Jumat, April 26, 2013

Homili Jumat 26 April 2013



ORIENTASI vs DISORIENTASI JALAN…
*P. Benediktus Bere Mali, SVD*


Tulisan Sindhunata tentang GARAM yg kurang asinnya, sangat menyetuh hati saya saat saya membacanya. Sentuhan itu dari dua arah yang berlawanan dan sangat mengenakan benak untuk terus mengikuti sentuhan-sentuhan yang memberikan pencerahan kepada saya dan tentu kepada banyak orang yang sempat mengelaborasi tulisan itu. Dua sentuhan itu adalah soal perjalanan Gereja dewasa ini. Tampaknya Gereja gencar mengalirkan segala sesuatu dari atas ke bawah sehingga yang ada dibawah yang menjadi komunitas basis gerejani hanya manut-manut saja yang di atas. Rupanya Tuhan Allah telah menjadi manusia bukan di kandang Bethlehem tetapi di kandang istana kekuasaan atau hirarki Gereja. Hal ini yang membuat Gereja itu seperti GARAM yang kurang asinnya.  Gereja itu seperti bara api yang tidak kelihatan karena tertutup oleh abu.  Bara api Gereja itu akan tampak kelihatan kalau abu yang menutupinya dbersihkan. Abu itu adalah dominasi hirarki Gereja yang membonsai Gerakan Roh Pembaharu yang sedang bergerak di dalam Bait Allah Hati Setiap Anggota Gereja di seluruh dunia.
Gerakan Pembaharu dari Komunitas Basis itulah yang didengarkan dan diberi peluang untuk berjalan di jalan menuju Gereja seperti GARAM yang pas asinnya.  Pusat  Gereja adalah Kitab Suci atau Sabda Allah.  Setiap individu di seluruh dunia membaca dan merenungkan Kitab Suci. Ada banyak hasil refleksi yang sangat inspiratif. Hasil refleksi bermutu yang mebuat GEREJA seperti GARAM yang pas asinnya dari setiap individu itulah yang diberi porsi lebih agar bara api Gereja tidak tertutup oleh abu Hirarki Gereja yang lebih feudal.
Sintese antara Allah yang menjelma menjadi manusia di Komunitas Basis Bethlhem dan Komunitas Basis Istana Hirarki, diberi peluang yang seimbang, serasi dans selaras. Sintese “dari atas” dengan “dari bawah” itu yang membuat Gereja Seperti GARAM yang pas asinnya. Disitulah Sabda Allah hari ini menjadi nyata. Yesus bersabda : “ Akulah Jalan” ketika Gereja disorientasi di jalan panggilannya menuju GEREJA yang seperti GARAM yang pas asinnya. “Akulah Kebenaran” ketika Gereja mengalami Relativisme yang memberikan ketidakpastian akan aneka prinsip yang membingungkan. “Akulah Kehidupan” ketika Gereja berada dalam ketidak berdayaan mengangkat kembali harkat dan martabat manusia yang berkemanusiaan.
Kita sedang menjalani masa paskah. Pengalaman akan paskah itu tampak dalam diri kita ketika kita memberikan jalan yang pasti kepada semua orang untuk berjalan menuju Rumah Bapa yang kelihatan yaitu GEREJA yang  seperti GARAM yang pas asinnya, juga ke Rumah Bapa di Surga yang dicapai hanya melalui Salib Yesus yang telah bangkit, sebagai jembatan keselamatan bagi semua orang lintas batas, yang beriman dan percaya kepadaNya. Kita menghadirkan pengalaman kebangkitan Tuhan, ketika kita memberikan kebenaran yang sejati yang ditemukan hanya di dalam diri Kristus, dalam relativisme yang semakin gencar menyerang kebenaran sejati dari berbagai sisi.  Kita menghadirkan pengalaman paskah, ketika kita membangkitkan kemanusiaan di dalam berbagai segi bidang kehidupan yang mengitari kita.

Homili Jumat 26 April 2013
Kis 13 : 26 – 33
Mzm 2 : 6 – 7. 8 – 9. 10 – 11
Yoh 14 : 1 – 6

Akulah Jalan Kebanran dan Kehidupan (Yoh 14 : 6).
Dalam Nama Yesus ada Keselamatan (Kis 4 : 12).
Orang Kristen adalah Orang Yang Percaya kepada Kristus Yang Telah Bangkit membawa keselamatan kepada semua orang lintas batas (Kis 11 : 26).


Teologi Jalan



ORIENTASI vs DISORIENTASI JALAN…
*P. Benediktus Bere Mali, SVD*


Tulisan Sindhunata tentang GARAM yg kurang asinnya, sangat menyetuh hati saya saat saya membacanya. Sentuhan itu dari dua arah yang berlawanan dan sangat mengenakan benak untuk terus mengikuti sentuhan-sentuhan yang memberikan pencerahan kepada saya dan tentu kepada banyak orang yang sempat mengelaborasi tulisan itu. Dua sentuhan itu adalah soal perjalanan Gereja dewasa ini. Tampaknya Gereja gencar mengalirkan segala sesuatu dari atas ke bawah sehingga yang ada dibawah yang menjadi komunitas basis gerejani hanya manut-manut saja yang di atas. Rupanya Tuhan Allah telah menjadi manusia bukan di kandang Bethlehem tetapi di kandang istana kekuasaan atau hirarki Gereja. Hal ini yang membuat Gereja itu seperti GARAM yang kurang asinnya.  Gereja itu seperti bara api yang tidak kelihatan karena tertutup oleh abu.  Bara api Gereja itu akan tampak kelihatan kalau abu yang menutupinya dbersihkan. Abu itu adalah dominasi hirarki Gereja yang membonsai Gerakan Roh Pembaharu yang sedang bergerak di dalam Bait Allah Hati Setiap Anggota Gereja di seluruh dunia.
Gerakan Pembaharu dari Komunitas Basis itulah yang didengarkan dan diberi peluang untuk berjalan di jalan menuju Gereja seperti GARAM yang pas asinnya.  Pusat  Gereja adalah Kitab Suci atau Sabda Allah.  Setiap individu di seluruh dunia membaca dan merenungkan Kitab Suci. Ada banyak hasil refleksi yang sangat inspiratif. Hasil refleksi bermutu yang mebuat GEREJA seperti GARAM yang pas asinnya dari setiap individu itulah yang diberi porsi lebih agar bara api Gereja tidak tertutup oleh abu Hirarki Gereja yang lebih feudal.
Sintese antara Allah yang menjelma menjadi manusia di Komunitas Basis Bethlhem dan Komunitas Basis Istana Hirarki, diberi peluang yang seimbang, serasi dans selaras. Sintese “dari atas” dengan “dari bawah” itu yang membuat Gereja Seperti GARAM yang pas asinnya. Disitulah Sabda Allah hari ini menjadi nyata. Yesus bersabda : “ Akulah Jalan” ketika Gereja disorientasi di jalan panggilannya menuju GEREJA yang seperti GARAM yang pas asinnya. “Akulah Kebenaran” ketika Gereja mengalami Relativisme yang memberikan ketidakpastian akan aneka prinsip yang membingungkan. “Akulah Kehidupan” ketika Gereja berada dalam ketidak berdayaan mengangkat kembali harkat dan martabat manusia yang berkemanusiaan.
Kita sedang menjalani masa paskah. Pengalaman akan paskah itu tampak dalam diri kita ketika kita memberikan jalan yang pasti kepada semua orang untuk berjalan menuju Rumah Bapa yang kelihatan yaitu GEREJA yang  seperti GARAM yang pas asinnya, juga ke Rumah Bapa di Surga yang dicapai hanya melalui Salib Yesus yang telah bangkit, sebagai jembatan keselamatan bagi semua orang lintas batas, yang beriman dan percaya kepadaNya. Kita menghadirkan pengalaman kebangkitan Tuhan, ketika kita memberikan kebenaran yang sejati yang ditemukan hanya di dalam diri Kristus, dalam relativisme yang semakin gencar menyerang kebenaran sejati dari berbagai sisi.  Kita menghadirkan pengalaman paskah, ketika kita membangkitkan kemanusiaan di dalam berbagai segi bidang kehidupan yang mengitari kita.

Homili Jumat 26 April 2013
Kis 13 : 26 – 33
Mzm 2 : 6 – 7. 8 – 9. 10 – 11
Yoh 14 : 1 – 6

Akulah Jalan Kebanran dan Kehidupan (Yoh 14 : 6).
Dalam Nama Yesus ada Keselamatan (Kis 4 : 12).
Orang Kristen adalah Orang Yang Percaya kepada Kristus Yang Telah Bangkit membawa keselamatan kepada semua orang lintas batas (Kis 11 : 26).

Rabu, April 24, 2013

Teologi Wajah



Wajah-nya Mirip Wajah-Nya
*P. Benediktus Bere Mali SVD*
Saya selalu menyimpan foto Bapa dan mama di dompet. Saya ketika kangen sama orang tua saya membuka dompet lalu melihat foto wajah mama dan bapa. Semakin sering melihat wajah Bapa dan mama semakin saya menemukan bahwa wajah Bapa dan Mama semakin mirip. Saya sampai suatu saat mengatakan dalam hati bahwa wajah bapa dan mama mirip sekali. Bahkan saya mengatakan kepada mama dan bapa seperti kakak dan adik bukan sebagai orang asing yang berbeda satu dengan yang lain.


Pada tanggal 1-3 April 2011 ada pertemuan di sebuah tempat rumah retret di Jawa Timur, Keuskupan Malang. Dalam pertemuan itu ada satu pokok pembicaraan itu yang sangat menyentuh saya. Tema pembicaraan itu adalah mengenal sesama melalui wajah. Pembicaran itu bermuara dari psikologi wajah menuju teologi wajah.
Psikologi wajah berkata bahwa semakin lama hidup dalam kebersamaan dalam aneka ilmu yang mengitari manusia semakin mirip tampilan wajah-wajah yang hidup bersama. Semakin tulus hidup orang-orang dalam sebuah kebersamaan komunitas atau kelompok  semakin mirip wajah-wajah manusia yang hidup di dalam ketulusan di dalam komunitas atau kelompok itu. Sebaliknya semakin beda dalam segala lini kehidupan setiap individu yang hidup di dalam sebuah kebersamaan dalam sebuah komunitas, semakin beda tampilan wajah-wajah individu yang hidup di dalam kebersamaan itu. Semakin rukun individu-individu yang ada di dalam sebuah kelompok, keluarga, komunitas, semakin mirip wajah-wajah dari setiap individu yang ada di dalam sebuah komunitas keluarga atau komunitas biara atau dalam sebuah Gereja. Semakin setiap individu hidup mengabaikan agenda bersama dan tujuan bersama dan mengutamakan tujuan pribadi atau golongan, sehingga melahirkan aneka konflik dalam berbagai bidang kehidupan, semakin beda wajah-wajah setiap individu yang hidup di dalam sebuah komunitas keluarga atau komunitas biara atau komunitas Gereja Katolik.
Injil hari ini berbicara tentang Kesamaan wajah Yesus, wajah Bapa dan wajah Roh Kudus. Wajah Trinitas sama, dari kekal sampai kekal dalam komunitas Allah Tritunggal Maha Kudus. Kesamaan itu dalam pola pikir, cara berkata dan cara kerja yang mempunyai satu tujuan yaitu menyelamatkan semua orang lintas batas.
Para Rasul adalah orang yang dekat dan tinggal bersama dengan Yesus secara utuh   dalam iman yang kokoh kepada Yesus Kristus Yang Telah Bangkit. Wajah mereka semakin dekat dengan wajah Yesus maka semakin mirip wajah mereka dengan Wajah Yesus. Selalu mereka tinggal di dalam kedekatan iman kepada Tuhan Yesus yang telah bangkit, semakin mereka mirip dengan wajah Tuhan Yesus. Artinya bahwa kedekatan dengan Yesus secara tulus dan ikhlas dalam iman itu membentuk kemiripian dalam pola pikir,  cara berkata, dan cara bekerja untuk tujuan menyelamatkan semua orang langgar batas. Pewartaan dan mujizat para murid mirip dengan sabda dan tanda yang telah dilakukan Yesus selama hidup bersama dengan mereka secara fisik. Paskah selalu menghadirkan  Roh Kebangkitan Kristus di dalam diri para murid yang mewartakan kebangkitanNya kepada segala bangsa dan mengadakan mujizat-mujizat  dalan nama Yesus yang telah bangkit. Mereka yang mengalami mujizat semakin percaya kepada Kristus yang telah bangkit dan memberikan kesaksian   iman kepada sesame tentang pengalaman kebangkitan yang dialami di dalam mujizat itu.
Kita setiap hari berdoa dan mengikuti Ekaristi Kudus.  Doa pribadi dan doa bersama secaa tulus dan penuh cinta, adalah ungkapan kedekatan kita yang sangat mendalam dengan Wajah Tuhan Yesus yang telah bangkit menyelamatkan kita dan semua orang melintas batas. Semakin dalam hubungan iman yang tulus kepada wajah Tuhan Yesus, maka semakin mirip cara berpikir kita, cara berkata-kata kita dan cara bertindak kita sesuai Yesus yang datang ke dunia hanya untuk menyelamatkan semua orang melintas batas bukan menghakimi sesama.
Seorang imam semakin dalam merayakan Ekaristi maka semakin mirip atau hidupnya seperti Yesus. Sebaliknya seorang imam yang semakin jauh dari Ekaristi semakin jauh kemiripan wajahnya dengan WajahNya. Seorang yang setia berdoa kepada Tuhan, wajahnya seperti wajah Allah. Contoh pengalaman Stefanus ketika dirajam. Sebaliknya orang yang berdoa rame-rame dan keluar dari tempat ibadah membakar kediaman orang lain atau membakar sesama secara bengis itu kontradiksi antara doa dengan perilakunya. Artinya wajah fisiknya berdoa tetapi wajah hatinya asing dengan wajah Allah.


Homili Rabu 24 April 2013 di Paroki Roh Kudus Rungkut Surabaya
Kis 12 : 24 – 13 : 5a
Mzm 67 : 2 – 3.5.6.8
Yoh 12 : 44 – 50

***


Homili Rabu 24 April 2013 di Paroki Roh Kudus Rungkut Surabaya
Kis 12 : 24 – 13 : 5a
Mzm 67 : 2 – 3.5.6.8
Yoh 12 : 44 – 50

***

Homili Rabu 24 April 2013



Wajah-nya Mirip Wajah-Nya
*P. Benediktus Bere Mali SVD*
Saya selalu menyimpan foto Bapa dan mama di dompet. Saya ketika kangen sama orang tua saya membuka dompet lalu melihat foto wajah mama dan bapa. Semakin sering melihat wajah Bapa dan mama semakin saya menemukan bahwa wajah Bapa dan Mama semakin mirip. Saya sampai suatu saat mengatakan dalam hati bahwa wajah bapa dan mama mirip sekali. Bahkan saya mengatakan kepada mama dan bapa seperti kakak dan adik bukan sebagai orang asing yang berbeda satu dengan yang lain.


Pada tanggal 1-3 April 2011 ada pertemuan di sebuah tempat rumah retret di Jawa Timur, Keuskupan Malang. Dalam pertemuan itu ada satu pokok pembicaraan itu yang sangat menyentuh saya. Tema pembicaraan itu adalah mengenal sesama melalui wajah. Pembicaran itu bermuara dari psikologi wajah menuju teologi wajah.
Psikologi wajah berkata bahwa semakin lama hidup dalam kebersamaan dalam aneka ilmu yang mengitari manusia semakin mirip tampilan wajah-wajah yang hidup bersama. Semakin tulus hidup orang-orang dalam sebuah kebersamaan komunitas atau kelompok  semakin mirip wajah-wajah manusia yang hidup di dalam ketulusan di dalam komunitas atau kelompok itu. Sebaliknya semakin beda dalam segala lini kehidupan setiap individu yang hidup di dalam sebuah kebersamaan dalam sebuah komunitas, semakin beda tampilan wajah-wajah individu yang hidup di dalam kebersamaan itu. Semakin rukun individu-individu yang ada di dalam sebuah kelompok, keluarga, komunitas, semakin mirip wajah-wajah dari setiap individu yang ada di dalam sebuah komunitas keluarga atau komunitas biara atau dalam sebuah Gereja. Semakin setiap individu hidup mengabaikan agenda bersama dan tujuan bersama dan mengutamakan tujuan pribadi atau golongan, sehingga melahirkan aneka konflik dalam berbagai bidang kehidupan, semakin beda wajah-wajah setiap individu yang hidup di dalam sebuah komunitas keluarga atau komunitas biara atau komunitas Gereja Katolik.
Injil hari ini berbicara tentang Kesamaan wajah Yesus, wajah Bapa dan wajah Roh Kudus. Wajah Trinitas sama, dari kekal sampai kekal dalam komunitas Allah Tritunggal Maha Kudus. Kesamaan itu dalam pola pikir, cara berkata dan cara kerja yang mempunyai satu tujuan yaitu menyelamatkan semua orang lintas batas.
Para Rasul adalah orang yang dekat dan tinggal bersama dengan Yesus secara utuh   dalam iman yang kokoh kepada Yesus Kristus Yang Telah Bangkit. Wajah mereka semakin dekat dengan wajah Yesus maka semakin mirip wajah mereka dengan Wajah Yesus. Selalu mereka tinggal di dalam kedekatan iman kepada Tuhan Yesus yang telah bangkit, semakin mereka mirip dengan wajah Tuhan Yesus. Artinya bahwa kedekatan dengan Yesus secara tulus dan ikhlas dalam iman itu membentuk kemiripian dalam pola pikir,  cara berkata, dan cara bekerja untuk tujuan menyelamatkan semua orang langgar batas. Pewartaan dan mujizat para murid mirip dengan sabda dan tanda yang telah dilakukan Yesus selama hidup bersama dengan mereka secara fisik. Paskah selalu menghadirkan  Roh Kebangkitan Kristus di dalam diri para murid yang mewartakan kebangkitanNya kepada segala bangsa dan mengadakan mujizat-mujizat  dalan nama Yesus yang telah bangkit. Mereka yang mengalami mujizat semakin percaya kepada Kristus yang telah bangkit dan memberikan kesaksian   iman kepada sesame tentang pengalaman kebangkitan yang dialami di dalam mujizat itu.
Kita setiap hari berdoa dan mengikuti Ekaristi Kudus.  Doa pribadi dan doa bersama secaa tulus dan penuh cinta, adalah ungkapan kedekatan kita yang sangat mendalam dengan Wajah Tuhan Yesus yang telah bangkit menyelamatkan kita dan semua orang melintas batas. Semakin dalam hubungan iman yang tulus kepada wajah Tuhan Yesus, maka semakin mirip cara berpikir kita, cara berkata-kata kita dan cara bertindak kita sesuai Yesus yang datang ke dunia hanya untuk menyelamatkan semua orang melintas batas bukan menghakimi sesama.
Seorang imam semakin dalam merayakan Ekaristi maka semakin mirip atau hidupnya seperti Yesus. Sebaliknya seorang imam yang semakin jauh dari Ekaristi semakin jauh kemiripan wajahnya dengan WajahNya. Seorang yang setia berdoa kepada Tuhan, wajahnya seperti wajah Allah. Contoh pengalaman Stefanus ketika dirajam. Sebaliknya orang yang berdoa rame-rame dan keluar dari tempat ibadah membakar kediaman orang lain atau membakar sesama secara bengis itu kontradiksi antara doa dengan perilakunya. Artinya wajah fisiknya berdoa tetapi wajah hatinya asing dengan wajah Allah.


Homili Rabu 24 April 2013 di Paroki Roh Kudus Rungkut Surabaya
Kis 12 : 24 – 13 : 5a
Mzm 67 : 2 – 3.5.6.8
Yoh 12 : 44 – 50

***


Homili Rabu 24 April 2013 di Paroki Roh Kudus Rungkut Surabaya
Kis 12 : 24 – 13 : 5a
Mzm 67 : 2 – 3.5.6.8
Yoh 12 : 44 – 50

***