KEMBALI
KE SUNGAI YORDAN
Homili Jumat 22 Maret 2013
Yer 20 : 10 -13
Mzm 18 : 2 – 3a.3bc-7
Yoh 10 : 31 – 42
P. BENEDIKTUS BERE MALI, SVD
Yesus
setelah mengalami penolakan dari mayoritas orang-orang Yahudi, bukan pergi ke
tempat yang lain tetapi ke Sungai Yordan. Mengapa? Karena di tempat itulah Yesus dibaptis oleh Yohanes
Pembaptis. Pembaptisan itu adalah awal
karya misi Yesus di depan publik. Pembaptisan itu disaksikan oleh Allah Bapa
yang bersabda : “Inilah Anak yang kukasihi dengarkanlah Dia. “ Pembaptisan itu
juga disaksikan oleh Roh Kudus yang turun atas
Tuhan Yesus di dalam rupa burung
Merpati. Dengan kata lain Pembaptisan Yesus
di Sungai Yordan adalah proklamasi Misi Allah Tritunggal Maha Kudus
meyelamatkan semua orang melintas batas.
Karya
misi Allah berjalan di atas jalan yang beraneka. Ada jalan mulus yang
dilaluiNya menuju hati manusia yang menerima pewartaanNya dan percaya serta
beriman kepadaNya. Ada jalan yang
dihalangi oleh bebatuan kesombongan dan egoisme
hati dan budi manusia, yang menolak pewartaan Yesus bahkan pribadi Yesus
sendiri ditolak, diancam dibunuh.
Pengalaman penolakan itu dilaluiNya dan kemudian Yesus pergi ke Sungai
Yordan untuk napak tilas pembaptisanNya di sana dan melihat kembali misi
awalNya untuk menyelamatkan semua orang. Penolakan itu membuat Yesus tidak
mundur dari misiNya itu. Tetapi Yesus ke Sungai Yordan untuk membangun kembali
komitmenNya pada misi Allah Tritunggal, di
tengah aneka ragam penolakan yang harus dilalui dan dialamiNya.
Kita
dalam hidup dan karya pelayanan, juga mengalami penerimaan dan penolakan dari sesama.
Penolakan itu karena kata-kata kita atau perbuatan kita atau karena kata
sekaligus perbuatan yang tidak sesuai dengan harapan sesama atau kehendak Tuhan.
Atau penolakan itu kita alami karena kasalahan kita. Atau bisa jadi penolakan
itu terjadi karena kita mewartakan kebenaran dan kebaikan umum yang mengganggu kesalahan
kelompok mayoritas yang menolak kebenaran dan kebaikan kata dan perbuatan kita.
Psikologi
Sosial menyampaikan bahwa ketika seseorang berada di dalam sebuah komunitas
yang mayoritas dari suku tertentu, atau
profesi tertentu, dia semestinya hidup berdasarkan kesukaan mayoritas suku atau
profesi tersebut sehingga dia dapat diterima dan dia sendiri tidak merasa
asing. Persoalannya adalah bagaimana seorang Nabi hadir di antara mayoritas
koruptor, apakah dia semestinya menyesuaikan diri dengan mereka sehingga dapat
diterima di dalam lingkungan koruptor?
Seorang Nabi harus berani menolak koruptor dan mewartakan kebenaran
dalam tugas perutusan Tuhan yang diterimanya untuk mewartakan nilai-nilai
kejujuran, keadilan, kebaikan, kebenaran, keadilan dan perdamaian bagi semua
orang lintas batas. Yesus seorang diri
ketika berada di antara mayoritas orang Yahudi yang menolak diriNya dan pekerjaanNya
serta PewartaanNya yang baik dan benar untuk menyelamatkan semua orang. Yesus tidak
menyesuikan diri dengan prinsip orang Yahudi yang sesat menyesatkan banyak
orang. Yesus tetap berdiri kokoh dan
berjalan di atas jalan kebenaran dan kebaikan di tengah berbagai ancaman
penolakan dan pembunuhan yang datang secara bertubi-tubi atas diriNya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar