Sabtu, Desember 15, 2012

Kotbah Misa Harian, Selasa 4 Desember 2012




HIDUP DALAM ROH
 

(Yes 11:1-10; Luk 10:21-24)
Selasa, 4 Desember 2012
Dari Soverdi Jakarta,
Jl. Matraman Raya 125 untuk dunia

P. Benediktus Bere Mali, SVD


Membaca judul renungan pagi ini, ada dua hal yang muncul dalam benak. Dua hal yang muncul di dalam pikiran adalah hidup dalam Roh Kudus Allah dengan hidup dalam roh setan atau roh iblis. Lantas hal selanjutnya yang muncul di dalam benak adalah sebuah pertanyaan yaitu apa yang membedakan antara Hidup dalam Roh Kudus atau Hidup dalam Roh Allah dengan hidup dalam Roh setan atau roh iblis?


Perbedaan antara hidup dalam Roh Kudus dengan roh iblis sebetulnya terletak di dalam penjelasan yang sangat sederhana sebagai berikut.


Hidup dalam Roh kudus tampak dari perbuatan-perbuatan yang menyelamatkan diri, sesama dan alam sekitar kita. Misalnya seorang pemimpin agama mengatur keuangan jemaat dengan jujur dan transparan, dengan cara, brankas disimpan di dalam kamar pemimpin agama, kunci brankas dipegang oleh bendahara, sehingga ambil uang harus diketahui oleh pemimpin agama dan bendahara. Prinsip ini disampaikan kepada umat sehingga semua umat di gereja tahu dan menyetujuinya. Pengalaman ini menumbuhkan kepercayaan umat dalam memberikan apa yang mereka miliki bagi kepentingan banyak umat di dalam gereja. Contoh di atas dari sebuah gereja di NTT yang dari tahun ke tahun melaporkan keuangan gereja dalam jumlah yang selalu meningkat karena adanya manajemen keuangan yang transparan.



Sebaliknya hidup dalam roh iblis terlihat dalam perbuatan-perbuatan yang menghancurkan diri, sesama, dan alam sekitar. Contohnya, seorang pemimpin agama yang bekerja sendiri, termasuk dalam hal mengatur keuangan keagamaan. Manajemen keuangan paroki yang tertutup, tidak transparan, melahirkan berbagai imaginasi atau prasangka banyak orang terhadap pemimpin, dan dampaknya umat tidak percaya pada pemimpin yang tidak transparan dalam mengatur keuangan umat untuk kepentingan bersama. Kalau umat tidak percaya maka umat juga sulit untuk memberikan apa yang mereka miliki kepada kepentingan Gereja secara universal.



Pemimpin yang baik dan benar, yang jujur dan transparan dalam manajemen keuangan pribadi dan bersama, selalu dicari dan dipercaya bawahannya, umatnya, rakyatnya. Maka nubuat Yesaya ini tepat dan selalu aktual : "Dia (Yesus) akan dicari oleh suku-suku bangsa." Karena Yesus adalah pemimpin yang sejati, di dalam Dia ada kejujuran dan transparansi untuk keselamatan universal.


Kotbah Misa Harian, Senin 3 Desember 2012




DUNIA DALAM INJIL
 

Mrk 16: 15 – 20
1Kor 9:16-19.22-23
Kotbah Misa Harian
Senin 3 Desember 2012
di Soverdi St. Arnoldus Surabaya


P. Benediktus Bere Mali, SVD


Judul renungan kali ini adalah Dunia dalam Injil. Bentuk pertanyaan yang muncul dalam benak ketika melihat judul renungan di atas adalah apa perbedaan antara Injil dalam dunia dengan Dunia dalam Injil? Perbedaan antara Dunia dalam Injil dengan Injil dalam Dunia sesungguhnya sangat jelas di dalam penjelasan berikut. Dunia dalam Injil mengandung arti bahwa yang menjadi subyek adalah Injil sedangkan yang menjadi obyek adalah dunia, sebaliknya Injil dalam dunia mengandung pesan bahwa yang menjadi subyek adalah dunia sedangkan yang menjadi obyek adalah Injil.


