Senin, Januari 21, 2008

Mengintip Eliminasi Kemanusiaan dalam Relasi "Deu Malu" terhadap "Deu Aiba'a" dalam Suku Bunaq

Setiap manusia yang membangun relasi dengan sesama membutuhkan satu relasi yang sangat ideal yang menjadi jiwa atau Roh penggerak yang menggulirkan bola relasi satu terhadap yang lain. Dalam dunia yang masyarakatnya feodal, roh yang menjadi penggulir bola relasi adalah relasi atasan dengan bawahan, relasi antara pemimpin dengan yang dipimpin, relasi yang menempatkan pemimpin-atasan sebagai yang lebih tinggi posisi dan kedudukannya terhadap bawahan, yang dipimpin. Dalam dunia bisnis, roh yang menggerakkan relasi antara sesama adalah keuntungan materi dan uang. Relasi akan terus berjalan kalau relasi itu saling menguntungkan pihak-pihak yang membangun relasi. Relasi dengan sesama akan berakhir kalau relasi itu lebih cenderung merugikan atau tidak mendapat keuntungan lagi.



Dunia manusia Suku Bangsa Bunaq, terdapat puluhan suku-suku kecil yang memiliki istana kediaman sukunya masing-masing, yaitu Rumah Suku. Rumah suku itu terbagi dalam dua kelompok. Pertama, "Deu Malu" . Kedua, "Deu Aiba'a". Penjelasan tentang "Deu Aba'a" dan "Deu Malu" sebagai berikut. "Deu Malu" yaitu rumah suku yang memberi perempuan kepada "Deu Aiba'a". "Deu Aiba'a" yaitu Rumah Suku yang menerima perempuan dari "Deu Malu".



Apa maksud "Deu Malu" menjual perempuannya kepada "Deu Aiba'a"? Apa keuntungan "Deu Malu" dan "Deu Aiba,a"?"Deu Malu" memberi perempuan ke dalam "Deu Aiba'a" karena "Deu Malu" memiliki banyak keturunan perempuan dan "Deu Aiba'a" mengalami kekurangan perempuan. Mengapa bukan laki-laki? Dalam adat suku Bunaq yang menganut sistem perkawinan Matrilineal hingga dewasa ini, bukan laki-laki yang menentukan garis keturunan. Melainkan garis keturunan ditentukan oleh perempuan. Mengapa "Deu Malu" menjual anak perempuannya masuk ke dalam "Deu Aiba'a"? Adat sudah demikian bahwa perilaku adat itu merupakan satu aset seumur hidup bagi "Deu Malu". Aset itu akan terasa dan terbukti dalam adat kematian "Deu Aiba'a". Setiap anggota "Deu Aiba'a" (Rumah Suku "Aiba'a") meninggal, adat liturgi kematian hanya dapat dilakukan atau dilaksanakan kalau anggota rumah suku "Malu" hadir atau wakil rumah suku "Malu" itu hadir dan merestui pelaksanaan tata adat kematian anggota suku "Aiba'a" . Presiden rumah suku "Malu" itu diundang secara resmi oleh anggora Rumah suku "Aiba'a" tanpa perantara oleh orang dari Suku lain. Ada satu penghargaan suku "Aiba'a" kepada suku "Malu" sekaligus ada terasa sedikit sinyal feodal dalam relasi itu. Pada dasarnya para anggota suku " Malu" atau "Deu Malu" sangat senang menghadiri dan merestui pelaksanaan adat kematian "Deu Aiba'a" atau suku "Aiba'a" karena inilah musim panen adat bagi "Deu Malu". Akan panen apa? "Deu Malu" akan panen uang, daging adat yang dipersembahkan oleh "Deu Aiba'a".



Nasib "Deu Aiba'a" sudah ditentukan para "Deu Malu". Kasihan generasi suku "Aiba'a"kini, tidak tahu persis proses awal penyerahan perempuan dari "Deu Malu" kepada "Deu Aiba'a" oleh para nenek moyang, tidak mampu menolak lagi DOGMA ADAT RELASI "DEU MALU" dengan "DEU AIBA'A" yang secara eksplisit mengeliminasi Roh Kemanusiaan dalam relasi tersebut. Suku "Malu" diuntungkan oleh suku "Aiba'a". Nasib dan Dogma sudah begitu. Generasi kini taat melaksanakan saja.