Kamis, Januari 10, 2008

PRESIDEN SUKU MERAYAKAN “ADAT BULA HOON” D I ATAS “BOSOK”

BULA HOON artinya mempersembahkan korban binatang kepada leluhur yang dipimpin oleh POR GOMO. Por gomo adalah pemimpin tertinggi para leluhur maupun pemimpin jiwa anggota suku yang masih hidup di dunia ini. Istana kediaman Por Gomo ini di sebuah altar yang dibangun oleh nenek moyang sejak jaman dulu kala. Altar itu dibangun dari batu-batu alam. Altar persembahan itu dalam bahasa Bunaq disebut BOSOK.



Tempat Altar itu biasanya di tempat di mana ada sumber air. Orang yang mengadakan BULA HOON, menimbah air itu dan membawanya ke rumah, di simpan di rumah, sebagai air berkat dalam rumah. Por gomo adalah penguasa atas hidup manusia. Paham bahwa sakit seorang anggota suku sampai operasi misalnya, merupakan satu penyakit karena kemarahan por gomo yang berkuasa atas hidup setiap anggota suku. Sakit keras dan kemudian sembuh kembali, dipandang bahwa kesembuhannya itu belum total. Dipandang bahwa jiwa seorang anggota suku itu masih tinggal dibawa kuasa por gomo. Lalu bagaimana supaya jiwa itu kembali menyatu dengan seorang anggota suku yang telah sembuh dari sakit itu ? Di samping proses peyembuhan secara medis maupun lewat dukun kampung, diadakan adat liturgi BULA HOON untuk si sakit bersatu kembali dengan jiwanya agar dia mengalami kesehatan yang utuh.




Sejak nenek moyang dahulu kala, adat BULA HOON ini sudah ada dan terus dilaksanakan sampai hari ini oleh generasi suku-suku kecil dalam suku Bunaq. Setiap suku kecil dalam suku Bunaq memiliki por gomo sendiri-sendiri. Setiap suku kecil memiliki altar persembahan yang dibangun dari bebatuan yang biasanya dekat sumber air. Setiap melaksanakan korban binatang sesuai dengan intesinya untuk menerima rahmat utuh dari POR GOMO setelah sakit keras, dan setelah kecelakaan. Sakit penyakit itu berasal dari kutukan POR GOMO atas seorang anggota suku yang sakit atau celaka karena mengandalkan diri tidak mengandalkan kekuatan POR GOMO yang menguasai hidup setiap anggota suku. Anggota suku yang sombong, tidak rendah hati lewat tidak taat pada adat istiadat yang berlaku, akan diberi penyakit atau kecelakaan oleh POR GOMO. Adat BULA HOON untuk kembali memperbaharui diri seorang yang telah sakit atau celaka itu untuk hidup rendah hati dan peduli serta taat pada tata adat yang diturunkan nenek moyang sejak dahulu kala.




BULA HOON yaitu perayaan liturgi adat dengan mengorbankan korban binatang yang dipercikkan darahnya di atas altar persembahan nenek moyang itu disertai dengan mantra-mantra oleh seorang dukun sekaligus seorang yang tahu adat tentang asal-asal suku dan tahu baik bahwa sumber kemarahan POR GOMO terhadap yang menderita sakit dan atau mengalami kecelakaan, agar mantra-mantra kerendahan hati dan permohonan maaf di depan POR GOMO dapat meluluhkan hati POR GOMO untuk memberi kesembuhan utuh serta berkat dan perlindungan hidup sehat kepada si sakit. BULA HOON di atas BOSOK atau altar persembahan ini bertujuan untuk hidup damai antara anggota suku yang sakit dengan POR GOMO suku. Persembahan korban binatang di atas BOSOK yang telah dibangun sejak dulu kala sejak zaman nenek moyang, tetap dijaga oleh presiden suku atau ketua suku bersama para anggota suku yang akan mengganti presiden suku.





