*P. Benediktus Bere Mali, SVD*
Ritus Adat "Si Por Pak" atau "Si Giwitar Pak" ini bercerita tentang kehidupan suku Bunaq di Asueman, Kenaian Aitoun, Keloroan Lasiolat-Fehalaran-Bauho. Perekam ritus adat "Si Giwitar Pak” ini adalah P. Benediktus Bere Mali, SVD. Rekaman ini spontan saat pertama kali P. Benediktus Bere Mali, SVD menghadiri Ritus Adat "Si Por Pak" pada hari Senin 3 September 2012 di Rumah Maria Bete Asa di Fatubenao - Atambua. Mama Maria Bete Asa adalah memiliki Rumah Suku Laimea Suku Bunaq di Kenaian Aitoun, Keloroan Lasiolat-Fehalaran-Bauho. Tulisan ini berdasarkan wawancara mendalam dengan Bapak Gabriel Mali, Tua Adat Senior, Guru Agama Katolik Senior Asueman, Kenaian Aitoun, Keloroan Lasiolat-Fehalaran-Bauho. Interview mendalam dengan Bapak Gabriel Mali, di Asueman- Malate pada hari Rabu, 5 September 2012. Adat "Si Por Pak" sering disebut juga "Si Giwitar Pak". Tetapi dalam tulisan ini fokus menggunakan "Si Por Pak" Karena lebih tepat rasa adat dalam adat kenduri.
"Si Por Pak" terdiri dari tiga kata bahasa Bunaq yaitu kata "Si" artinya Daging; Kata "Por" artinya Pemali atau Suci atau Kudus; Kata "Pak" artinya potong atau bagi. Pertanyaannya adalah: Binatang seperti apa yang dipotong dalam adat ini? Bagaimana Prosedur Pembagian daging suci dalam adat kenduri Suku Bunaq Aitoun? Dan apa makna dalam perspektif antropologi budaya Suku Bunaq di dalam Kenaian Aitoun?
Ritus adat ini selalu dilakukan oleh Suku Bunaq di Asueman-Aitoun, ketika salah seorang penduduk meninggal dunia. Adat ini adalah intişarı dari seluruh adat kenduri. Pelaksanaan Adat ini adalah satu-satunya jalan masuk "surga" bagi seorang anggota Rumah Suku yang telah meninggal dunia. Adat ini untuk Maria Bete Asa yang telah meninggal dunia. Dalam perspektif antropologi budaya Suku Bunaq dalam Kenaian Aitoun, hanya melalui adat inilah Mama Maria Bete Asa berjalan masuk ke dalam Surga.
Binatang yang dipotong untuk adat intisari kenduri ini adalah Sapi yang besar. Sapi besar karena potongan daging yang dibagi berdasarkan relasi adat "Malu" dengan "Aiba'a" yang berkaitan langsung dengan Mama Maria Bete Asa. Banyak Rumah Suku ”Malu” yang harus mendapat bagian daging suci ini. Maka Sapi Besar dipotong dan dagingnya dapat dibagi cukup untuk sejumlah Rumah Suku “Malu” yang menjadi asal-usul Mama Maria Bete Asa sebagai seorang anggota Rumah Suku “Aiba’a.”
Pemotongan dan Pembagian daging sesuai setiap Rumah Suku " Malu" dengan Rumah Suku "Aiba'a" ini adalah Suci, kudus, pemali. Kenapa? Pemotongan dan pembagian ini berdasarkan semua Rumah Suku "Malu" yang menjadi asal-usul bagi Mama Maria Bete Asa sebagai "Aiba'a" dalam adat kenduri Suku Bunaq dalam Kenaian Aitoun.
Pembagian Daging Suci ini dipimpin oleh Tua Adat yang tahu persis sejarah asal-usul Mama Maria Bete Asa berdasarkan Perspektif adat Kenduri berbasis hubungan Rumah Suku "Malu" dengan Rumah Suku "Aiba'a" atau dalam bahasa Tetun disebut "Fetosawa-Umamane." Tua Adat dan para senior Tua adat pendamping hadir di dalam Adat ini untuk saling mengarahkan dalam pembagian daging suci. Setelah diskusi antara Tua Adat itu dan pembagian daging suci secara pasti berdasarkan sejarah asal-usul Mama Maria Bete Asa, daging suci yang dibagi itu diletakkan secara rapi berurutan sesuai Rumah Suku "Malu" yang menjadi asal-usul sejarah Mama Maria Bete Asa sebagai salah seorang anggota yang meninggal dari Rumah Suku "Aiba'a". Adat pembagian daging suci ini adalah intisari memasukan Mama Maria Bete ke dalam "Surga" dalam perspektif antropologi Suku Bunaq di dalam Kenaian Aitoun. Adat Pembagian daging suci ini adalah satu-satunya jalan masuk "surga" bagi setiap anggota Suku Bunaq yang meninggal dunia. Adat ini menceriterakan Kembali kelahiran sampai masuk surga dari Maria Bete Asa dalam aneka simbol yang tampak di dalam video adat “Si Por Pak” ini.
