang dijanjikan Tuhan. Trente menekankan bahwa iman dianugerahkan Tuhan. Dan merupakan awal dan akar keselamatan. Iman tanpa harapan dan cinta kasih adalah mati.
2.3.2. Konsili Vatikan I
Dijumpai paham iman yang agak intelektualistis. Untuk melawan rasionalisme Gereja mempertahankan sifat adikodrati ini, sedangkan untuk melawan tradisionalisme, Gereja menekankan peranan akal budi.
2.3.3. Konsili Vatikan II
Konsili II ini menekankan segi personal iman. DV artikel 5 menulis: “kepada Allah yang memberi wahyu, manusia harus menyatakan ketaatan iman yaitu dengan bebas menyerahkan diri seluruhnya kepada Allah”.
2.4. Iman Sebagai Keutamaan Teologal
Keutamaan adalah sikap dasar kita. Iman sebagai sesuatu yang berlangsung pada saat-saat tertentu atau yang disebut sebagai perbuatan. Keutamaan teologal iman yang dicurahkan dan bersifat adikodrati merupakan prinsip yang memungkinkan perbuatan-perbuatan iman yang bersifat adikodrati pula. Dalam Kitab Suci terutama surat-surat Paulus terdapat perbedaan antara status menetap beriman, misalnya Rom 4:5, 10:11. Selain itu dikenal secara bersama-sama harapan dan kasih sebagai inti hidup kristiani, sebagai keadaan yang menetap dan bukan meluluh sebagai perbuatan yang berlalu. Ada beberapa ungkapan yang menunjukkan keadaan yang menetap, misalnya hidup dalam iman. Gal 2:20 atau jalan dalam iman 2Kor 5:7, juga berdiri tegak dalam iman.
Sasaran langsung dan motivasi keutamaan teologal serta perbuatan beriman ialah Tuhan sendiri sebagai kebenaran tertinggi, yang mewahyukan dan menganugerahkan diriNya secara adikodrati kepada manusia.
2.4.1. Tanggungjawab Terhadap Iman
Iman bukan hanya merupakan anugerah, tetapi sekaligus merupakan tugas dengan demikian iman mempunyai konsekuensi moral. Dari iman timbul tugas penuh tanggungjawab bagi manusia kristiani. Dan ia juga punya tanggungjawab untuk iman.
2.4.1.1. Tugas Menghayati dan Membina Iman
Iman merupakan hidup baru yang harus berkembang dalam hidup manusia, maka perlu sungguh-sungguh dihayati dan dibina. Menghayati dan membina iman mengandung banyak unsur yaitu melindungi iman dan memperdalam iman. Menghayati iman berarti menghayatinya dalam semangat cinta kasih. Dengan demikian cinta kasih bukanlah tambahan sampingan melainkan tak terpisahkan dari iman.
2.4.1.2. Tugas untuk Memberi Kesaksian Iman
Hal ini merupakan dimensi sosial iman yakni adanya kewajiban untuk menyatakan iman keluar, memberikan kesaksian iman terhadap dunia luar. Untuk menunjukkan dimensi sosial iman ini orang mengacu pada Mat 10:32-33. Kesaksian iman pada umumnya cukup implisit, tetapi ada kalanya diminta kesaksian eksplisit, misalnya, apabila diam saja, sudah dipandang sebagai penyangkalan iman (Kan. 1325). Meskipun demikian dalam pengejaran pembunuhan, orang dapat menyembunyikan imannya untuk sementara.
2.4.1.3. Tugas Menyebarkan Iman
Dokumen Ad Gentes menekankan bahwa iman Katolik itu bersifat universal. Gereja itu sendiri berarti misi, maka jelaslah bahwa penyebaran iman merupakan tugas hakiki Gereja sebagai keseluruhan. Dengan demikian menjadi tugas utama setiap orang Kristiani.
2.5. Catatan Kritis
Beriman berarti menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah Yang Esa, yang mewahyukan DiriNya dalam Diri PuteraNya Yesus Kristus, menerima ajaranNya, menghayati ajaranNya dan mewartakanNya kepada orang lain, supaya Kerajaan Allah meraja dalam hati semua manusia. Inilah komitmen pribadi maupun bersama orang yang beriman Katolik. Iman Katolik beriman kepada Allah Esa yang mwnjadi manusia dalam Yesus PuteraNya.