Paulus dan para murid Yesus menjadi misionaris yang mewartakan Injil di atas dunia. Pewartaan Injil di atas dunia yang semakin hidup di dalam hal hal yang bukan Injil atau yang bertolakbelakang dengan Injil. Injil adalah khabar gembira, sukacita, kedamaian, keadilan, kesejahteraan, kejujuran, keterbukaan, transparansi untuk kebaikan dan kebenaran bersama melintas batas.


Para misionaris dari dulu sampai sekarang dan pada masa yang akan datang, untuk selama-lamanya, selalu ada dan diutus untuk mewartakan Injil kepada segala bangsa agar semua bangsa hidup dalam Injil yang menyelamatkannya.


Pewartaan Injil pada zaman ini membutuhkan sebuah pewartaan yang lahir dari teladan hidup yang berakar dalam Injil. Contoh hidup adalah pewartaan yang paling kuat pengaruhnya bagi dunia agar dunia tinggal dan hidup dalam Injil. Para misionaris pun mewartakan Injil dalam dunia maya. Teladan hidup yang nyata yang lahir dari dan berakar dalam Injil harus diwartakan dalam dunia internet agar teladan yang baik dan benar yang lahir dari Injil mendatangi hati manusia di kamar dan di laptop, di bb, di twiter, di facebook, di blogspot, di webside, di youtobe dan dalam model model dunia maya yang mempercepat pewartaan Injil ke seluruh dunia, kepada hati setiap manusia melintas batas. Dengan demikian dunia hidup dalam Injil akan tercapai.


Kotbah Misa Harian, Sabtu 15 Desember 2012

Rabu, Desember 12, 2012

SERMON AT MASS DAILY, THURSDAY, DECEMBER 13, 2012




MISSIONARIES:

BRINGING THE GOSPEL TO PEOPLE

BRINGING PEOPLE TO THE GOSPEL



ISA. 41: 13-20; MATT. 11: 11-15

SERMON AT MASS DAILY,

THURSDAY, DECEMBER 13, 2012

FROM SURABAYA TO SOVERDI WORLD


P. BENEDICT BERE MALI, SVD



An old proverb says "you can take a horse to the water, but you can't force that horse to drink from it.” It means that you can always introduce or teach someone something good and right. But even you can do so, perhaps, you cannot make them to think, to talk or to behave accordingly.
Everybody has freedom to decide and choose what is right and wrong, what is good or bad.

As a missionary, we are called to introduce God and his message to people and then to lead them to God. However, we cannot force someone to accept our teaching.

In his Ministry, Jesus gives freedom to people to accept or refuse his teaching. This is the point of today's Gospel. He does not compel people to accept him or the kingdom of God. In the Gospel he concludes his teaching by saying: "Whoever has ears ought to hear"

We all have two ears. We can use our ears to hear everything, good and bad. we have right to use our ears, but we also have capacity to control what information or new we ought to hear. we can open it to more good information, or to more rumors, gossips or bad talking about others.

 Since we have capacity, lets control open our ears to something good and useful for the benefit of others.

Whenever we hear bad or wrong information such as gossip or rumor about others, let's keep it. Advent is a good time for us also to control ourself including our ears.



Sabtu, Desember 01, 2012

Kotbah Misa Minggu Adven I. C. 2 Desember 2012




BERSIAP-SIAGA DALAM KASIH

Yer 33: 14-16
1 Tes 3 : 12-4; 2
Luk 21 : 25-28, 34-36
Misa Hari Minggu, 2 Desember 2012
Di Soverdi St. Arnoldus Surabaya

P. Benediktus Bere Mali, SVD

Kompas tanggal 1 Desember menurunkan sebuah artikel tentang calon presiden 2014. Rakyat Indonesia bersiap-siaga menyambut kedatangan pemimpin baru pada tahun 2014. Partai-partai besar, bersiap-siap akan mengajukan calon presiden dari non-partai, yaitu orang yang netral, bersih dari KKN, dan dapat membawa perubahan yang berarti bagi rakyat Indonesia seluruhnya. Partai-partai besar belajar dari pengalaman pemilihan Gubernur DKI  yang berasal dari orang luar, yang sungguh diharapkan membawa sebuah perubahan di DKI sebagai ibu kota Negara Indonesia, sekaligus sebagai contoh bagi seluruh rakyat Indonesia. Menantikan pemimpin yang bersih adalah sebuah kegembiraan tetapi sebuah kegoncangan bagi para koruptor.


Bacaan minggu ini mewartakan umat manusia yang siap-siaga menantikan kedatangan seorang pemimpin ideal dalam kehidupan sipil maupun dalam kehidupan religius. Yeremia, dalam bacaan pertama, bernubuat, pemimpin yang diharapkan itu adalah Mesias yang muncul dari “Tunas Keadilan Daud”. Ia membawa keadilan, kebebasan dan ketentraman bagi bangsa manusia.


Injil melukiskan kedatangan Mesias Pemimpin Ideal yang dilukiskan Yeremia itu dengan menyebutnya Anak Manusia. KedatanganNya diawali dengan tanda-tanda alam yang guncang yang menakutkan. Mengapa? Karena Anak manusia datang membawa perubahan besar yaitu kebebasan, keadilan dan kesejahteraan bagi semua orang melintas batas.  Hal ini menakutkan bagi banyak orang, khususnya para penguasa dunia yang berlaku tidak adil dan menindas sesama manusia.


Paulus dalam bacaan kedua melukiskan Anak Manusia itu adalah Yesus Kristus. Kedatangan Yesus Kristus yang dimaksud adalah kedatanganNya pada akhir zaman. Yesus yang telah datang pertama sama dengan Yesus yang akan datang kedua pada akhir zaman.  KedatanganNya pertama ke dunia, telah memberikan hukum cinta kasih sebagai hukum terbesar dan terutama bagi keselamatan manusia.  Menantikan kedatanganNya yang kedua, menantikanNya dengan selalu berjaga-jaga dalam kasih. Berjaga-jaga dalam berbuat kasih berarti memberikan diri, hati, tenaga, pikiran, materi bagi keselamatan sesama secara universal.


Pertanyaan kita adalah kapan Anak Manusia itu datang? Kapan Akhir zaman itu datang? Masa adven adalah masa menantikan kedatangan Anak Manusia. Masa Adven adalah masa menantikan kedatangan Akhir zaman. Kapan persisnya tak seorang pun tahu.


Yang pasti bagi kita adalah ada kelahiran pasti ada kematian. Tetapi bagi orang beriman, kematian adalah awal kehidupan. Kita hidup pada masa antara. Masa anatara adalah masa yang menyatukan masa kelahiran dan kematian kita.


Pada masa antara ini kita menantikan kedatangan Anak Manusia dengan bersiap-siaga dalam kasih. Kita Kasih waktu untuk Tuhan dalam doa dan ekaristi untuk menyelamatkan diri dan sesama manusia melintas batas. Kita kasih pikiran kita bagi pencerahan sesama dalam komunitas dan lingkungan sekitar kita. Kita kasih tenaga dalam membangun dan menciptakan yang baik dan benar bagi  kebaikan bersama. Kita kasih materi bagi kebutuhan hidup sesama yang sangat membutuhkan.

Jumat, November 30, 2012

Kotbah Misa Harian, Sabtu 1 Desember 2012



KEGADUHAN &
OLAH ROHANI

(Why 22:1-7; Luk 21:34-36)
Kotbah Misa Harian,
Sabtu 1 Desember 2012
di Soverdi Surabaya


P. Benediktus Bere Mali, SVD


Tajuk Rencana Kompas Jumat 30 November 2012, hal. 7 menurunkan judul tulisan: Kegaduhan Politik. Isinya adalah kegaduhan politik antara politisi dan para elite yang mementingkan kepentingannya sendiri, mengganggu konsentrasi membangun Indonesia secara adil dan merata. Kegaduhan itu mengorbankan rakyat kecil yang merindukan kesejahteraan umum. Masyarakat pun mulai tidak percaya pada politisi dan para elite yang membuat gaduh dalam memperjuangkan kepentingannya sendiri.


Kegaduhan sosial mengganggu konsentrasi pembangunan masyarakat Indonesia secara adil dan merata. Demikian pun kegaduhan personal karena sibuk dengan persoalan-persoalan duniawi sangat mengganggu konsentrasi dalam olah rohani. Setiap pribadi memerlukan ketenangan diri dan kedamaian diri, sungguh sangat mendukung olah rohani menuju kematangan dan kedewasaan pribadi dalam bidang spiritual. Ketenangan personal yang memiliki kedisiplinan dalam olah rohani, akan berdiri kokoh dalam aneka godaan duniawi yang datang mendampingi perjalanan hidupnya. Sedangkan kegaduhan pribadi dalam pesta pora dan kemabukan, mengarahkàn diri pada kejatuhan dalam godaan duniawi yang menyesatkan dan dapat merusak masa depan hidupnya.


