Rabu, Mei 29, 2013

“LEAD BY EXAMPLE”


*P.Benediktus Bere Mali, SVD*

Manusia adalah multidimensi. Satu dimensi yang ditampilkan pada kesempatan ini adalah kepemimpinan. Satu tokoh yang terkenal memberikan cara menjadi seorang pemimpin yang baik adalah Kihajar Dewanatara. Ia memberikan tiga cara prinsip yang semestinya dimiliki seorang pemimpin yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo artinya seorang pemimpin memberikan contoh kepada mereka yang dipimpin atau seorang pemimpin berjalan di depan mereka yang dipimpinnya; Ing Madya Mangunkarsa yang artinya seorang pemimpin hadir di antara yang dipimpinnya dengan memberikan semangat kepada yang dipimpinnya; dan Tut Wuri Handayani yang berarti seorang pemimpin mendorong dari belakang mereka yang dipimpinnya ke arah yang baik dan benar, yang berbobot untuk kebaikan bersama dan diri sendiri.
          Yesus dan murid – muridNya datang ke Yerusalem untuk melihat penderitaan Yesus dan kemenangan Tuhan Yesus atas maut. Perjalanan itu sepertinya sudah diatur sedemikian rapi. Yesus adalah pemimpin dan Guru bagi para muridNya dengan berjalan di depan mereka berjalan menuju Yerusalem untuk sang Guru menderita, wafat, dan kemudian bangkit pada hari ketiga sebagai bukti kemenangan Tuhan Yesus atas maut dan kematian. Para muridNya dengan penuh kecemasan dan ketakutan serta pemikiran akan suksesi kepemimpinan, sambil terus setia mengikuti Tuhan Yesus menuju Yerusalem dari belakang Sang Guru. Ada murid yang tenggelam dalam kecemasan dan ketakutan terus mengikuti Tuhan Yesus. Ada yang dikuasai oleh perebutan kekuasaan dan mengungkapkan ambisinya itu kepada Tuhan Yesus. Menghadapi ambisi dua murid yang minta posisi atau kedudukan pada Yesus itu, sepuluh murid yang lain marah terhadap mereka dua. Kesempatan itu menjadi konteks yang paling baik digunakan Tuhan Yesus untuk memberikan pencerahan kepada para murid tentang intisari menjadi pemimpin.
     Yesus menjelaskan dengan memberikan contoh. Menjadi pemimpin untuk menjadi hamba yang melayani sampai mati seperti diriNya yang berjalan ke Yerusalem menuju derita salib di jalan menuju Golgota untuk menyelamatkan semua orang lintas batas yang percaya kepadaNya. Menjadi pemimpin bukan untuk menjadi pribadi yang dilayani oleh bawahannya.
     Kita umat Katolik percaya kepada Tuhan Yesus yang memimpin dengan memberi contoh kepada kita para pengikutNya. Orang berkata bahwa kata-kata itu menggerakkan tetapi teladan hidup atau contoh hidup itu lebih menggerakan.  Tuhan Yesus memiliki itu dan kita yang percaya kepadaNya pun berjuang memiliki hal itu di dalam kehidupan nyata kita.

Homili di Ursulin Jl. Dharmo Surabaya
Rabu 29 Mei 2013
Sir 36 : 1.4-5a.10-17
Mzm 79
Mrk 10:32-45