Setelah pembagian daging suci itu secara teratur berurutan sesuai sejarah asal-usul Mama Maria Bete asa, melalui sebuah kesepakatan Para Tua Adat yang hadir, maka Pemimpin Tua adat yang dipercayakan oleh para tua adat senior, mengajak semua hadirin hening, lalu pemimpin Tua adat yang sedang didampingi oleh Tua adat senior itu, mengucapkan doa suci seperti yang tampak di dalam video ini. Dalam Video kita lihat, ketika Para Tua adat Senior mengelilingi Tua adat yang memimpin doa dan setia mendampingi dan mendoakan dalam hati bersama Tua Adat yang memimpin doa secara adat.
Inti doa dalam video ini terdiri dari tiga bagian yaitu pertama, tentang sejarah asal-usul dari Mama Maria Bete Asa dari lahir sampai masuk surga. Kedua, Pembagian Darah-Daging Suci sebagai legalisasi atau meterai atau cap yang mengesahkan sejarah asal-usul melalui Rumah-Rumah Suku "Malu" yang menjadi asal-usul Mama Maria Bete Asa sebagai seorang anggota Rumah Suku "Aiba'a". Dalam video ini kita lihat pembagian daging suci disertai pembagian uang suci secara bersamaan. Ketiga, Adat ini memberi kebahagiaan "Surga" bagi Mama Maria Bete Asa di Surga dan pada saat yang sama memberi kehidupan rukun dan damai bagi anggota Rumah Suku "Malu" dengan Rumah Suku "Aiba'a" yang ada di dunia. Intinya adalah adat dan doa ini adalah Bahagia di Surga bagi yang meninggal dan damai di bumi bagi yang hidup di dunia. Hal ini terungkap di dalam kata-kata dari Pemimpin Doa dalam adat ini: "Ka'u Be Ka'u ga'al, Nana Be Nana Ga'a. Ka'u Be Ka'u Ga'al, Ka'a Be Ka'a Ga'al. Hani Totol Dukui. Hani Tool Nau-Nau wi. Hani Totol Miu-Miu Wi". Kalimat ini intinya adalah Semua Anggota Rumah Suku Malu maupun Rumah Suku Aiba'a sama dan sederajat, saling menghormati dan saling menghargai, hidup sebagai saudara, hidup rukun dan damai. Darah-hidup-daging suci "Si Por Pak" ini melegitimasi-memeterai-mencap-abadi bahagia di surga bagi yang meninggal dan damai di dunia bagi yang hidup di atas planet bumi ini.
Adat ini adalah untuk orang yang meninggal masuk "surga" dalam bahasa Bunaq dikenal " Por Tama" artinya masuk Surga atau masuk tempat yang suci-kudus-bahagia. Tempat bahagia ini adalah kediaman para leluhur yang dicapai melalui adat "Si Por Pak". Artinya orang yang meninggal dan adat "Si Por Pak" ini telah dilaksanakan berarti orang itu telah berada dalam persekutuan dengan para leluhur yang selalu bersukacita di Surga.
Adat "Si Por Pak" ini memiliki banyak simbol yang ada di sekitar pembagian daging suci, seperti yang tampak di dalam video ini. Inti simbol-simbol itu sebagai berikut. Ceritera tentang hidup di dunia diawali kelahiran sampai kematian fisik, disimbolkan di dalam materi-materi yang digunakan di dalam ritus adat "Si Por Pak" ini. Manusia lahir, ari-arinya dibersihkan dan kemudian disimpan di tempat yang aman damai, segar, dan luas pemandangan. Tempat penyimpanan itu adalah periuk tanah tempat mengisi ari-ari bayi dan ditempatkan di atas pohon beringin yang daunnya selalu hijauh dan rindang memberikan kesegaran yang baik bagi manusia yang baru lahir.
Beringin juga mempunyai akar yang panjang-panjang menunjukkan usia yang panjang dari bayi yang ari-arinya disimpan di atas pohon Beringin. Pohon beringin tempat penyimpanan itu letaknya di atas bukit yang paling tinggi yaitu bukit Asueman, tempat yang memiliki pemandangan yang indah dan luas, tidak terkungkung oleh orang hidup seperti katak di dalam tempurung. Penyimpanan ari-ari itu disertai beberapa besi, simbol senjata dalam melindungi diri dari serangan musuh atau lawan. Ari-ari yang disimpan di dalam periuk tanah itu disimpan atau digantung pada cabang Bambu yang disimpan di atas pohon beringan dan diikat dengan akar pohon beringin. Akar pohon beringin itu panjang sebagai simbol usia yang panjang. Bambu yang digunakan mau menyatakan bahwa ilmu bambu semakin tinggi atau semakin tua usianya semakin merunduk ke tanah sebagai simbol kerendahan hati. Bambu juga adalah alat timba air sebagai simbol manusia menerima rahmat dari para leluhur dan rahmat itu diteruskan kepada setiap orang yang hidup bersama di sekitar. Bambu juga berakar kuat menjaga agar tanah tidak longsor di musim hujan. Bambu juga digunakan sebagai tangga bagi orang yang mengambil madu di pohon yang tinggi. Bayi itu juga semestinya kelak menjadi tangga bagi orang lain untuk memperoleh sesuatu yang baik dan berguna.
Ritus adat ini tampakan bahan-bahan atau materi-materinya: ada daging, tali yang berasal dari akar beringin, ada besi-besi, ada uang, dan ada kapur. Tumpukan daging itu sesuai asal-asul suku. Seorang anggota suku yang meninggal, asal-asulnya tampak jelas dalam tumpukan daging-daging itu. Kalau tumpukan daging sepuluh berarti asal asul anggota suku yang meninggal itu berasal dari sepuluh suku yang lain dalam sejarah kehidupannya. Daging itu ditumpuk secara merata dan seimbang bagi setiap wakil dari suku-suku yang menjadi asal-asul dari seorang anggota suku yang telah meninggal dunia.
Daging itu mempunyai dua arti. Pertama daging adalah korban penebus kesalahan orang yang telah meninggal. Kedua daging adalah korban penebus dosa mereka yang masih hidup di dunia. Daging itu kemudian dibagikan kepada masing-masing suku yang menjadi asal usul kelahiran salah seorang anggota suku yang telah meninggal dunia.
Pesan tua adat dalam doanya sebelum mengakhiri doanya dalam ritus adat ini adalah kesetaraan, kedamaian, keadilan, persatuan, kerukunan dan persaudaran antara "MALU" dengan "AIBA'A". Malu adalah orang tua yang melahirkan AIBA'A sebagai anak dalam perspektif Suku Bunaq di Asueman. Ritus adat ini sesungguhnya ritus adat yang mengikat erat dan kokoh hubungan darah dalam sejarah kelahiran seorang anggota suku Bunaq yang barusan meninggal dunia.
Ritus adat ini mengantar anggota yang meninggal menuju kehidupan abadi dengan kehidupan para leluhur yang telah mendahuluinya, dalam kerukunan abadi, persekutuan abadi, kedamaian abadi, kebahagiaan abadi. Ritus adat ini juga membangun kembali kerukunan dan persaudaraan serta kedamaian antara hubungan MALU dengan AIBAA'A atau dalam bahasa Tetum "Feto Sawa Uma Mane".
Makan daging Adat "Si Por Pak" ini adalah makan daging persatuan, kemanusiaan, persaudaraan, kerukunan, kedamaian, kesetaraan, keadilan antara sesama manusia. Dengan demikian hidup manusia suku Bunaq di Asueman, Aitoun di dalam nilai nilai universal tersebut baik dalam berpikir, berkata-kata dan bertindak. Dan hal ini dimeteraikan di dalam darah daging dalam ritus adat "Si Por Pak". Ini ikatan perjanjian suci sejarah asal-usul dan hidup di surga orang yang meninggal dan damai di bumi orang masih hidup dalam darah-daging suci yang dibagi dan dimakan. Artinya bahwa nilai kebahagian di bumi dan di surga menjadi jiwa-darah-hidup anggota Rumah Suku "Malu" dengan Rumah Suku "Aiba'a" di dalam kenyataan sehari-hari. *****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar