Kamis, Mei 02, 2013

Kebebasan vs Keterbatasan dalam Karl Jaspers




HIDUP :  BEBAS ATAU BATAS
*P. Beny  Mali, SVD*
             
Pengantar / Introduksi
              Setiap kali saya berada di samping sesama yang sakit dan sesama yang telah meninggal senantiasa muncul aneka perasaan sekaligus pertanyaan kepada Yang Empunya kuasa atas kehidupan dan juga kepada diri sendiri dan kepada sesama manusia.
              Perasaan yang muncul dalam diri adalah duka, sedih, dan takut akan kematian. Pertanyaan kepada Tuhan adalah: kalau Tuhan pemilik hidup dan kehidupan itu bisa disogok dengan harta kekayaan untuk memperpanjang usia, untuk hidup seribu tahun lagi, seperti yang dirindukan sastrawan Chairil Anwar, maka betapa bahagianya manusia yang memiliki harta kekayaan berlimpah-limpah karena merekalah yang mendiami dan memenuhi dunia ciptaan Tuhan sang pemilik hidup dan kehidupan yang abadi. 
              Tuhan menyatakan keadilanNya yang sejati secara nyata di dalam yang namanya Kematian yang dialami setiap manusia dan yang telah dialami PuteraNya Yesus Kristus pembuka jalan sekaligus jalan menuju Surga, melalui Rahim Bumi. Tuhan adalah Jalan ke Surga dan jalan dari Surga (aspek Spiritual  Ing Ngarso Sungtulado). Yesus berasal dari Kerahiman Allah ke dunia melalui Rahim Biologis St. Perawan Maria dan berkarya di Dunia (aspek spiritual Ing Madya Mangunkarsa). Sabda dan KaryaNya yang menyelamatkan bermuara pada penderitaan dan cinta yang diungkapkan dalam derita Salib, wafat dan dimakamkan di dalam perut bumi yang disebut sebagai Rahim Bumi, dan tiga hari bangkit dari kubur atau lahir kembali dari rahim Bumi, lalu kemudian kembali ke kerahiman Allah di Surga. Yesus bersal dari Allah dan kembali kepada Allah (Yoh 13). Yesus ke Rumah bapa menyiapkan tempat bagi setiap orang lintas batas yang menaruh kepercayaan yang tulus kepadaNya (Yoh 14 ). Yesus adalah contoh jalan menuju surge bagi semua orang yang percaya kepadaNya. Yesus mendorong dan memotivasi setiap orang lintas batas, yang percaya kepadaNya, berjalan menuju Surga melewati jalan-jalan yang telah dilewatiNya. Yesus adalah Gembala yang menuntun dari belakang semua orang lintas batas yang percaya kepadaNya, menuju kediaman Surga, seperti Gembala Itik yang selalu berada di barisan belakang itik, menuju kandangnya. Roh Kristus selalu menuntun dari belakang, setiap orang lintas batas yang percaya kepadaNya, menuju Rumah KediamanNya di Surga (Aspek Tutwuri Handayani).
              Yesus mengalami situasi Batas yaitu kematian dan menerima situasi batas itu sebagai bagian dari jalan menuju hidup dan kehidupan yang sejati, sebagai ungkapan keotentikan pribadi yang sesungguhnya.  Mengarahkan seluruh hidup dan kehidupan kepada yang Transenden. Yang dimaksudkan dengan Transenden adalah Allah Bapa di Surga.
              Pertanyaan bagi manusia adalah : Apa artinya kebebasan yang sejati bagi manusia? Kebebasan manusia yang sejati di dunia adalah ketika manusia bebas tanpa beban memasrahkan seluruh diri di saat pengalaman akan kematiannya yang disebut Filsuf Eksistensialis Karl Jaspers sebagai Granzsituation (Situasi Batas).  Kepasrahan total kepada yang transenden pada pengalaman akan kematian mengungkapkan diri yang otentik di dalam hidup dan kehidupannya. Yang Transenden itu adalah Tuhan pemilik hidup dan kehidupan. Dia telah memberi hidup dan Dia pula yang kembali mengambil hidup.

HOMILI
              Saya mencoba membagi renungan ini dalam dua bagian besar. Hidup manusia senantiasa diwarnai oleh hidup yang bebas dan Hidup yang Batas. Inspirasi muncul dari Filsuf Eksistensialis Karl Jaspers tentang Kebebasan dan Situasi Batas, dalam konteks pemaknaan Kematian sebagai jalan kembali ke kehidupan yang sejati.

BEBAS : TANPA BATAS

              Hidup kita pasa zaman ini tiada batas. Internet berperan menerobos batas-batas tembok yang dibangun. Informasi dapat dikirim internet menembus batas-batas tembok dan batas privacy yang dimiliki manusia. Setiap pribadi manusia yang membuka pintu hatinya, pintu rumahnya, pintu otaknya, pintu tubuhnya bagi tamu internet yang datang membawa berita positif dan negatif, maka berita itu tanpa permisi mendiami rumah hati, rumah otak, rumah tubuh dan rumah kediaman setiap manusia. Hp, BB, Ipad, laptop, komputer, adalah ruang tamu yang menerima tamu internet sekaligus kediaman internet dengan dua berita sekaligus positif dan negatif siap dikonsumsi setiap manusia dalam kebebasannya yang dapat menyelamatkan diri sendiri dan sesama atau menghancurkan diri sendiri atau sesama. Berita negatif  dipilih sebagai yang utama, maka berita negatif menjadi subyek yang mengatur manusia sesuai kehendaknya yang menghancurkan. Sebaliknya kalau kebebasan manusia memilih berita positif sebagai yang utama, maka berita positif menjadi subyek yang menjadi kompas yang menyelamatkan manusia dalam segala lini bidang kehidupan yang menyertainya.
              Pesawat dapat menerbangkan manusia dari suatu tempat ke tempat lain secara cepat. Transportasi laut dapat berlayar membawa manusia dari suatu pulau ke pulau yang dituju. Barang-barang yang dibutuhkan dapat dibawa dari satu pulau ke pulau lain dalam waktu yang relatif singkat. Transportasi darat dapat mengantar manusia dari suatu tempat ke tempat lain di atas bumi ini secara cepat. Tetapi tidak ada internet dari Surga ke dunia yang memberitakan tentang kapan setiap orang mati. Tidak ada pesawat yang mengantar orang dari bandara di bumi ini menuju bandara di Surga. Tidak ada orang yang dapat menunda kematian atau terus memperpanjang usia seribu tahun secara bilogis fisik. Itulah disebut situasi Batas. Bagaimana semestinya manusia bersikap terhadap situasi Batas itu? Karl Jaspers memberikan refleksi yang bagus bagi kita.


SITUASI BATAS : KEMATIAN

              Manusia hidup tanpa batas di dunia ini melalui internet dan transportasi. Tetapi kita belum pernah mendengar, seseorang dari dunia ini langsung mengrim email kepada Tuhan di Surga. Kita belum pernah mendengar ada satu alat transportasi yang mengangkut manusia dari bumi ke Surga. Kita belum pernah menemukan satu pesawat yang langsung take of dari Bandara di dunia ini menuju bandara di Surga. Kita belum melihat satu kendaraan yang membawa manusia dari pulau bumi menuju pulau yang namanya Surga. Kita tidak pernah menemukan satu kreta api yang membawa manusia dari stasiun dunia ke stasius surga.
              Kita hanya tahu jalan ke Surga adalah jalan melalui rahim bumi. Jalan ke surga adalah jalan melalui yang namanya kematian. Jalan ke Surga melalui situasi batas yaitu kematian.  Kematian menurut Karl Jaspers, adalah situasi batas manusia. Ketika manusia menerima situasi batas itu secara bebas, pasrah, tidak menolak, disitulah kemurnian eksistensi manusia yang utuh tanpa cacat.  Kematian adalah jalan kepasrahan total kepada yang transenden.
              Trasenden itu adalah Allah. Allah yang memiliki hidup. Hidup itu Allah berikan kepada kita manusia melalui lahir dari kerahimanNya ke dunia melalui rahim seorang ibu biologis yang melahirkan kita masing-masing.  Kelahiran ke dunia berakhir dengan kematian dan pemakaman di dalam rahim bumi. Melewati rahim Bumi, setiap orang berjalan menuju Surga tempat kerahiman Allah yang sejati.
              Tinggal di dalam kerahiman Allah adalah keselamatan yang abadi. Jalan dari kerahiman Allah ke dunia melalui Rahim Ibu Biologis kemudian melalui rahim Bumi kembali ke kerahiman Allah telah dilewati Tuhan Yesus sebagai pusat iman dan keselamatan kita. Yesus adalah Jalan yang tepat meuju kerahiman Allah bagi banyak orang yang masih mengalami disorientasi jalan kembali ke kerahiman Allah. Yesus adalah Kebenaran bagi setiap orang yang masih mengalami ketidakpastian akan masa depan yang penuh di dalam kerahiman Allah. Yesus adalah kehidupan bagi setiap orang yang masih mengalami ketidakberdayaan mengangkat harkat dan martabat kemanusiaan manusia yang berkeimanan kepada Tuhan Yesus. Hanya dalam nama Yesus ada keselamatan sebagaimana tertulis di dalam Kisah Para Rasul 4 : 12.  Tiada nama lain selain dalam nama Yesus ada keselamatan.
              Kita sebagai orang Kristen kelahiran kita diawali di Anthiokia seperti dikatakan di dalam Kisah Para Rasul 11 : 26.  Orang Kristen adalah orang yang percaya kepada Kristus yang telah bangkit puncak keselamatan semua orang lintas batas yang percaya kepadaNya. Kepercayaan itu menyelamatkan kita dan menyelamatkan sesama. Contoh iman Marta Yoh 11: 25 – 27. Iman  Marta membangkitkanLazarus saudaranya yang telah meninggal. Iman kita juga memiliki aspek sosial, yaitu menyelamatkan sesama. Doa kita ini adalah contoh nyata bahwa kita berdoa bagi Ibu Susana Tanza untuk dosa-dosanya diampuni dan diselamatkan oleh Tuhan. Maka kita selalu berdoa bagi Ibu Susana dalam misa ini dan dalam hari – hari selanjutnya agar dosanya diampuni dan diberi kebahagiaan kekal dalam kerahimanNya.


Homili Misa Requiem Ibu Susana Tanza

Rabu 1 Mei 2013 di Ruang G Adi Jasa- Surabaya
Why  20 : 11 - 15
Yoh 14 : 1 - 6

Rabu, Mei 01, 2013

Homili Rabu 1 Mei 2013



 
“RANTING ANGGUR :
Berbuah atau Mandul”
*P. Beny Mali, SVD*
 Kehidupan bersama entah dalam komunitas keluarga ataupun kehidupan komunitas hidup membiara, diwarnai dengan beraneka tingkatan relasi antara sesama. Ada relasi yang kelihatan secara fisik eksternal “kompak” tetapi secara internal, hatinya asing satu terhadap yang lain. Ada relasi yang kelihatan secara keluar tidak “kompak” tetapi secara ke dalam, hatinya dekat satu sama lain. Ada relasi yang kompak secara lahir maupun bathin antara sesama yang hidup bersama dalam komunitas keluarga maupun di dalam komunitas hidup membiara.  Ada relasi yang tidak kompak secara lahir maupun secara spiritual. Dari keempat model relasi yang disebutkan di atas, Relasi yang paling ideal adalah Relasi yang dibangun di atas dasar Kekompakan antara anggota komunitas keluarga maupun komunitas hidup membiara, baik dalam misi ad intra maupun dalam misi ad extra.
Yesus membangun Relasi dengan para muridNya dalam komunitasNya, berdasarkan kesatuan yang mendalam secara lahir saat Yesus masih hidup bersama dengan mereka secara manusiawi, dan secara spiritual setelah Yesus kembali ke Rumah Bapa. Relasi Yesus dengan Para Murid itu seperti kesatuan antara Pokok Anggur dengan Ranting-Rantingnya yang menghasilkan banyak buah. Sebaliknya terputusnya kesatuan Ranting dengan Pokok Anggur, maka ranting akan kering dan tidak menghasilkan buah anggur. Demikian juga Relasi Yesus dengan Para MuridNya. Yesus adalah pokok Anggur yang benar. Para murid adalah ranting-rantingNya. Kesatuan antara Yesus dengan Para MuridNya dalam misi ad intra dan misi Ad Extra, menghasilkan buah keselamatan yang berlipatganda baik secara kedalam mapun secara keluar. Sebaliknya Perpisahan atau terputusnya kesatuan antara para murid sebagai ranting dengan Yesus sebagai pokok anggur yang benar, ranting akan berubah menjadi sumber yang kering bagi diri sendiri dan bagi sesama yang dilayani.
Komunitas 12 Rasul dengan Yesus sebagai Pemimpin Komunitas, Tuhan Yesus senantiasa memberikan aliran kehidupan secara spiritual kepada para muridNya sebagai ranting-ranting yang diharapkan dapat menghasilkan banyak buah keselamatan bagi diri mereka sendiri maupun bagi sesama yang mereka layani. Tetapi dalam kenyataan, 11 MuridNya senantiasa hidup dan tinggal dalam aliran kehidupan yang dialirkan Tuhan Yesus sebagai pokok anggur yang benar kepadanya, sedangkan Yudas Iskariot memilih sebagai ranting yang memutuskan diri dari kesatuan dari Yesus sebagai sumber hidup yang mengalirkan sumber hidup yang sejati kepadanya. Keterpisahannya dengan Yesus bukan menghasilkan buah anggur keselamatan tetapi kesesatan dan menjadi sumber yang kering bagi dirinya dan bagi sesamanya. Akhir hidup Yudas Iskariot sungguh mengerikan sebagai buah-buah asam dari kelepaspisahannya dengan Yesus sebagai pokok anggur yang benar. Itulah buah-buah dari tinggal di luar dari Yesus bukan senantiasa tinggal di dalam Yesus.
Kita adalah Murid Yesus dalam kehidupan iman dan kepercayaan kita. Yesus adalah pokok anggur keselamatan bagi kita. Kita adalah ranting-rantingNya. Kita menjadi ranting-ranting yang menghasilkan buah-buah keselamatan atau sumber keselamatan yang menyegarkan sesama yang kita layani atau hidup bersama kita di dalam komunitas tempat tinggal kita, kalau kita senantiasa mengikat persatuan yang kokoh dengan Yesus sebagai sumber keselamatan yang selalu menyegarkan dan tidak pernah kering bagi kita dan bagi semua orang yang setia percaya kepadaNya. Yesus sebagai sumber yang menyegarkan senantiasa ada dan hadir dalam firmanNya dan Ekaristi yang kita rayakan setiap hari.
Kealpaan kita dalam doa yang berpuncak di dalam Ekaristi adalah awal perpisahan kita dengan sumber keselamatan yang tidak pernah kering, menuju diri pengikut Yesus yang memiliki sumber yang kering dalam tugas dan karya pelayanan kita. Kalau sumber spiritual kita kering, orang menjauh dari sumber yang kering.  Kita tidak mau sumber rohani kita kering. Kita berharap sumber kita selalu bersih  dan menyegarkan. Untuk itu sumber yang sejati adalah Kristus yang selalu hadir dalam FirmanNya dan Ekaristi, setiap hari mengundang kita untuk menghadiri perjamuan Ekaristi supaya setiap hari kita menimbah kekuatan dari Kristus Sang Sumber Spiritualitas yang selalu menyegarkan dan membangkitkan.***

Homili Rabu 1 Mei 2013
Kis 15 : 1 – 6
Mzm 122 : 1 -2.4-4a.4b-5
Yoh 15 : 1 - 8

"RANTING ANGGUR : Berbuah atau Mandul"



 “RANTING ANGGUR :
Berbuah atau Mandul”
*P. Beny Mali, SVD*

Kehidupan bersama entah dalam komunitas keluarga ataupun kehidupan komunitas hidup membiara, diwarnai dengan beraneka tingkatan relasi antara sesama. Ada relasi yang kelihatan secara fisik eksternal “kompak” tetapi secara internal, hatinya asing satu terhadap yang lain. Ada relasi yang kelihatan secara keluar tidak “kompak” tetapi secara ke dalam, hatinya dekat satu sama lain. Ada relasi yang kompak secara lahir maupun bathin antara sesama yang hidup bersama dalam komunitas keluarga maupun di dalam komunitas hidup membiara.  Ada relasi yang tidak kompak secara lahir maupun secara spiritual. Dari keempat model relasi yang disebutkan di atas, Relasi yang paling ideal adalah Relasi yang dibangun di atas dasar Kekompakan antara anggota komunitas keluarga maupun komunitas hidup membiara, baik dalam misi ad intra maupun dalam misi ad extra.
Yesus membangun Relasi dengan para muridNya dalam komunitasNya, berdasarkan kesatuan yang mendalam secara lahir saat Yesus masih hidup bersama dengan mereka secara manusiawi, dan secara spiritual setelah Yesus kembali ke Rumah Bapa. Relasi Yesus dengan Para Murid itu seperti kesatuan antara Pokok Anggur dengan Ranting-Rantingnya yang menghasilkan banyak buah. Sebaliknya terputusnya kesatuan Ranting dengan Pokok Anggur, maka ranting akan kering dan tidak menghasilkan buah anggur. Demikian juga Relasi Yesus dengan Para MuridNya. Yesus adalah pokok Anggur yang benar. Para murid adalah ranting-rantingNya. Kesatuan antara Yesus dengan Para MuridNya dalam misi ad intra dan misi Ad Extra, menghasilkan buah keselamatan yang berlipatganda baik secara kedalam mapun secara keluar. Sebaliknya Perpisahan atau terputusnya kesatuan antara para murid sebagai ranting dengan Yesus sebagai pokok anggur yang benar, ranting akan berubah menjadi sumber yang kering bagi diri sendiri dan bagi sesama yang dilayani.
Komunitas 12 Rasul dengan Yesus sebagai Pemimpin Komunitas, Tuhan Yesus senantiasa memberikan aliran kehidupan secara spiritual kepada para muridNya sebagai ranting-ranting yang diharapkan dapat menghasilkan banyak buah keselamatan bagi diri mereka sendiri maupun bagi sesama yang mereka layani. Tetapi dalam kenyataan, 11 MuridNya senantiasa hidup dan tinggal dalam aliran kehidupan yang dialirkan Tuhan Yesus sebagai pokok anggur yang benar kepadanya, sedangkan Yudas Iskariot memilih sebagai ranting yang memutuskan diri dari kesatuan dari Yesus sebagai sumber hidup yang mengalirkan sumber hidup yang sejati kepadanya. Keterpisahannya dengan Yesus bukan menghasilkan buah anggur keselamatan tetapi kesesatan dan menjadi sumber yang kering bagi dirinya dan bagi sesamanya. Akhir hidup Yudas Iskariot sungguh mengerikan sebagai buah-buah asam dari kelepaspisahannya dengan Yesus sebagai pokok anggur yang benar. Itulah buah-buah dari tinggal di luar dari Yesus bukan senantiasa tinggal di dalam Yesus.
Kita adalah Murid Yesus dalam kehidupan iman dan kepercayaan kita. Yesus adalah pokok anggur keselamatan bagi kita. Kita adalah ranting-rantingNya. Kita menjadi ranting-ranting yang menghasilkan buah-buah keselamatan atau sumber keselamatan yang menyegarkan sesama yang kita layani atau hidup bersama kita di dalam komunitas tempat tinggal kita, kalau kita senantiasa mengikat persatuan yang kokoh dengan Yesus sebagai sumber keselamatan yang selalu menyegarkan dan tidak pernah kering bagi kita dan bagi semua orang yang setia percaya kepadaNya. Yesus sebagai sumber yang menyegarkan senantiasa ada dan hadir dalam firmanNya dan Ekaristi yang kita rayakan setiap hari.
Kealpaan kita dalam doa yang berpuncak di dalam Ekaristi adalah awal perpisahan kita dengan sumber keselamatan yang tidak pernah kering, menuju diri pengikut Yesus yang memiliki sumber yang kering dalam tugas dan karya pelayanan kita. Kalau sumber spiritual kita kering, orang menjauh dari sumber yang kering.  Kita tidak mau sumber rohani kita kering. Kita berharap sumber kita selalu bersih  dan menyegarkan. Untuk itu sumber yang sejati adalah Kristus yang selalu hadir dalam FirmanNya dan Ekaristi, setiap hari mengundang kita untuk menghadiri perjamuan Ekaristi supaya setiap hari kita menimbah kekuatan dari Kristus Sang Sumber Spiritualitas yang selalu menyegarkan dan membangkitkan.***

Homili Rabu 1 Mei 2013
Kis 15 : 1 – 6
Mzm 122 : 1 -2.4-4a.4b-5
Yoh 15 : 1 - 8

Homili Selasa 30 April 2013



 ORANG LAIN : Neraka  atau Surga
*P. Beny Mali, SVD*


Kita melihat judul buku di atas, pasti ada berbagai perasaan yang muncul di dalam pikiram kita. Saya setelah melihat judul buku di atas, ada dua hal yang muncul di dalam pikiran saya. Manusia itu bisa jadi menjadi neraka bagi diri sesama. Manusia itu bisa jadi berkat atau surge bagi sesama.
Filsuf Jean Paul Sartre mengemukakan bahwa sesama adalah neraka bagi sesamanya yang lain. Ia mengatakan bahwa sesama adalah neraka bagi sesama yang lain muncul dari dua latarbelakang yang mewarnai pemikirannya. Kehidupan masa kecilnya yang merasa terasing oleh pergaulannya dengan teman-teman sebayanya, kondisi keluarganya yang tertutup dalam membangun relasi keomunikasi dengan sesama sekitar. Kekejaman perang dunia kedua (1939-1945) yang membawa penderitaan dan kematian yang menunjukan kehadiran neraka yang nyata di dalam pengalaman hidup Jean Paul Sartre.
 Pengalaman saya berbeda dengan pengalaman Jean Paul Sartre. Ketika saya pertama kali datang di Pulau Jawa pada tahun 1995, turun di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, saya bertemu dengan Mas Sipri yang tampil bukan menjadi neraka bagi saya tetapi menjadi Surga bagi saya. Mas Sipri itu membantu saya menunjukkan kendaraan dari Pelabuhan Perak ke Terminal Bungrasi. Kemudian Saudari Elsy Safran dan Saudara Vinsen menyusul menyambut kami dari Pelabuhan Perak sampai ke Novisiat Batu – Malang tempat tujuan kami. Saudara Sipri, Vinsen dan Saudari Elsy Safran sungguh menjadi pembawa damai bagi saya saat saya pertama kali menginjakkan kaki di Pulau Jawa pada tahun 1995.
Injil hari ini berbicara tentang “Damia Sejahtera”. Yesus hadir sebagai pembawa Damai Sejahtera Bagi Para MuridNya. Yesus adalah Pembawa Surga bagi dunia dan membawa atau mengantar semua orang di dunia menuju Surga (Yoh 14 : 6). Yesus adalah jalan keselamatan bagi semua lintas batas yang percaya kepadaNya (Kis 4:12).  Paulus dan Barnabas mewartakan Kristus sang penyelamat bagi semua orang baik Yahudi maupun Yunani.  Ketika kelompok Sanhedrin masih terus menindas umat kristiani perdana yang percaya kepada Kristus, Paulus dan Barnabas membawa damai dan kekuatn serta peneguhan kepada mereka agar tetap setia kepada Tuhan di jalan menuju Kerajaan Surga pusat kedamaian abadi yang sedang menanti, yang di temukan di atas jalan bersama Tuhan Yesus dalam sukan maupun duka, dalam kemerdekaan maupun dalam penindasan.
Kita adalah orang beriman yang percaya kepada Yesus sebagai pemawa damai sejati. Kehadiran kita bukan menjadi beban bagi sesame tetapi membawa berkat bagi sesama. Kehadiran kita bukan menyalibkan sesama melainkan membangkitkan sesama. Kehadiran kita bukan menjadi neraka bagi sesame meliankan menjadi surga bagi sesame.

Homili Selasa, 30 April 2013
Kis 14 : 19 – 28
Mzm 145 : 10 – 11. 12 -13ab.21
Yoh 14 : 27 – 31a