ING NGARSO SUNG TULODO



“LEAD BY EXAMPLE”
*P.Benediktus Bere Mali, SVD*

Manusia adalah multidimensi. Satu dimensi yang ditampilkan pada kesempatan ini adalah kepemimpinan. Satu tokoh yang terkenal memberikan cara menjadi seorang pemimpin yang baik adalah Kihajar Dewanatara. Ia memberikan tiga cara prinsip yang semestinya dimiliki seorang pemimpin yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo artinya seorang pemimpin memberikan contoh kepada mereka yang dipimpin atau seorang pemimpin berjalan di depan mereka yang dipimpinnya; Ing Madya Mangunkarsa yang artinya seorang pemimpin hadir di antara yang dipimpinnya dengan memberikan semangat kepada yang dipimpinnya; dan Tut Wuri Handayani yang berarti seorang pemimpin mendorong dari belakang mereka yang dipimpinnya ke arah yang baik dan benar, yang berbobot untuk kebaikan bersama dan diri sendiri.
          Yesus dan murid – muridNya datang ke Yerusalem untuk melihat penderitaan Yesus dan kemenangan Tuhan Yesus atas maut. Perjalanan itu sepertinya sudah diatur sedemikian rapi. Yesus adalah pemimpin dan Guru bagi para muridNya dengan berjalan di depan mereka berjalan menuju Yerusalem untuk sang Guru menderita, wafat, dan kemudian bangkit pada hari ketiga sebagai bukti kemenangan Tuhan Yesus atas maut dan kematian. Para muridNya dengan penuh kecemasan dan ketakutan serta pemikiran akan suksesi kepemimpinan, sambil terus setia mengikuti Tuhan Yesus menuju Yerusalem dari belakang Sang Guru. Ada murid yang tenggelam dalam kecemasan dan ketakutan terus mengikuti Tuhan Yesus. Ada yang dikuasai oleh perebutan kekuasaan dan mengungkapkan ambisinya itu kepada Tuhan Yesus. Menghadapi ambisi dua murid yang minta posisi atau kedudukan pada Yesus itu, sepuluh murid yang lain marah terhadap mereka dua. Kesempatan itu menjadi konteks yang paling baik digunakan Tuhan Yesus untuk memberikan pencerahan kepada para murid tentang intisari menjadi pemimpin.
     Yesus menjelaskan dengan memberikan contoh. Menjadi pemimpin untuk menjadi hamba yang melayani sampai mati seperti diriNya yang berjalan ke Yerusalem menuju derita salib di jalan menuju Golgota untuk menyelamatkan semua orang lintas batas yang percaya kepadaNya. Menjadi pemimpin bukan untuk menjadi pribadi yang dilayani oleh bawahannya.
     Kita umat Katolik percaya kepada Tuhan Yesus yang memimpin dengan memberi contoh kepada kita para pengikutNya. Orang berkata bahwa kata-kata itu menggerakkan tetapi teladan hidup atau contoh hidup itu lebih menggerakan.  Tuhan Yesus memiliki itu dan kita yang percaya kepadaNya pun berjuang memiliki hal itu di dalam kehidupan nyata kita.

Homili di Ursulin Jl. Dharmo Surabaya
Rabu 29 Mei 2013
Sir 36 : 1.4-5a.10-17
Mzm 79
Mrk 10:32-45

Homili Rabu 29 Mei 2013



“LEAD BY EXAMPLE”
*P.Benediktus Bere Mali, SVD*

Manusia adalah multidimensi. Satu dimensi yang ditampilkan pada kesempatan ini adalah kepemimpinan. Satu tokoh yang terkenal memberikan cara menjadi seorang pemimpin yang baik adalah Kihajar Dewanatara. Ia memberikan tiga cara prinsip yang semestinya dimiliki seorang pemimpin yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo artinya seorang pemimpin memberikan contoh kepada mereka yang dipimpin atau seorang pemimpin berjalan di depan mereka yang dipimpinnya; Ing Madya Mangunkarsa yang artinya seorang pemimpin hadir di antara yang dipimpinnya dengan memberikan semangat kepada yang dipimpinnya; dan Tut Wuri Handayani yang berarti seorang pemimpin mendorong dari belakang mereka yang dipimpinnya ke arah yang baik dan benar, yang berbobot untuk kebaikan bersama dan diri sendiri.
          Yesus dan murid – muridNya datang ke Yerusalem untuk melihat penderitaan Yesus dan kemenangan Tuhan Yesus atas maut. Perjalanan itu sepertinya sudah diatur sedemikian rapi. Yesus adalah pemimpin dan Guru bagi para muridNya dengan berjalan di depan mereka berjalan menuju Yerusalem untuk sang Guru menderita, wafat, dan kemudian bangkit pada hari ketiga sebagai bukti kemenangan Tuhan Yesus atas maut dan kematian. Para muridNya dengan penuh kecemasan dan ketakutan serta pemikiran akan suksesi kepemimpinan, sambil terus setia mengikuti Tuhan Yesus menuju Yerusalem dari belakang Sang Guru. Ada murid yang tenggelam dalam kecemasan dan ketakutan terus mengikuti Tuhan Yesus. Ada yang dikuasai oleh perebutan kekuasaan dan mengungkapkan ambisinya itu kepada Tuhan Yesus. Menghadapi ambisi dua murid yang minta posisi atau kedudukan pada Yesus itu, sepuluh murid yang lain marah terhadap mereka dua. Kesempatan itu menjadi konteks yang paling baik digunakan Tuhan Yesus untuk memberikan pencerahan kepada para murid tentang intisari menjadi pemimpin.
     Yesus menjelaskan dengan memberikan contoh. Menjadi pemimpin untuk menjadi hamba yang melayani sampai mati seperti diriNya yang berjalan ke Yerusalem menuju derita salib di jalan menuju Golgota untuk menyelamatkan semua orang lintas batas yang percaya kepadaNya. Menjadi pemimpin bukan untuk menjadi pribadi yang dilayani oleh bawahannya.
     Kita umat Katolik percaya kepada Tuhan Yesus yang memimpin dengan memberi contoh kepada kita para pengikutNya. Orang berkata bahwa kata-kata itu menggerakkan tetapi teladan hidup atau contoh hidup itu lebih menggerakan.  Tuhan Yesus memiliki itu dan kita yang percaya kepadaNya pun berjuang memiliki hal itu di dalam kehidupan nyata kita.

