Selasa, Mei 21, 2013

HIDUP BERAMBISI : Positif vs Negatif


*P.Benediktus Bere Mali, SVD*

Manusia adalah mahkluk aneka dimensi yangmengitarinya. Satu dimensi yang ditampilkan pada kesempatan ini adalah ambisi. Ada dua tipe manusia dalam konteks ambisi. Ada yang ambisi tetapi ada yang ambisius. Ambisi dapat dimengerti dalam konteks ambisi positif. Ambisius dapat dimengerti dalam konteks ambisi negatif. Ambisi negatif membawa orang yang ambisi itu jatuh dalam  penyalahgunaan kepemimpinannya untuk kepnetingan pribadi dengan menghalalkan segala cara. Sedangkan ambisi positif orang berjuang sekuat tenaga untuk meraih cita-cita dan harapannya dalam jalur kebaikan dan kebenaran dengan tujuan untuk kepentingan banyak orang atau kepentingan bersama. Misalnya: Moto SVD adalah Dunia adalah Paroki kami. Moto yang menjadi pembangkit ambisi positif setiap anggota SVD untuk bekerja mewartakan Kerajaan Allah kepada sebanyak mungkin orang lintas batas untuk percaya kepada Tuhan. Ambisi negatif, contohnya: menjadi kaya melalui jalan pintas yaitu korupsi. Menduduki jabatan tertentu dengan membeli jabatan dengan harta kekayaan bukan melalui proses seleksi berdasarkan kualitas kepribadian dan integritas kepribadiannya.

Para murid Yesus adalah orang-orang yang berambisi. Ambisi mereka itu kelihatannya bisa mengarah kepada ambisi yang negatif. Yesus merekam percakapan mereka yang lebih cenderung ke arah ambisius. Menghadapi ambisius para murid yang masih dalam tahap percakapan dan diskusi antara mereka di tengan jalan panggilan mereka itu, Yesus sebagai Sang Guru Sejati memberikan pengajaran dengan memberikan contoh kongkret kepada mereka. Menjadi terbesar dalam lingkungan Yesus, menjadi pemimpin dalam konteks panggilan mengikuti Tuhan Yesus punya aturan mainnya tersendiri. Aturan main itu adalah seperti yang disampaikan oleh Tuhan Yesus. Tuhan Yesus memanggil seorang anak kecil ke tengah-tengah mereka. Kemudian Ia memeluk anak itu dan berkata kepada mereka”Barangsiapa menerima seorang anak kecil seperti ini demi nama-Ku, dia menerima Aku. Dan barangsiapa menerima Aku, menerima Dia yang mengutus Aku”.

Menjadi pemimpin berarti memiliki ambisi positif yaitu memimpin untuk kepentingan banyak orang bukan hanya untuk kepentingan diri sendiri. Menjadi pemimpin berarti memimpin untuk kebaikan bersama bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan. Menjadi pemimpin itu untuk melayani bukan untuk dilayani. Menjadi pemimpin memiliki kepolosan dan ketulusan seorang anak kecil yang tanpa kepalsuan dalam melayani tanpa pamrih. Pemimpin memimpin apa adanya bukan ada apanya.

Homili Selasa 21 Mei 2013
Sir 2 : 1 – 11
Mzm 37
Mrk  9 : 30 - 37

Homili Selasa 21 Mei 2013



HIDUP BERAMBISI : Positif  vs Negatif
*P.Benediktus Bere Mali, SVD*

Manusia adalah mahkluk aneka dimensi yangmengitarinya. Satu dimensi yang ditampilkan pada kesempatan ini adalah ambisi. Ada dua tipe manusia dalam konteks ambisi. Ada yang ambisi tetapi ada yang ambisius. Ambisi dapat dimengerti dalam konteks ambisi positif. Ambisius dapat dimengerti dalam konteks ambisi negatif. Ambisi negatif membawa orang yang ambisi itu jatuh dalam  penyalahgunaan kepemimpinannya untuk kepnetingan pribadi dengan menghalalkan segala cara. Sedangkan ambisi positif orang berjuang sekuat tenaga untuk meraih cita-cita dan harapannya dalam jalur kebaikan dan kebenaran dengan tujuan untuk kepentingan banyak orang atau kepentingan bersama. Misalnya: Moto SVD adalah Dunia adalah Paroki kami. Moto yang menjadi pembangkit ambisi positif setiap anggota SVD untuk bekerja mewartakan Kerajaan Allah kepada sebanyak mungkin orang lintas batas untuk percaya kepada Tuhan. Ambisi negatif, contohnya: menjadi kaya melalui jalan pintas yaitu korupsi. Menduduki jabatan tertentu dengan membeli jabatan dengan harta kekayaan bukan melalui proses seleksi berdasarkan kualitas kepribadian dan integritas kepribadiannya.

Para murid Yesus adalah orang-orang yang berambisi. Ambisi mereka itu kelihatannya bisa mengarah kepada ambisi yang negatif. Yesus merekam percakapan mereka yang lebih cenderung ke arah ambisius. Menghadapi ambisius para murid yang masih dalam tahap percakapan dan diskusi antara mereka di tengan jalan panggilan mereka itu, Yesus sebagai Sang Guru Sejati memberikan pengajaran dengan memberikan contoh kongkret kepada mereka. Menjadi terbesar dalam lingkungan Yesus, menjadi pemimpin dalam konteks panggilan mengikuti Tuhan Yesus punya aturan mainnya tersendiri. Aturan main itu adalah seperti yang disampaikan oleh Tuhan Yesus. Tuhan Yesus memanggil seorang anak kecil ke tengah-tengah mereka. Kemudian Ia memeluk anak itu dan berkata kepada mereka”Barangsiapa menerima seorang anak kecil seperti ini demi nama-Ku, dia menerima Aku. Dan barangsiapa menerima Aku, menerima Dia yang mengutus Aku”.

Menjadi pemimpin berarti memiliki ambisi positif yaitu memimpin untuk kepentingan banyak orang bukan hanya untuk kepentingan diri sendiri. Menjadi pemimpin berarti memimpin untuk kebaikan bersama bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan. Menjadi pemimpin itu untuk melayani bukan untuk dilayani. Menjadi pemimpin memiliki kepolosan dan ketulusan seorang anak kecil yang tanpa kepalsuan dalam melayani tanpa pamrih. Pemimpin memimpin apa adanya bukan ada apanya.

Homili Selasa 21 Mei 2013
Sir 2 : 1 – 11
Mzm 37
Mrk  9 : 30 - 37

Senin, Mei 20, 2013

HIDUP BERIMAN : Aspek Personal & Sosial



*P. Benediktus Bere Mali, SVD*

Manusia itu memiliki multidimensi. Salah satu dimensi manusia adalah dimensi religius (iman) dari pribadi manusia. Kehidupan religius (iman) pribadi manusia meliputi dua aspek yaitu aspek personal dan aspek sosial. Iman seseorang berdampak ke dalam diri untuk menyelamatkan diri sendiri dan berdampak ke luar diri untuk menyelamatkan sesama.

Injil Markus 9:14-19 menampilkan aspek personal dan aspek sosial dari iman dan kepercayaan. Usaha pribadi mempertajam iman kepada Tuhan Yesus diterima secara positif oleh Tuhan Yesus. Iman ayah yang anaknya kerasukan setan sejak kecil ditambahkan oleh Tuhan Yesus berkat usahanya berjalan menuju Tuhan Yesus dan mencintai Yesus sang kebijaksanaan Allah yang telah menjadi manusia dan hadir di antara kita. Cinta ayah itu kepada Tuhan Yesus sang kebijaksanaan sejati itu terungkap di dalam doanya dan sembah sujudnya dengan penuh kerendahan hati di hadapan Tuhan Yesus. Bacaan pertama Kitab Putra Sirakh menyatakan bahwa orang yang mencintai kebijaksanaan akan mendapat kebijaksanaan itu. Ayah anak yang kerasukan itu mencintai Yesus sang kebijaksanaan sejati. Dia telah menerim kebijaksanaan itu. Bukti dia telah diberi kebijaksanaan adalah imannya kepada Tuhan Yesus. Iman itu lahir dari rahmat Tuhan sekaligus dari usahanya.

Iman ayah itu menyelamatkan dirinya.  Iman itu telah menuntun dia berjalan dari kebijaksanaan dunia menuju kebijaksanaan surga yang diperoleh dalam iman Katolik hanya di dalam diri Tuhan Yesus. Kisah Para Rasul 4 : 12 berbicara bahwa “No Ather Name” , hanya di dalam nama Yesus ada keselamatan. Ayah anak yang kerasukan sejak lahirnya itu telah menemukan Nama Yesus sumber keselamatan bagi dirinya dan bagi anaknya yang kerasukan sejak kecil.  Iman ayah itu menyembuhkan anaknya yang kerasukan.

Mujizat penyembuhan itu terjadi disusul pertanyaan para murid kepadaNya: mengapa kami tidak dapat mengusir setan? Yesus menjawab, jenis ini hanya dapat dilakukan dalam doa. Doa adalah kekuatan utama mengusir setan. Tanpa doa setan mengusir kita dan bahkan menguasai kita. Doa pribadi, doa bersama yang berpuncak di dalam ekaristi kudus adalah kearifan utama seorang yang menjalani hidup dalam komunitas biara. Doa adalah kekuatan utama panggilan kaum berjubah.

Homili Senin 20 Mei 2013
Sir 1:1-10
Mzm 93:1ab.1c-2.5
Mrk 9: 14-29

Homili Senin 20 Mei 2013



 BERIMAN : Aspek Personal & Sosial
*P. Benediktus Bere Mali, SVD*

Manusia itu memiliki multidimensi. Salah satu dimensi manusia adalah dimensi religius (iman) dari pribadi manusia. Kehidupan religius (iman) pribadi manusia meliputi dua aspek yaitu aspek personal dan aspek sosial. Iman seseorang berdampak ke dalam diri untuk menyelamatkan diri sendiri dan berdampak ke luar diri untuk menyelamatkan sesama.

Injil Markus 9:14-19 menampilkan aspek personal dan aspek sosial dari iman dan kepercayaan. Usaha pribadi mempertajam iman kepada Tuhan Yesus diterima secara positif oleh Tuhan Yesus. Iman ayah yang anaknya kerasukan setan sejak kecil ditambahkan oleh Tuhan Yesus berkat usahanya berjalan menuju Tuhan Yesus dan mencintai Yesus sang kebijaksanaan Allah yang telah menjadi manusia dan hadir di antara kita. Cinta ayah itu kepada Tuhan Yesus sang kebijaksanaan sejati itu terungkap di dalam doanya dan sembah sujudnya dengan penuh kerendahan hati di hadapan Tuhan Yesus. Bacaan pertama Kitab Putra Sirakh menyatakan bahwa orang yang mencintai kebijaksanaan akan mendapat kebijaksanaan itu. Ayah anak yang kerasukan itu mencintai Yesus sang kebijaksanaan sejati. Dia telah menerim kebijaksanaan itu. Bukti dia telah diberi kebijaksanaan adalah imannya kepada Tuhan Yesus. Iman itu lahir dari rahmat Tuhan sekaligus dari usahanya.

Iman ayah itu menyelamatkan dirinya.  Iman itu telah menuntun dia berjalan dari kebijaksanaan dunia menuju kebijaksanaan surga yang diperoleh dalam iman Katolik hanya di dalam diri Tuhan Yesus. Kisah Para Rasul 4 : 12 berbicara bahwa “No Ather Name” , hanya di dalam nama Yesus ada keselamatan. Ayah anak yang kerasukan sejak lahirnya itu telah menemukan Nama Yesus sumber keselamatan bagi dirinya dan bagi anaknya yang kerasukan sejak kecil.  Iman ayah itu menyembuhkan anaknya yang kerasukan.

Mujizat penyembuhan itu terjadi disusul pertanyaan para murid kepadaNya: mengapa kami tidak dapat mengusir setan? Yesus menjawab, jenis ini hanya dapat dilakukan dalam doa. Doa adalah kekuatan utama mengusir setan. Tanpa doa setan mengusir kita dan bahkan menguasai kita. Doa pribadi, doa bersama yang berpuncak di dalam ekaristi kudus adalah kearifan utama seorang yang menjalani hidup dalam komunitas biara. Doa adalah kekuatan utama panggilan kaum berjubah.

Homili Senin 20 Mei 2013
Sir 1:1-10
Mzm 93:1ab.1c-2.5
Mrk 9: 14-29

Minggu, Mei 19, 2013

PENTAKOSTA: “Monumen vs Movement”


*P.Benediktus Bere Mali, SVD*

Manusia adalah makhluk multidimensi. Dari sekian banyak dimensi tipe manusia, saya membutuhkan dua (2) tipe manusia pada kesempatan ini yaitu tipe manusia monument dan tipe manusia movement.
Tipe manusia monument lebih menekankan pembangunan fisik dan di setiap bangunan itu ada prasasti tempat terlukis nama dan tanda tangannya untuk mengabadikan diri, egonya yang mengandung benih-benih kesombongannya.Sedangkan tipe manusia movement lebih menekankan gerakan-gerakan kreatif inovatif dalam membangun sumber daya manusia untuk regenerasi dan seterusnya.  
Manusia yang menekankan monument tampak dalam Kejadian 11:1-9. Kitab ini berbicara tetang menara Babel yang lahir dari kesombongan manusia Babel di hadapan Tuhan. Kesombongan itulah kemudian membawa perpecahan di antara mereka. Sebaliknya manusia Pentakosta adalah pribadi-pribadi  yang movement, yaitu manusia yang menekankan gerakan dan gerakan itu berasal dari Roh Kudus, Roh Allah, Roh Kristus yang menyatukan dan menyelamatkan semua orang lintas batas yang percaya kepadaNya.  Manusia Pentakosta adalah manusia yang hidup di dalam Roh Kudus. Ciri-ciri orang yang mengalami kepenuhan Roh Kudus adalah :

1. Berbahasa Kasih bukan berbahasa Sombong. Ketika Roh Kudus turun atas para murid yang sedang berkumpul, bersatu, bersekutu dalam namaNya, mereka berbahasa kasih yang bersifat universal lintas batas, karena bahasa kasih yang disampaikan para murid itu dimengerti oleh semua suku bangsa. Sebaliknya bahasa kesombongan manusia Babel membawa perpecahan antara sesame manusia.
2. Orang yang hidup di dalam Roh Kudus senantiasa tampil sebagai Nabi. Dia memberikan kesaksian yang benar dan tulus. Dia mengatakan yang benar adalah benar, yang salah adalah salah. Dia tidak tampil “abu-abu” yang dilakukan politisi di dalam dunia politik, dibandingkan dengan seorang Negarawan yang tampil asli, tanpa kepalsuan.
3. Orang yang hidup di dalam Roh Kudus, tampilkan diri atau kehadirannya membangkitkan sesame, membangkitkan komunitas, dengan melaksanakan kearifan-kearifan hidup bersama, kearifan-kearifan hidup berkomunitas yaitu setia berdoa bersama dan doa pribadi dalam komunitas, yang berpuncak di dalam Perayaan Ekaristi Kudus. Setia mengutamakan kebersamaan dalam makan bersama komunitas, mengutamakan kebersamaan dan persaudaraan di dalam rekreasi bersama komunitas, mengutamakan kerja bersama dalam karya pelayanan kepada Tuhan dan Sesama. Kehadiran seorang yang dipenuhi oleh Roh Kudus, kehadirannya bukan “me-mandeg-an” kehidupan bersama, kehidupan berkomunitas.

Setiap kita telah menerima Roh Kudus dalam Sakramen Baptis, Sakramen Krisma, dan Sakramen Imamat, maka kita tidak ada alas an untuk tidak hidup di dalam Roh Kudus, yang konkretkan di dalam menghidupi kearifan hidup berkomunitas. Sistem komunitas sangat bagus. Yang perlu dibuat bagus adalah kedisplinan diri kita, dari kita, oleh kita dan untuk kita. Setia melaksanakan kearifan – kearifan kehidupan berkomunitas itu adalah kekuatan kita di dalam menjalani panggilan hidup kita sebagai imam, biarawan dan biarawati, maupun sebagai umat awam.

Homili Pentakosta 19 Mei 2013
Di Soverdi Surabaya (Pagi)
Dan di Lansia Griya St. Yosef (Sore)
Kis 2:1-11
Mzm 104
Rom 8 : 8 – 17
Yoh 14 : 15 – 16.23b-26

INTRODUKSI :

Hari ini adalah Hari Raya Pentakosta, yang berarti Roh Kudus Turun atas para murid yang bersekutu dalam namaNya. Pentakosta berarti Roh Kudus turun atas semua orang lintas batas yang percaya kepadaNya.
    Burung Merpati adalah simbol Roh Kudus. Mengapa Burung Merpati? Karena Burung Merpati juga simbol ketulusan. Menerima Roh Kudus berarti menerima Rahmat Ketulusan dari Roh Kudus.
    Kita tidak hanya menerima Roh Kudus dalam Baptis, Krisma dan Imamat. Tetapi kita juga setelah enerima Rahmat Ketulusan dari Roh Kudus, terpanggil Setia Hidup di dalam Roh Kudus, yang diungkapkan dalam memberikan pelayanan kepada Tuhan dan sesama manusia secara tulus.