Rabu, Mei 22, 2013

Homili Rabu 22 Mei 2013



KESELAMATAN :
 “ No Other Name”  versus “Kristen Anonim”
*P. Benediktus Bere Mali, SVD*


Matahari bersinar bagi semua orang lintas batas di atas planet bumi ini. Hujan pun turun kepada semua orang yang berasal dari aneka budaya dan bangsa. Sang pencipta Matahari dan Hujan itu untuk semua orang lintas batas, yang diciptakanNya.  
Pernyataan di atas mengantar kita untuk melihat judul renungan seperti tertulis di atas. Kisah para Rasul 4:12 menampilkan keselamatan hanya ada dalam nama Yesus. Keselamatan ada dalam orang yang secara lahir dan bathin menjadi pengikut Yesus, Percaya kepada Yesus, dan dalam nama Yesus menyembuhkan orang sakit dan membangkitkan orang mati. Sebaliknya orang yang bukan secara lahir bathin mengikuti Yesus, tidak percaya kepada Yesus dan  bukan dalam nama Yesus menyembuhkan, maka keselamatan itu adalah keselamatan illegal. Pengalaman akan keselamatan demikian adalah ekspresi keselamatan yang sangat partikular.
Karl Rahner melahirkan pemahaman baru tentang “Kristen Anonim”. Mereka yang disebut Kristen Anonim adalah orang yang secara fisik lahiriah tidak termasuk dalam struktur legal keagamaan Kristen, tetapi mereka menghidupi dan melaksanakan nilai-nilai universal Kekristenan yaitu nilai-nilai Kerajaan Allah yaitu: keadilan, kedamaian, kebaikan, kejujuran, kebenaran di dalam kehidupannya. Ada karya Roh Kudus bekerja melintas batas mendiami hati semua orang yang berkehendak baik dan benar untuk menyelamatkan semua orang lintas batas. Tuhan bekerja dalam diri setiap orang yang membuka dirinya secara fisik – lahiriah maupun bathin kepada Tuhan yang menyelamatkan semua orang lintas batas. Keselamatan Allah itu universal bukan partikular.
Yohanes mengatakan kepada Yesus bahwa ada orang yang bukan pengikut Yesus mengusir setan dalam nama Yesus, dan Yohanes dan kawan-kawannya mencegah dia karena dia bukan pengikut Yesus.Tetapi Yesus menjawab mereka kataNya: “Jangan mencegah dia! Barangsiapa tidak melawan kita, ia memihak kita.”
Yohanes dan para murid berpandangan bahwa keselamatan itu hanyalah milik mereka. Orang di luar kelompok mereka, suku mereka, partai mereka, tidak memiliki kuasa untuk menyembuhkan dan menyelamatkan Yesus. Nama Yesus adalah milik para pengikut Yesus. Orang yang tidak mengikuti Yesus secara lahiriah tidak memiliki nama Yesus. Orang di luar kelompok pengikut Yesus secara lahiriah, tidak punya kekuatan menggunakan nama Yesus untuk menyembuhkan orang yang sakit.
Yesus berpikiran sebaliknya. Orang lain juga dapat menyembuhkan orang sakit dalam NamaNya. Artinya bahwa yang utama bukan pengikut Yesus secara lahiriah atau fisik tetapi yang pertama dan paling penting adalah mengikuti Yesus secara spiritual-rohani-bathiniah. Orang lain yang tidak mengikuti Yesus secara langsung, tetapi memiliki ikatan bathin dan iman yang kuat kepada Yesus. Mujizat penyembuhan dapat terjadi di dalam dirinya dengan menyembuhkan orang sakit dalam nama Yesus.
 Kita adalah pengikut Yesus secara lahir dan bathin, dalam pikiran yang luas bahwa keselamatan itu bukan monopoli seseorang atau sekelompok tertentu. Tetapi keselamatan itu milik semua orang dan semua orang dipanggil untuk menyelamatkan dunia dan sesama.
 Kita dipanggil untuk menghargai semua orang dan menyelamatkan semua orang. Kita dipanggil bukan untuk bersikap sombong dan fundamentalis dalam perjalanan kehidupan keimanan kita.
Dalam Nama Yesus ada keselamatan. Dalam Gereja ada keselamatan. Nama Yesus adalah untuk semua orang. Bukan manusia memiliki Tuhan tetapi Tuhan Yesus memiliki semua orang. Keselamatan Tuhan bagi semua orang. Bukan manusia memiliki keselamatan Tuhan dengan mengatur dan menata keselamatan Tuhan sesuai kehendaknya sendiri. Kalau manusia memiliki keselamatan Tuhan, itu berarti “Tuhan Sudah Mati”, tepat kata Nietzche.

Homili Rabu 22 Mei 2013
Sir  4 : 11 – 19
Mzm 119
Mrk 9 : 38 - 40

Selasa, Mei 21, 2013

HIDUP BERAMBISI : Positif vs Negatif


*P.Benediktus Bere Mali, SVD*

Manusia adalah mahkluk aneka dimensi yangmengitarinya. Satu dimensi yang ditampilkan pada kesempatan ini adalah ambisi. Ada dua tipe manusia dalam konteks ambisi. Ada yang ambisi tetapi ada yang ambisius. Ambisi dapat dimengerti dalam konteks ambisi positif. Ambisius dapat dimengerti dalam konteks ambisi negatif. Ambisi negatif membawa orang yang ambisi itu jatuh dalam  penyalahgunaan kepemimpinannya untuk kepnetingan pribadi dengan menghalalkan segala cara. Sedangkan ambisi positif orang berjuang sekuat tenaga untuk meraih cita-cita dan harapannya dalam jalur kebaikan dan kebenaran dengan tujuan untuk kepentingan banyak orang atau kepentingan bersama. Misalnya: Moto SVD adalah Dunia adalah Paroki kami. Moto yang menjadi pembangkit ambisi positif setiap anggota SVD untuk bekerja mewartakan Kerajaan Allah kepada sebanyak mungkin orang lintas batas untuk percaya kepada Tuhan. Ambisi negatif, contohnya: menjadi kaya melalui jalan pintas yaitu korupsi. Menduduki jabatan tertentu dengan membeli jabatan dengan harta kekayaan bukan melalui proses seleksi berdasarkan kualitas kepribadian dan integritas kepribadiannya.

Para murid Yesus adalah orang-orang yang berambisi. Ambisi mereka itu kelihatannya bisa mengarah kepada ambisi yang negatif. Yesus merekam percakapan mereka yang lebih cenderung ke arah ambisius. Menghadapi ambisius para murid yang masih dalam tahap percakapan dan diskusi antara mereka di tengan jalan panggilan mereka itu, Yesus sebagai Sang Guru Sejati memberikan pengajaran dengan memberikan contoh kongkret kepada mereka. Menjadi terbesar dalam lingkungan Yesus, menjadi pemimpin dalam konteks panggilan mengikuti Tuhan Yesus punya aturan mainnya tersendiri. Aturan main itu adalah seperti yang disampaikan oleh Tuhan Yesus. Tuhan Yesus memanggil seorang anak kecil ke tengah-tengah mereka. Kemudian Ia memeluk anak itu dan berkata kepada mereka”Barangsiapa menerima seorang anak kecil seperti ini demi nama-Ku, dia menerima Aku. Dan barangsiapa menerima Aku, menerima Dia yang mengutus Aku”.

Menjadi pemimpin berarti memiliki ambisi positif yaitu memimpin untuk kepentingan banyak orang bukan hanya untuk kepentingan diri sendiri. Menjadi pemimpin berarti memimpin untuk kebaikan bersama bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan. Menjadi pemimpin itu untuk melayani bukan untuk dilayani. Menjadi pemimpin memiliki kepolosan dan ketulusan seorang anak kecil yang tanpa kepalsuan dalam melayani tanpa pamrih. Pemimpin memimpin apa adanya bukan ada apanya.