Kedisplinan dalam olah rohani yaitu berdoa membuat pribadi kokoh dalam setiap kesulitan dan godaan duniawi. Seorang yang berdoa secara disiplin memiliki kekuatan karena selalu hidup dalam Tuhan. Keselamatanpun menjadi miliknya ketika HARI TÙHAN yang kedatangannya secara tiba-tiba. Selalu berjaga dan berdoa, hidup dalam Tuhàn dalam setiap saat dan tempat adalah jalan keselamatan bagi orang beriman. Maka tepat Yesus bersabda : "Jagalah dirimu, jangan sampai hatimu sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi, dan jangan sampai HARI TUHAN (KEMATIAN) tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat. Sebab ia akan menimpa semua penduduk bumi ini. Berjaga-jagalah senantiasa, sambil berdoa, agar kalian mendapat kekuatan
untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan agar kalian tahan berdiri di hadapan Anak Manusia."


Apakah kita hidup disiplin berdoa dipandang sebagai kebutuhan pokok bagi kedewasaan kerohanian kita, atau kita selalu beralasan tidak mempunyai waktu untuk berdoa secara disiplin? Masih ingatkah Bapa dan Mama kita ketika kita masih kecil, setiap malam selalu berdoa bersama keluarga, doa rosario bersama, ke Gereja bersama, ikut kerja bakti di Gereja bersama, ikut arisan bersama di Lingkungan, wilayah dan paroki, terlibat dalam manajemen paroki yang terbuka, jujur dan transparan? Kalau masih ingat dan itu ada pengaruh besar di dalam formasi diri dalam kehidupan spiritual, maka mulai saat ini kini dan di sini, membangun bangunan kehidupan doa yang rapi, tertip dan disiplin.  Manfaatnya ganda, masa kini di dunia menerima keselamatan dari Tuhan dan masa yang akan datang di Surga akan memperoleh keselamatan dalam Tuhan.

Rasa nomena nama Asueman di Timor Tengah



*P. Benediktus Bere Mali, SVD*

Asueman adalah sebuah tempat kediaman suku bunaq yang terletak di Aitoun,  Timor Tengah, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Fenomena dan nomena Asueman dan Aitoun saling berhubungan dalam wilayah geografis dan sistem pemerintahan  Desa.

Nama Asueman dapat dilihat dari sekian banyak perspektif dan dari sekian banyak kacamata yang dapat digunakan, hanya ada satu kacamata yang pas pada kesempatan ini. Penulis coba menggunakan alur fenomena dan nomena dari sebuah nama Asueman. 

Dusun Asueman ini sudah menghasilkan empat pastor. Dari keempat pastor itu dua imam SVD dan keduanya saat ini bekerja di Surabaya – SVD Provinsi Jawa dan dua imam Projo Keuskupan Atambua.  Dari dua imam projo Keuskupan Atambua itu, satu imam Projo sudah meraih gelar S3 dalam bidang sosiologi.  


Pertanyaannya adalah apa nomena dari fenomena dari kata Asueman? 


Pada tataran denotatif, kata Asueman bukan berasal dari kata bahasa Bunaq tetapi berasal dari kata bahasa Tetun, dari kata Asu dan kata Eman. Kata Asu artinya anjing. Kata eman artinya orang, manusia. Kata Asueman berarti  Anjing Manusia.  Manusia yang mempunyai seekor anjing yang pintar. Asueman tidak berarti Manusia Anjing. Asueman tidak berarti anjing mempunyai seorang manusia yang pintar. Asueman tidak berarti seekor anjing yang pintar memiliki seorang manusia yang pintar.


Pertanyaan lanjut yang masih berkaitan dengan nomena dari fenomena Asueman. Mengapa fenomena nama Asueman dari bahasa Tetun bukan dalam bahasa Bunaq pada hal penduduknya saat ini berbahasa Bunaq? 
Bisa jadi leluhur dahulu kala berbahasa Tetun di Aitoun bukan berbahasa Bunaq. Atau leluhur yang pertama kali memberi nama tempat ini adalah berbahasa Tetun bukan berbahasa Bunaq.  Bisa jadi juga orang Bunaq yang mendiami Asueman ini adalah pendatang baru. Bisa jadi ada peran perang antar wilayah pada zaman dulu sehingga suku Bunaq mendiami wilayah Tetun. Masih banyak nomena lain yang terus digali di balik fenomena Asueman. 

Demikian juga nama tempat Gua Bibilutun tempat leluhur sebelum pindah ke Asueman. Kata Bibilutun sendiri berasal dari kata bahasa Tetun, yaitu terbentuk dari kata bibi dan lutun. Kata bibi berarti kambing dan kata lutun berarti sekelompok kambing. Jadi kata Gua Bibilutun berarti sekelompok ternak kambing. Bisa jadi dahulu kala leluhur Asueman adalah penggembala kambing dan tempat Gua Bibilutun adalah tempat yang aman untuk tempat tinggal kambing terutama di dalam Gua di musim hujan dan pada malam hari. Bisa jadi dahulu kala leluhur nomaden bersama ternaknya dan tinggal bersama ternak kambing di tempat yang sangat aman di Gua Bibilutun. 


Video berikut ini tentang sejarah kediaman leluhur di Bibilutun dan kemudian berpindah ke Asueman. 
Video ini memberikan penjelasannya tentang dua tempat bersejarah leluhur Gua Bibilutun dan Asueman. 
Video ini berasal dari Pak Guru Oskar Mali, S.Pd. yang merekam lomba pidato siswa atau cerita di depan kelas oleh siswa SMP Satu Atap Wetear Kecamatan Raihat. Siswa yang berpidato adalah Irfan Bau. Sedang foto dan tugu anjing dalam video ini diambil dari google. Foto tugu Anjing dan patung anjing bukan dari Asueman tetapi dari tempat lain yang kebetulan penulis ambil untuk  memudahkan pembaca membayangkan Tugu anjing yang asli di Asueman, dimana saat ini penulis belum mendapat foto tugu anjing dan kuburan anjing di Asueman. 
Video ini dari Pak Oskar Mali, S.Pd.
Foto SDK Asueman dan Foto Anjing dan foto Tugu Anjing diambil dari Google. 



Penulis sering bertanya kepada Bapa Gabriel Mali, ayah kandung penulis, berasal dari rumah suku 
Asutalin. Mengapa ayah tidak makan daging RW?  Setiap kali kami anak anak dan keluarga menikmati daging RW, olahan daging anjing yang sangat enak ala olahan Suku Bunaq Aitoun, ayah tidak menikmatinya. Walaupun daging RW di mata dan lidah kami sangat enak, tetapi bukan bagi bapa Gabriel. 


  • Bapak Gabriel tidak pernah makan daging RW dengan olahan sebaik apapun. Bapak Gabriel memiliki Rumah Suku Asutalin  tinggal di Asueman. Fenomena ini tentu dan pasti punya nomenanya tersendiri.

   Bapa Gabriel berasal dari rumah Suku Astalin atau Asutalin. Kata Asutalin adalah kata bahasa Tetun, dari kata Asu dan kata Talin. Asu Artinya anjing dan talin berarti tali. Asutalin berarti Tali Anjing yang Pintar. Apakah ada hubungan cerita Asutalin dengan Asueman? 

Menurut ceritera lisan dari Bapak Gabriel Mali, ayah kandung penulis, Asueman atau kampung Asueman atau dalam bahasa daerah, Asueman tas (kampung/kota) itu ditemukan oleh seekor Anjing pintar yang pemiliknya berasal dari rumah suku Asutalin yang bertempat tinggal di Gua Bibilutun. 


Bagaimana Anjing pintar itu menemukan kampung Asueman? Leluhur dari rumah suku Asutalin memiliki seekor anjing yang sudah bunting dan mendekati masa beranak. Leluhur berumah suku Asutalin ini merasa heran ketika Anjingnya beberapa hari menghilang dalam keadaan bunting dan kemudian kembali ke Gua Bibilutun ke rumah pemiliknya, dengan keadaannya sudah beranak. Tempat dimana anjing pintar itu beranak, pemiliknya tidak tahu. 
Setelah anjing itu beranak, di tempat yang tidak diketahui pemilik anjing itu, pemilik berupaya untuk menemukan anak anjing di tempat dimana anjing itu beranak. Bagaimana caranya untuk tahu tempat dimana anjing beranak? Leluhur Suku Astalin sangat cerdas. Melihat fenomena ini sebagai sebuah persoalan dan segera mencari dan menemukan solusinya. Di leher anjing yang sudah beranak itu diikat sejumlah ketupat dengan tali dan semua ketupat itu diisi dengan abu dapur. 

Setelah tuannya memberi makanan dan minuman kepada Anjing Pintar itu maka Anjing itu dilepaspergikan dari  Gua Bibilutun ke tempat dimana anak-anaknya tinggal. Situasi saat itu tentu dipenuhi dengan hutan belantara dan semak-belukar dan jalan pun merupakan jalan setapak atau hanya melewati jalan tikus. 

Pemilik Anjing Pintar itu mengikuti jejak anjing pintar yang ditandai dengan jatuhnya abu dapur sepanjang jalan tikus sampai tempat anjing itu beranak. 

Benar sekali kecerdasan leluhur untuk menemukan tempat tinggal anak anjing lewat jatuhnya abu dapur yang diikat di leher Anjing pintar itu. 

Tepat sekali, bahwa tempat di mana anjing itu beranak, adalah sebuah tempat yang sangat indah dan luas pemandangannya. 

Leluhur menamai tempat yang indah pemandangannya itu adalah Asueman. Proses pemberian nama tentu tidak hanya atas pendapat satu orang. Pemberian nama ini  pasti melibatkan banyak pihak karena nama Asueman sangat berkaitan dengan berdirinya "mezbah" penemu kampung Asueman yang menjadi sebuah fenomena yang mengandung nomena majemuk. 


Disebut Asueman karena Asueman ditemukan leluhur karena pertolongan tuntunan Anjing Manusia yang cerdas di Wilayah suku bunaq Aitoun. 

Anjing manusia yang pintar itu tinggal di Gua Bibilutun pergi beranak di Asueman tempat yang baik, indah dan aman baginya dan anak-anaknya. 

Anjing ini pintar. Anjing ini cerdas. Tanda heran bisa terjadi lewat sarana Anjing pintar yang tepat pada saat dan tempat yang tepat pula. Di tempat itulah leluhur dirikan mezbah dan hingga kini menjadi bukti saksi terjadinya sejarah Asueman. Fenomena mezbah memiliki nomena yang polisemi. 

Tempat dan saat terjadinya mujizat itulah leluhur  mendirikan mezbah atau dalam bahasa bunaq Asueman disebut "bosok". Ada keyakinan bahwa di mezbah itulah roh leluhur penemu Asueman tas berdiam. Di tempat itulah dilakukan ritus-ritus adat oleh anggota rumah suku leluhur penemu Asueman. Di tempat itu pula Leluhur menguburkan Anjing Pintar penemu Asueman. 

Fenomena Kuburan dan Mezbah yang dilihat indera setiap pengunjung menyatakan nomena ganda. Fenomena Gua Bibilutun dan kata Asueman menyimpan rapi nomena majemuk bagi generasi Asueman kini dan selamanya. Realita Gua Bibilutun dan Asueman menyampaikan makna majemuk bagi generasi Asueman sepanjang masa.

Ada berbagai nomena majemuk yang harus digali dari fenomena perpindahan leluhur dari Bibilutun ke Asueman. Barangkali tempat Gua Bibilutun bukan tempat yang lebih aman bagi leluhur pada waktu itu. Barangkali Anjing pintar pun merasa tidak aman beranak di Gua Bibilutun dan sekitarnya. Barangkali Gua Bibilutun juga bukan tempat yang lebih aman bagi para pemilik kambing saat itu.

Lantas apakah ketika pemilik kambing pindah ke Asueman, kambingnya tetap tinggal di Gua Bibilutun? Pemilik kambing lebih aman tinggal di ketinggian Asueman. Lokasi di sekitar Asueman adalah lahan rata cukup luas dan layak untuk memelihara kambing. Bisa jadi sebagian leluhur membawa kambingnya dan sebagian kambing dan pemiliknya tetap tinggal di Bibilutun. Bisa jadi juga semua pemilik kambing pindah ke Asueman dan Bibilutun menjadi tempat yang aman hanya untuk menjaga dan memelihara kambing.

 Selain itu bukit Asueman adalah tempat strategis  untuk menjadi tempat tinggal. Asueman memiliki pemandangan yang indah. Bukit Asueman tempat paling aman dari serangan musuh. Kecerdasan leluhur memilih tempat tinggal yang aman dan strategis.

Fenomena Asueman dengan nomena yang tampak dalam nama Asueman bukan dalam bahasa bunaq tetapi dalam bahasa Tetun. Asueman menjadi sebuah kampung tempat tinggal karena barangkali leluhur pertama yang tinggal di Asueman adalah leluhur suku Asutalin. Fenomena nama Asutalin dalam bahasa Tetun, bukan dalam bahasa Bunaq. Di sana ada Bukti mezbah dan kuburan Anjing Manusia yang pintar yang menemukan Kampung Asueman. Hingga saat ini di Asueman ada tugu Anjing Manusia yang menemukan Kampung Asueman itu tetap dijaga dan dipelihara.  Di sana ada kuburan Anjing manusia yang cerdas yang menemukan Kampung Asueman tetap dijaga dan dipelihara. Leluhur sungguh sangat cerdas dalam memilih tempat tinggal berbasiskan cara berpikir pada zamannya. Kecerdasan itu terus ada, hidup dan selalu dihidupi dalam tubuh budaya  Aitoun kini dan selamanya.



Kalau lihat fenomena posisi lokasi Bibilutun dengan Asueman, Bibilutun di tempat yang lebih rendah sedangkan Asueman di puncak Bukit yang tertinggi. Fenomena gerak pindah dari wilayah rendah ke tempat yang tinggi sangat kaya dengan nomena yang sangat majemuk. 
Mengapa para leluhur meningalkan tempat tinggal di Gua Bibilutun dan mendiami tas (kampung/kota) Asueman? Apa kelebihannya sehingga leluhur berani meninggalkan Gua Bibilutun sebagai tempat yang aman dari serangan musuh, dan pergi tinggal di Asueman yang lebih terbuka? 

Leluhur meninggalkan Gua dan mendiami Asueman karena Kampung (tas/kota, dalam bahasa Bunaq) Asueman terletak di puncak bukit dengan pemandangan yang luas dan indah segar udaranya, melihat semua wilayah Lamaknen, Wilayah Timor Leste, wilayah Tohe, Asumanu dan Maumutin. 


Asueman letaknya di jantungnya Kecamatan Raihat.  Asueman pun aman karena dikelilingi dengan sadan atau pagar bebatuan yang kokoh serta pagar tanaman-padat-berduri yang menyulitkan musuh menyerang kampung Asueman. Pintu masuk keluarpun hanya dua yaitu bagian selatan dan utara dengan pagar batu dan tumbuhan-padat berduri. Asueman adalah tempat tinggal tertinggi di atas bukit yang sangat strategis. Asueman adalah tempat tinggi untuk mudah melihat musuh-musuh dari dataran rendah yang hendak datang menyerang. Karena  itu musuh dari arah yang lebih rendah gampang dilumpuhkan kekuatan bahkan nyawanya sendiri.
 

Asueman adalah tempat tertinggi di semua dusun yang ada di wilayah kedesaan Aitoun. 

Pertanyaan muncul, mengapa Leluhur Asueman beralih dari Gua Bibilutun yang letaknya di dataran rendah dan naik ke Bukit Asueman yang lebih tinggi jadi tempat tinggal? 

Apa ada hubungannya dengan filosofi Asueman yang memiliki pola pikir bahwa tempat tinggi adalah tempat tinggal sang roh supranatural, roh alam, dan roh leluhur, sehingga dengan demikian semua roh sesama manusia dan roh diri sendiri yang tinggal di tempat yang tinggi dapat lebih mudah menyatu dalam ruang-waktu di tempat tinggal roh-roh itu di Bukit Asueman? 

Hingga saat ini tokoh-tokoh terkemuka khusus di bidang Agama Katolik (empat pastor/imam/romo/pater) di Kedesaan Aitoun dari Asueman. Apakah ini ada kaitannya dengan Asueman yang letaknya di bukit tertinggi sedang dusun lainnya di lembah? 

Selain itu dari data Guru Agama Asueman bahwa Uskup Atambua berkebangsaan Eropa  sejak dulu sudah 2 kali mengunjungi Asueman Tas yang letaknya di bukit tertinggi di wilayah Kedesaan Aitoun. Sedangkan dusun yang lain di Aitoun belum dikunjungi. 

