Jumat, Mei 17, 2013

"Surga & Bumi : Milik Manusia atau Milik Tuhan"



"SURGA & BUMI : Milik Manusia atau Milik TUHAN"
*P. Benediktus Bere Mali, SVD*

Tajuk Rancana Kompas, rabu, 15 Mei 2013, hal.6 menyampaikan pesan ini kepada pembaca : Biaya politik, biaya pemilu, sangat mahal. Hanya mereka yang berasal dari keluarga kaya dan pesohor yang yang bisa membiayai pemilu. Kecenderungan seperti inilah yang sekarang mulai terasa di negeri kita, Indonesia. Keadaan ini membawa orang kaya yang duduk di kursi RI satu. RI ini dibawa kontrol dan kuasa orang kaya. Atau lebih dalam lagi RI ini milik orang berduit. Orang tidak berduit bukan memiliki RI ini.
   
Membaca tulisan yang menurunkan pesan seperti itu, saat saya menyiapkan renungan hari ini, muncul pertanyaan dalam pikiran yang lahir dalam tulisan ini: Apakah hidup ini milik orang hebat dalam hal ini orang kaya? Apakah surga itu juga hanya milik orang kaya? Apakah orang miskin tidak memiliki hidup? Apakah orang miskin tidak memiliki surga?  
Tuhan kalau bisa disogok dengan uang agar hidup orang yang menyogok itu lebih lama, maka dunia ini adalah penuh dengan para penyogok. Kalau Allah itu mata duitan sebagai yang utama, maka dunia ini hanya dipenuhi oleh orang-orang yang hebat yang memiliki harta kekayaan. Kalau Tuhan itu bisa disogok maka Surga juga adalah milik orang kaya. Kalau Allah itu bisa disogok maka Allah menutup pintu kehidupan dan pintu Surga bagi orang yang "kere", sebaliknya Allah hanya membuka lebar pintu kehidupan atau pintu surga bagi orang yang kaya raya secara material. Kalau demikian, maka Allah kita adalah Allah yang materialis. Allah kita adalah Allah yang diskriminatif. Allah kita adalah Allah yang tidak adil.

Kita semua ketika berada di hadapan kematian, jenasah yang terbaring di hadapan kita, lantas ada berbagai pemikiran yang membalikkan pernyataan di atas. Kematian adalah ungkapan bahwa Allah kita tidak dapat disogok. Kematian membuat kita berpikir bahwa Allah kita tidak diskriminatif. Kematian itu dialami oleh orang kaya maupun miskin. Kematian itu adalah milik semua orang dan dialami semua orang lintas batas: suku, agama, ras dan antar golongan. Kematian itu membuka pikiran kita tentang Allah kita yang adil.

Keadilan Allah dinyatakan di dalam Kematian yang dialami oleh siapa saja. Kematian itu adalah jalan yang dilewati oleh setiap manusia berjalan dari ibu pertiwi menuju kerahiman Allah di Surga. Orang berjalan dari dunia ke surga, tidak menggunakan pesawat yang langsung take off dari bumi ini, langsung mendarat di Surga. Kematian adalah jalan pembuka orang beriman berziarah dari bumi ini kembali ke Rumah Bapa di Surga.

Yoh 14:6 menegaskan Yesus adalah Jalan, kebenaran dan kehidupan. Melalui Yesus semua orang yang percaya kepadaNya berjalan dari bumi ke Rumah Bapa di Surga. Jalan itu adalah jalan KematianNya setelah lahir, hidup, berkarya, menderita, wafat di Salib, dimakamkannya di dalam perut bumi atau rahim ibu pertiwi.

Yesus datang dari Kerahian Bapa di Surga ke dunia melalui rahim Ibu Maria, Yesus kembali ke Kerahiman Allah Bapa di Surga melalui Rahim Ibu Pertiwi. Yesus bangkit dari kubur pada hari ketiga, lalu menampakkan diri kepada para muridNya dan selama 40 hari hadir di antara para muridNya, lalu naik ke Surga, duduk sisi kanan Bapa di Surga menyiapkan tempat bagi semua orang lintas batas yang percaya kepadaNya.

Dia pergi ke Surga, tidak membiarkan kita sendirian tetapi dia mengutus Roh Kudus kepada kita, kepada Gereja di seluruh dunia, menyertai kita dan Gereja serta menuntun kita dan Gereja berjalan sesuai satu arah yang menyelamatkan yaitu kembali ke Rumah Bapa, melalui jalan Yesus yaitu jalan kematian.

Kematian dalam refleksi Karl Jaspers adalah situasi batas manusia. Manusia tidak dapat menunda kematian. Manusia tidak dapat menghindari kematian. Manusia tidak dapat memperpanjang kehidupannya secara fisik. Manusia yang otentik adalah manusia yang menerima situasi batas yang berpuncak dalam kematian. Kepasrahan total manusia menerima kematiannya menunjukkan keotentikan manusia. Kematian menjadi satu jalan manusia menyerahkan diri kepada "yang transenden" yaitu Allah sumber kehidupan yang sejati, yang menjadi nyata di dalam Tuhan Yesus Kristus sebagai jalan, kebenaran dan kehidupan yang sejati.

Kita yang masih hidup berjalan di Jalan Tuhan Yesus yang mengantar kita menuju Surga. Kita berdoa bagi sesama karena doa kita menyelamatkan dan mengampuni dosa-dosanya. Iman Marta kepada Yesus adalah Mesias, seperti terungkap dalam Yoh 11: 25-27, membangkitkan Lazarus saudara Marta, yang telah meninggal. Maka kita selalu mendokan sesama sebagai ungkapan perhatian dan cinta serta kepedulian kita kepada sesama. Mereka atau kita yang mendapat cinta dan perhatian dari sesama pasti mendapat kebahagiaan tertentu. Demikian juga sesama yang kita doakan pada kesempatan ini.


Homili Kremasi Bpk Dominikus dan Mama Theresia
Di Krematorium Eka Praya Kembang Kuning
Rabu 15 Mei 2013
Injil Yohanes 14 : 1-6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar