Minggu, Januari 27, 2008

Orientasi Misi tanpa Permisi di Suku Bunak

Hidup dalam konflik merupakan suatu pengalaman yang tidak mengenakkan. Misalnya, konflik antara Suku Dayak-Madura beberapa tahun lalu, membuat teman-teman asal negeri seribu sungai bersembunyi di balik kamar Cost atau tempat-tempat yang aman atau keluar ke toko atau di jalan-jalan umum, harus menyembunyikan identitas dari musuh-musuhnya. Misalnya, konflik agama Kristen dan Islam di Ambon beberapa tahun lalu, memberi rasa tidak aman kepada teman-teman asal Ambon yang ada di Pulau Jawa. Demikianlah suasana hidup dalam sebuah dunia yang penuh dengan kerusuhan dan konflik.


Suasana bathin pihak-pihak yang konflik dalam suku Bunak pun tentu saja tidak terlalu berbeda dengan konflik besar yang terungkap keluar dan dipublikasikan di dunia lokal, nasional, maupun internasional, seperti terungkap di atas. Pasti pihak-pihak yang sedang mengalami konflik yang berkepanjangan menguras banyak energi dalam mengolah pergulatan tekanan yang ada dalam hati. Singkat kata pasti ada sesutu yang tidak mengenakkan pihak-pihak yang konflik itu. Ada sesuatu yang hilang dari dalam diri pihak-pihak yang konflik yaitu kedamaian dan kebahagiaan.


Dalam keadaan itu tentu ada sebuah harapan untuk kembali mengalami kedamaian yang telah hilang dari pelukannya. Kedamaian itu akan kembali dicapai bisa melalui perantara atau langsung atas dasar inisiatif pihak-pihak yang konflik. Diharapkan agar suku-suku kecil di Asueman yang konflik dapat memiliki satu kerinduan untuk merebut kembali kedamaian yang telah hilang.

Hari ini Hari Minggu Biasa III A. Bacaan-bacaan suci hari ini melihat konflik sebagai situasi kegelapan yang dialami umat di Korintus dan umat di Galilea yang tertindas oleh para penindas bangsa Yahudi. Itulah suasana kegelapan yang dialami oleh umat Korintus dan Galilea.

Dalam keadaan kegelapan itu, kristus datang sebagai TERANG SEJATI bagi mereka, baik yang tertindas maupun penindas. Kristus sebagai Terang bagi kelompok-kelompok umat di Korintus yang terpecah-pecah karena merasa kelompok imannya yang paling layak. Kristus sebagai Terang yang menyatukan umat di Korintus dan di Galilea.

Yesus sebagai Terang yang menyatukan tampil beda dalam dua warna khas berikut: pertama, Satu Iman. Kehadiran Terang Kristus menuntun semua orang, semua komunitas iman untuk memusatkan iman mereka masing-masing hanya kepada Kristus. Unsur Kristosentris dalam iman menjadi fokus dan perhatian sentral. Bukan memusatkan perhatian pada para pewarta Kristus. Pewarta Kristus hanya sebagai alat penyalur Kehendak Allah untuk menarik semua manusia memiliki satu iman kepada Kristus sebagai kepala.


Kedua, Satu Kemanusiaan. Baik golongan Paulus, golongan Apolos, golongan Kefas, golongan Kristus, baik orang Yahudi maupun orang bukan Yahudi adalah setara, sehakekat, memiliki kemanusiaan yang sama.


Aplikasi bagi kita, termasuk Suku Bunak pengikut Yesus pada zaman ini adalah: Pertama, kita memiliki satu iman kepada Kristus. Kita dipanggil dan menjadi pengikut Kristus agar semua orang terjaring ke dalam kedamaian dan persekutuan dalam Kristus. Untuk itu patut kita ditegur oleh Paulus, kalau kita sendiri masih hidup dalam konflik yang berkepanjangan. Kita yang beriman kepada Kristus harus pertama-tama hidup dalam kedamaian dan kerukunan sebelum mewartakan kedamaian Kristus kepada orang lain. Kesaksian hidup adalah pewartaan yang paling menarik simpati banyak umat.

Kedua, kita harus menjadikan kemanusiaan sebagai jiwa relasi sosial maupun relasi iman dalam komunitas Suku Bunaq dan komunitas Biara atau dalam komunitas pastoran, atau dalam komunitas apa saja. Kita yang beriman kepada Kristus pembawa kemanusiaan universal, tidak ada tempat dalam hati kita, untuk melihat kelompok lain itu sebagai inferior, atau dikelasduakan atau diremehkan. Semua manusia itu sama hakekatnya. Ini harus menjadi suatu gaya hidup kita bukan sekedar teori. Pasti kita bisa asal kita mau. Kemauan kita itu harus ditopang dengan tiang reevaluasi diri dalam iman dan kemanusiaan secara berkelanjutan. Suku Bunaq harus dibawah kedalam kedua rel satu iman satu kemanusiaan ini sebagai basis relasi iman dan sosial adat suku Bunaq.


Kotbah Misa Hari Minggu di Kapel Soverdi Surabaya pada Hari Minggu 27 Januari 2008. Suku Bunak adalah tambahan penulis dalam penulisan.