Apakah ini ada kaitannya dengan panggilan yang subur untuk menjadi pastor dan suster  dari Asueman pada saat ini? Mengapa Sekolah yang dibangun di Kampung ini diberi nama SDK Asueman? Apakah fenomena ini mengabadikan makna terdalam atau nomena dari Asueman yang mengandung polisemi?

Fenomena menunjukan bahwa dari Asueman empat pastor dan beberapa suster. Dari fenomena ini dapat menemukan nomena yang ada di balik fenomena ini. 

Nomenanya adalah kekuatan positif spiritual Asueman selalu setia mendukung putra-putrinya untuk menjadi imam dan suster. Roh Allah, Roh Alam, Roh Arwah Leluhur, Roh Sesama, dan Roh Pribadi menyatu berjalan di jalan positif yaitu jalan Allah untuk menyelamatkan Asueman-Aitoun dan dunia sejagat. 

Fenomena dan nomena ini melahirkan pola relasi spiritual Suku Bunaq Asueman-Aitoun seperti bagan di bawah ini. Inilah bagan filosofi pemikiran Suku Bunaq Asueman-Aitoun. Pola ini muncul di dalam sejumlah ritus adat suku Bunaq di Asueman-Aitoun.  Boleh disebutkan bahwa fenomena nama Asueman mengantar pembaca kepada nomena yang polisemi yang dapat digambarkan dalam bagan berikut ini untuk pembaca lebih  mendalaminya.
Pola pikir Asueman Aitoun seperti ini sejalan dengan Pola Pikir Teologi Agama Katolik. Lihat juga 
By. P.Benediktus Bere Mali,SVD


Untuk melihat letak Asueman Tas Anda dapat ikutinya dalam Tei Gol Suku Bunaq di dalam video di bawah ini. Di Bukit tertinggi tertulis Asueman Tas itulah tempat tinggal orang Asueman. Bapa Uskup Atambua asal benua Eropa pada zamannya telah dua kali mengunjungi umat Asueman Tas. 




ceritera lisan Bapak Gabriel Mali, ayah saya, saat ini Guru Agama Asueman dan Tua Adat  senior di Asueman-Aitoun.  

Bagi Ama Gabriel, fenomena Agama dan Adat berjalan di jalurnya masing-masing dan ternyata ada titik temunya tepatnya di nomena sang supranatural-agama maupun adat. 

Adat menyebutnya "Hot Ezen" muncul dalam setiap doa dalam ritus adat (A.A.Bere Tallo, 1978). Sang supranatural Agama Katolik adalah Allah. 

Fenomena nama berbeda tetapi nomenanya sama. Sama-sama bertemu dalam fenomena nama yang disebut dengan berbeda soundnya tetapi sama kontennya/nomena-nya yaitu sang-supranatural. 


Nama supranatural boleh beda karena dibentuk dan disebut dalam konteks antropologis yang berbeda. 

Tetapi intisarinya sama yaitu baik Agama Katolik Maupun Adat memiliki 3 unsur pokok dari sebuah fenonena Agama Katolik dan Agama Adat yaitu sang supranatural/Allah/Hot Ezen, Kitab Suci Tertulis/Kitab Adat Lisan, Gerak  isyarat tubuh dalam ritus Agama/Adat sehingga sang supranatural yang diyakini oleh penganutnya masing-masing tetap hidup dan kehidupan itu sendiri yang menjadi pusat keyakinan  sebagai nomena bagi para penganutnya. 

Nomena itu menjadi nilai yang mengemudi fenomena perilaku anggota Agama katolik/anggota rumah Adat. 

Demikian fenomena bahasa Agama/Adat dengan nomena Sang Supranatural dalam dua wilayah adat/agama. 

Informasi dari Bapak Gabriel Mali via telephone dari Surabaya ke Asueman, pada hari Jumat 30 November 2012.



Daftar Pustaka


A.A. Bere Tallo. (1978), Adat Istiadat dan Kebiasaan Suku Bangsa Bunaq di Lamaknen-Timor Tengah, Weluli, 7 Juli 1978


Mali, Benediktus Bere, Wolor, John (ed). (2008). Kembali ke Akar . Jakarta: Cerdas Pustaka Pub..