III. REFLEKSI KRITIS
Agama Katolik memiliki figur Allah yang Esa. Iman asli Suku Bunaq memiliki iman akan Wujud Tertinggi dengan nama Hot Esen. Dalam hal ini wajah Allah iman Katolik bertemu muka-wajah ”Allah” Suku Bunaq (Hot Esen). Kondisi iman asli suku Bunaq ini menjadi lahan subur bagi misi gereja yang inkulturatif. Ini telah terbukti, doa-doa Katolik berbahasa Bunaq, menginkulturasikan Wajah Allah Tradisi Gereja Katolik dalam wajah Allah suku Bunaq yaitu Hot Esen. Bahasa atau Nama Allah atau Tuhan diterjemahkan dengan nama Hot Esen. Dengan demikian iman katolik sangat mudah tertanam, berakar, bertumbuh subur dalam perasaan-hati manusia Suku Bunaq, yaitu kebudayaannya. Inilah power misi berpakaiankan budaya Suku Bunaq oleh para misinaris SVD awali dalam Suku Bunaq.
Meskipun demikian, misi Allah gaya inkulturatif ini mengalami kesulitan pada budaya-budaya tertentu. Konsep Allah sebagai pribadi, figur dari Tradisi Katolik ini menghadapi penyangkalan yang serius dalam kebudayaan-kebudayaan yang mengimani wujud tertinggi tak berfigur dan tidak dapat difigurkan oleh manusia yang tak berdaya dan terbatas terhadap wujud tertinggi, kebudayaan Budhis, misalnya.
Pada lain pihak pandangan hidup Suku Bunaq juga masih mengandung penghormatan kepada bermacam-macam roh (pohon, hutan lebat, gua-gua, yang masih disembah oleh Suku Bunaq dalam budayanya. Kondisi ini harus ditanggapi secara kritis dalam kacamata iman Katolik yang hanya menganut monoteisme. Meskipun demikian keadaan Suku Bunaq ini menjadi peluang bagi misi Katolik untuk menerangi budaya Suku Bunaq dengan Terang nilai-nilai Injili. Untuk itu pendekatan manusiawi harus menjadi komitmen dalam menanam tradisi Gereja Katolik dalam budaya Suku Bunaq. Menuju budaya suku Bunaq diterangi nilai-nilai Kristiani memang membutuhkan sikap waspada dan proses yang lama, agar misi Katolik tidak melukai hati dan budaya Suku Bunaq tetapi benar-benar meneranginya.
Singkatnya nilai-nilai budaya yang bertemu dengan nilai-nilai kristiani dapat dimanfaatkan sungguh-sungguh untuk bermisi dalam Budaya Suku Bunaq. Nilai-nilai Injili menjiwai budaya setempat dan bukan sebaliknya (Bdk EN.no.20).
DAFTAR PUSTAKA
Berthe, Louis, Cara Perkawinan dan Susunan Masyarakat Pada Orang Bunaq di Timor Tengah, Jakarta: UI, 1966
Bere, Laurens, Daftar Data dan Informasi tentang Suku Bangsa Bunaq, Weluli: P & K, 1987
Go, Piet, Diktat Keutamaan Teologal dan Religi, Malang: STFT Widya Sasana, 1984
Janga, Antonius, CP, Catatan Kuliah Mimbar, Malang: STFT Widya Sasana, 2002/2003
Kirchberger, Georg, ALLAH Pengalaman dan Refleksi dalam Tradisi Kristen, Ende: LPBAJ, 1999
Kobong, Th, Iman dan Kebudayaan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994
Liliweri, Alo, ed. Inang Hidup dan Bhaktiku, Kupang: Tim Penggerak PKK NTT, 1989
Mangun Wijaya, Y.B, Sastra dan Religiositas, Jakarta: Sinar Harapan, 1982
Norsena, Bambang, Religi dan Religiositasm Bung Karno, Keragaman Mengokohkan Keindonesiaan, Denpasar: Bali Jagadhita Press, 2002
Prior, John M, SVD, Bejana Tanah Nan Indah, Ende: Nusa Indah, 1993
Sinaga, Anicetus, Gereja dan Inkulturasi, Yogyakarta: Kanisius, 1984
Sermada Kelen, Donatus, Diktat Filsafat Ketuhanan, Malang: STFT Widya Sasana, 1999
Z.M. Hidajat, Masyarakat dan Kebudayaan Suku-Suku Bangsa di NTT, Bandung: CV Tarsito, 1976
Tidak ada komentar:
Posting Komentar