Homili di Ursulin Jl. Dharmo Surabaya
Rabu 29 Mei 2013
Sir 36 : 1.4-5a.10-17
Mzm 79
Mrk 10:32-45

Selasa, Mei 28, 2013

Homili Selasa 28 Mei 2013



“ETIKA : Protestan vs Katolik”
*P.Benediktus Bere Mali, SVD*

Menusia itu multidimensi. Dimensi yang ditemukan dalam diri manusia yang mau ditampilkan pada kesempatan ini adalah sisi ekonomi dan iman. Manusia hidup membutuhkan uang. Kehidupan iman manusia pun dalam pengembangannya membutuhkan uang. Calvin mengatakan teologi dan kapitalisme itu sekutu. Keduanya bagaikan dua sisi dalam satu koin. Persekutuan yang kuat antara kapitalisme dan teologi dalam kenyataan lebih maju daripada teologi lebih diutamakan daripada kapitalisme. Misalnya di Indonesia daerah-daerah yang menganut persekutuan iman dan ekonomi lebih maju daripada daerah-daerah yang mengutamakan iman dan menempatan ekonomi di urutan berikutnya. Calvin lebih dalam mengatakan bahwa kemakmuran dan keselamatan itu berjalan seiring dan sejalan. Kemakmuran di dunia adalah keselamatan di dunia berjalan menuju kemakmuran dan keselamatan di Surga. Janji keselamatan Allah itu sama di dunia dan di surga, kini dan akan datang.
Pernyataan di atas menurunkan pertanyaan bagi permenungan kita. Apa perbedaan mendasar antara etika protestan dengan etika katolik. Etika protestan mengatakan bahwa kemakmuran di dunia adalah keselamatan yang menjadi nyata dari janji Allah akan keselamatan di surga. Dengan kata lain kemakmuran dan keselamatan di dunia adalah sebuah berkat dari percikan kemakmuran dan keselamatan dari langit yang telah menjadi nyata dalam perjalanan menunju kemakmuran dan keselamatan sempurna di surga yang merupakan wilayah urusan Tuhan Allah. Sedangkan etika katolik adalah utamakan Kerajaan Allah di dunia maka kemakmuran dan keselamatan dengan sendirinya akan datang dan akan mengalami kepenuhannya di Surga sesuai dengan janji Tuhan.
Bacaan Pertama menampilkan Menyuap Tuhan. Jikalau Tuhan itu bisa disuap maka pandangan Calvin yang menekankan Teologi dan Kapitalisme adalah sekutu, akan memiliki dunia dan Surga. Tuhan menerima suap kapitalis maka iman adalah milik kaum kapitalis. Orang yang memiliki kapital yang dapat mengembangkan imannya. Orang miskin dan papa akan berjalan tertatih-tatih mengembangkan imannya bahkan tidak berdaya untuk mengembangkan imannya. Tetapi Tuhan tidak menerima suap dengan cara apapun. Tuhan menutupi pintuNya bagi para penyuap. Tuhan membuka pintuNya hanya bagi orang yang tulus dan ikhlas datang kepadaNya, tanpa pamrih. Tuhan menghendaki agar semua orang menjadi kaya rohani dan kepada mereka itulah yang diterima di dalam rumahNya.
Bacaan Injil menampilkan pergulatan bathin para murid yang telah meninggalkan segala harta materi duniawi dan mengikuti Yesus sebagai pokok harta surgawi. Para murid telah mengutamakan Kerajaan Allah sebagai harta surgawi yang akan mengalami kepenuhan di Surga sesuai janjiNya. Janji itu adalah orang yang ikut Yesus tanpa kelekatan pada apapun yang bersifat duniawi akan mengalami kehidupan yang kekal.
Kita barangkali melihat pengalaman misi kita di kota dengan di desa atau pedalaman Kalimantan, dalam konteks etika katolik dan etika protestan ini, memberikan banyak inspirasi. Saya mempunyai Pengalaman pastoral di Salah Satu Paroki di Perbatasan Malaysia di Kalimantan Barat. Saya mengalami banyak kesulitan untuk melayani umat yang jauh dari pusat Paroki karena persoalan kapital, uang transportasi sungai yang begitu mahal. Umat di tempat yang jauh dari pusat paroki, dikunjungi sekali setahun. Pendalaman iman umat menuju mutu dan kuantitas pun berjalan tertatih-tatih. Sebaliknya di kota metropolitan, pembinaan iman menuju iman yang bermutu dapat dilaksanakan secara lancar karena ada banyak kemudahan baik tenaga, uang, maupun transportasi. Dalam konteks ini, pendapat yang mengatakan bahwa uang dan misi itu seperti dua sisi dari satu koin itu perlu dikembangkan dalam freim yang baik, benar, jujur, transparan. Dalam penggunaan keuangan kita menumbuhkan nilai-nilai Kerajaan Allah. Yang menjadi pertanyan selanjutnya adalah : apakah kita yang di kota sudah solider dengan teman-teman kita yang bermisi di daerah pedalaman Kalimantan, sehingga ada keadilan penyebaran keuangan dan misi di kota dan desa?