Homili Selasa 21 Mei 2013
Sir 2 : 1 – 11
Mzm 37
Mrk  9 : 30 - 37

Homili Selasa 21 Mei 2013



HIDUP BERAMBISI : Positif  vs Negatif
*P.Benediktus Bere Mali, SVD*

Manusia adalah mahkluk aneka dimensi yangmengitarinya. Satu dimensi yang ditampilkan pada kesempatan ini adalah ambisi. Ada dua tipe manusia dalam konteks ambisi. Ada yang ambisi tetapi ada yang ambisius. Ambisi dapat dimengerti dalam konteks ambisi positif. Ambisius dapat dimengerti dalam konteks ambisi negatif. Ambisi negatif membawa orang yang ambisi itu jatuh dalam  penyalahgunaan kepemimpinannya untuk kepnetingan pribadi dengan menghalalkan segala cara. Sedangkan ambisi positif orang berjuang sekuat tenaga untuk meraih cita-cita dan harapannya dalam jalur kebaikan dan kebenaran dengan tujuan untuk kepentingan banyak orang atau kepentingan bersama. Misalnya: Moto SVD adalah Dunia adalah Paroki kami. Moto yang menjadi pembangkit ambisi positif setiap anggota SVD untuk bekerja mewartakan Kerajaan Allah kepada sebanyak mungkin orang lintas batas untuk percaya kepada Tuhan. Ambisi negatif, contohnya: menjadi kaya melalui jalan pintas yaitu korupsi. Menduduki jabatan tertentu dengan membeli jabatan dengan harta kekayaan bukan melalui proses seleksi berdasarkan kualitas kepribadian dan integritas kepribadiannya.

Para murid Yesus adalah orang-orang yang berambisi. Ambisi mereka itu kelihatannya bisa mengarah kepada ambisi yang negatif. Yesus merekam percakapan mereka yang lebih cenderung ke arah ambisius. Menghadapi ambisius para murid yang masih dalam tahap percakapan dan diskusi antara mereka di tengan jalan panggilan mereka itu, Yesus sebagai Sang Guru Sejati memberikan pengajaran dengan memberikan contoh kongkret kepada mereka. Menjadi terbesar dalam lingkungan Yesus, menjadi pemimpin dalam konteks panggilan mengikuti Tuhan Yesus punya aturan mainnya tersendiri. Aturan main itu adalah seperti yang disampaikan oleh Tuhan Yesus. Tuhan Yesus memanggil seorang anak kecil ke tengah-tengah mereka. Kemudian Ia memeluk anak itu dan berkata kepada mereka”Barangsiapa menerima seorang anak kecil seperti ini demi nama-Ku, dia menerima Aku. Dan barangsiapa menerima Aku, menerima Dia yang mengutus Aku”.

Menjadi pemimpin berarti memiliki ambisi positif yaitu memimpin untuk kepentingan banyak orang bukan hanya untuk kepentingan diri sendiri. Menjadi pemimpin berarti memimpin untuk kebaikan bersama bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan. Menjadi pemimpin itu untuk melayani bukan untuk dilayani. Menjadi pemimpin memiliki kepolosan dan ketulusan seorang anak kecil yang tanpa kepalsuan dalam melayani tanpa pamrih. Pemimpin memimpin apa adanya bukan ada apanya.

Homili Selasa 21 Mei 2013
Sir 2 : 1 – 11
Mzm 37
Mrk  9 : 30 - 37

Senin, Mei 20, 2013

HIDUP BERIMAN : Aspek Personal & Sosial



*P. Benediktus Bere Mali, SVD*

Manusia itu memiliki multidimensi. Salah satu dimensi manusia adalah dimensi religius (iman) dari pribadi manusia. Kehidupan religius (iman) pribadi manusia meliputi dua aspek yaitu aspek personal dan aspek sosial. Iman seseorang berdampak ke dalam diri untuk menyelamatkan diri sendiri dan berdampak ke luar diri untuk menyelamatkan sesama.

Injil Markus 9:14-19 menampilkan aspek personal dan aspek sosial dari iman dan kepercayaan. Usaha pribadi mempertajam iman kepada Tuhan Yesus diterima secara positif oleh Tuhan Yesus. Iman ayah yang anaknya kerasukan setan sejak kecil ditambahkan oleh Tuhan Yesus berkat usahanya berjalan menuju Tuhan Yesus dan mencintai Yesus sang kebijaksanaan Allah yang telah menjadi manusia dan hadir di antara kita. Cinta ayah itu kepada Tuhan Yesus sang kebijaksanaan sejati itu terungkap di dalam doanya dan sembah sujudnya dengan penuh kerendahan hati di hadapan Tuhan Yesus. Bacaan pertama Kitab Putra Sirakh menyatakan bahwa orang yang mencintai kebijaksanaan akan mendapat kebijaksanaan itu. Ayah anak yang kerasukan itu mencintai Yesus sang kebijaksanaan sejati. Dia telah menerim kebijaksanaan itu. Bukti dia telah diberi kebijaksanaan adalah imannya kepada Tuhan Yesus. Iman itu lahir dari rahmat Tuhan sekaligus dari usahanya.

Iman ayah itu menyelamatkan dirinya.  Iman itu telah menuntun dia berjalan dari kebijaksanaan dunia menuju kebijaksanaan surga yang diperoleh dalam iman Katolik hanya di dalam diri Tuhan Yesus. Kisah Para Rasul 4 : 12 berbicara bahwa “No Ather Name” , hanya di dalam nama Yesus ada keselamatan. Ayah anak yang kerasukan sejak lahirnya itu telah menemukan Nama Yesus sumber keselamatan bagi dirinya dan bagi anaknya yang kerasukan sejak kecil.  Iman ayah itu menyembuhkan anaknya yang kerasukan.

Mujizat penyembuhan itu terjadi disusul pertanyaan para murid kepadaNya: mengapa kami tidak dapat mengusir setan? Yesus menjawab, jenis ini hanya dapat dilakukan dalam doa. Doa adalah kekuatan utama mengusir setan. Tanpa doa setan mengusir kita dan bahkan menguasai kita. Doa pribadi, doa bersama yang berpuncak di dalam ekaristi kudus adalah kearifan utama seorang yang menjalani hidup dalam komunitas biara. Doa adalah kekuatan utama panggilan kaum berjubah.

Homili Senin 20 Mei 2013
Sir 1:1-10
Mzm 93:1ab.1c-2.5
Mrk 9: 14-29

Homili Senin 20 Mei 2013



 BERIMAN : Aspek Personal & Sosial
*P. Benediktus Bere Mali, SVD*

Manusia itu memiliki multidimensi. Salah satu dimensi manusia adalah dimensi religius (iman) dari pribadi manusia. Kehidupan religius (iman) pribadi manusia meliputi dua aspek yaitu aspek personal dan aspek sosial. Iman seseorang berdampak ke dalam diri untuk menyelamatkan diri sendiri dan berdampak ke luar diri untuk menyelamatkan sesama.

Injil Markus 9:14-19 menampilkan aspek personal dan aspek sosial dari iman dan kepercayaan. Usaha pribadi mempertajam iman kepada Tuhan Yesus diterima secara positif oleh Tuhan Yesus. Iman ayah yang anaknya kerasukan setan sejak kecil ditambahkan oleh Tuhan Yesus berkat usahanya berjalan menuju Tuhan Yesus dan mencintai Yesus sang kebijaksanaan Allah yang telah menjadi manusia dan hadir di antara kita. Cinta ayah itu kepada Tuhan Yesus sang kebijaksanaan sejati itu terungkap di dalam doanya dan sembah sujudnya dengan penuh kerendahan hati di hadapan Tuhan Yesus. Bacaan pertama Kitab Putra Sirakh menyatakan bahwa orang yang mencintai kebijaksanaan akan mendapat kebijaksanaan itu. Ayah anak yang kerasukan itu mencintai Yesus sang kebijaksanaan sejati. Dia telah menerim kebijaksanaan itu. Bukti dia telah diberi kebijaksanaan adalah imannya kepada Tuhan Yesus. Iman itu lahir dari rahmat Tuhan sekaligus dari usahanya.

Iman ayah itu menyelamatkan dirinya.  Iman itu telah menuntun dia berjalan dari kebijaksanaan dunia menuju kebijaksanaan surga yang diperoleh dalam iman Katolik hanya di dalam diri Tuhan Yesus. Kisah Para Rasul 4 : 12 berbicara bahwa “No Ather Name” , hanya di dalam nama Yesus ada keselamatan. Ayah anak yang kerasukan sejak lahirnya itu telah menemukan Nama Yesus sumber keselamatan bagi dirinya dan bagi anaknya yang kerasukan sejak kecil.  Iman ayah itu menyembuhkan anaknya yang kerasukan.

Mujizat penyembuhan itu terjadi disusul pertanyaan para murid kepadaNya: mengapa kami tidak dapat mengusir setan? Yesus menjawab, jenis ini hanya dapat dilakukan dalam doa. Doa adalah kekuatan utama mengusir setan. Tanpa doa setan mengusir kita dan bahkan menguasai kita. Doa pribadi, doa bersama yang berpuncak di dalam ekaristi kudus adalah kearifan utama seorang yang menjalani hidup dalam komunitas biara. Doa adalah kekuatan utama panggilan kaum berjubah.

Homili Senin 20 Mei 2013
Sir 1:1-10
Mzm 93:1ab.1c-2.5
Mrk 9: 14-29