Homili Selasa 28 Mei 2013
Sir 35 : 1 -12
Mzm 50
Mrk 10 : 28 - 31

Senin, Mei 27, 2013

BERSIHKAN SALURAN BAGI RAHMAT BELASKASIHAN TUHAN



SALURAN RAHMAT BELASKASIH TUHAN : Kotor vs Bersih
*P.Benediktus Bere Mali, SVD*

Belas kasih Allah itu mengalir seperti sungai kepada hati manusia. Selama hati manusia rendah hati dan bersih maka Rahmat belas kasih Allah itu mengalir lancar ke dalam diri manusia. Sebaliknya ketika manusia berdosa durjana maka saluran itu menjadi kotor bahkan kotoran yang bertumpuk-tumpuk akan menyumbat aliran rahmat belaskasihan Allah itu, sehingga hidup pribadi manusia menjadi merana.
Pemuda yang kaya raya akan harta duniawi berharap untuk mengalami dan memiliki juga harta surga yaitu hidup kekal dalam nama Tuhan Yesus. Pemuda itu berpikir bahwa kaya harta dunia adalah jaminan kaya harta surga. Pola pemikiran ini adalah pola yang berlaku di dalam bangsa Yahudi. Sukses dan kaya harta dunia adalah berkat dari Tuhan, maka pasti masuk ke dalam kehidupan yang kekal. Orang yang gagal dan miskin di dunia adalah sebuah kehilangan berkat Tuhan atas diri mereka.
Pemuda kaya itu dengan pola pikir budaya bangsa Yahudi demikian datang kepada Yesus untuk memperoleh harta surga yaitu masuk ke dalam kehidupan yang kekal. Tuhan Yesus tahu suasana hatinya. Dia mau memperoleh kehidupan yang kekal tetapi masih melekat pada harta duniawi tanpa memberikan bantuan kepada sesama di sekitar yang sangat miskin dan sangat membutuhkan pertolongan kepadanya tetapi dosa menutup tangan, mata dan hatinya kepada mereka. Maka ketika si pemuda kaya itu meminta pada Yesus tentang syarat memperoleh kehidupan kekal, Yesus memberitahukan kepadanya bahwa hanya satu yang kurang di dalam dirimu untuk memperoleh kehidupan yang kekal yaitu: menjual harta duniawi dan hasil jualan itu berikan kepada orang-orang miskin yang ada di sekitarnya.
Syarat itu sangat konkret untuk dilaksanakan. Tetapi pemuda yang kaya raya itu merasa sulit untuk melaksanakan hal itu untuk meraih harapannya untuk memperoleh hidup kekal. Pemuda kaya itu kembali ke tempatnya dengan hati yang sangat sedih karena hartanya banyak sekali. Kesedihan itu lahir dari materialisme yang telah menjadi “tuhan”nya di dalam kehidupannya, yang membuat dia menutup pintu menuju kehidupan yang kekal yang nuraninya harapkan.
Saluran rahmat Tuhan tersendat ke dalam diri Pemuda kaya itu karena dosa materialisme yang menyumbat aliran rahmat itu di dalam dirinya. Butuh waktu dan proses bagi pemuda itu untuk membersihkan saluran rahmat yang telah tersumbat oleh sampah materialisme agar aliran rahmat kehidupan kekal yang diharapkannya dapat terealisir.  Pemuda kaya itu perlu bertobat, artinya berjalan meninggalkan materialisme menuju kehidupan yang penuh dalam Nama Tuhan sumber keselamatan.



Homili Senin 27 Mei 2013
Sir 17 : 24 – 29
Mzm 32
Mrk 10 : 17 - 27