Korban yang dipersembahkan di BOSOK tersebut adalah korban pendamaian antara anggota suku yang sakit dengan POR GOMO sebagai pemimpin atas kehidupan anggota terutama atas anggota suku yang sakit atau celaka yang sedang dalam proses penyembuhan menuju kesembuhan total. Sangat diyakini bahwa pembuat adat liturgi BULA HOON di atas BOSOK itu, selain berdamai dengan POR GOMO, adat ini dirayakan untuk mengambil kembali jiwa yang masih ada di tangan kuasa POR GOMO yang berkuasa atas kehidupan si sakit karena penyakit atau kecelakaan, agar jiwanya itu kembali bersatu dengan dirinya. Permintaan jiwa si sakit itu oleh presiden suku lewat mantra-mantra yang diucapkannya. Lewat Adat liturgi BULA HOON di atas BOSOK atau altar itu presiden suku atau ketua suku meminta rahmat dan kebaikan serta perlindungan dan kesehatan kepada anggota suku yang sedang dalam proses sakit karena penyakit atau kecelakaan.





Akan dibawa kemana daging yang dikorbankan itu? Daging itu akan dimasak di sekitar BOSOK altar tempat persembahan suku kepada pemimpin kehidupan yaitu POR GOMO. Daging yang sudah dimasak dengan nasi, siri pinang, sejumlah uang logam, sesuai ketentuan adat yang berlaku dalam suku, dimasukkan di dalam TAKA GOL yaitu tempat persembahkan kepada POR GOMO di atas altar atau BOSOK tersebut. Inilah pemberian jata atau yang menjadi bagian dari POR GOMO yang berkuasa atas kehidupan anggota suku. Persembahan kepada POR GOMO di atas altar atau BOSOK itu adalah daging yang berisi dan bergisi. Diyakini bahwa ini adalah makan pesta pendamaian antara yang sakit dengan POR GOMO yang berkuasa atas hidup anggota suku yang sakit. Ini adalah pesta syukur atas kesembuhan yang dialami si sakit.




Daging yang lainnya dimakan oleh anggota suku yang menghadiri upacara liturgi BULA HOON itu. Mereka makan pesta perdamaian di sekitar BOSOK atau altar itu sebagai satu pesta perdamaian dengan POR GOMO atau pemimpin kehidupan dengan anggota suku yang sakit dan sedang dalam proses penyembuhan menuju kesehatan yang diidamkan.





Peristiwa upacara liturgi adat BULA HOON di atas BOSOK atau altar persembahan leluhur kepada POR GOMO atau penguasa atas kehidupan anggota suku terutama atas anggota suku yang sedang sakit ini menunjukkan bahwa anggota manusia suku Bunaq mengakui adanya penguasa atas kehidupan manusia, yang dalam bahasa adat Bunaq disebut POR GOMO yang tidak kelihatan tetapi diakui, diterima lewat upacara liturgi adat BULA HOON. Dalam iman Katholik ada penguasa tunggal atas kehidupan di dunia ini dan kehidupan abadi yaitu ALLAH yang menyatakan diri secara penuh kepada manusia dalam diri YESUS KRISTUS.





Hanya ada sesuatu yang sulit didamaikan antara adat BULA HOON dengan pola pemahaman iman Katholik yaitu bahwa dalam paham adat BULA HOON, sakit atau kecelakaan manusia, dalam hal anggota suku berasal dari semacam kemaraham POR GOMO. Ini menunjukkan bahwa dalam diri POR GOMO ada keinginannya untuk diperhatikan, dilayani, dipedulikan. Hal itu diungkapkan dalam upacara adat BULA HOON di atas BOSOK atau altar suku untuk persembahan kepada POR GOMO, sebagai upacara rukun-rujuk antara anggota suku yang sakit dengan POR GOMO yang dipandangnya sebagai penguasa atas hidup dan jiwa si sakit. Artinya ada sisi baik dan jahat dalam diri POR GOMO itu. POR GOMO akan memberi kebaikan kalau diperhatikan. Por GOMO akan marah, mendatangkan penderitaan dan sakit kepada anggota suku kalau anggota suku tidak memperhatiakannya, tidak secara teratur merayakan upacara adat liturgi BULA HOON di BOSOK atau altar persembahan itu. Dalam paham Katholik, TUHAN adalah sumber kebaikan dan cinta sejati. Tuhan selalu memberi rahmat kehidupan dan kelimpahan kepada manusia ciptaanNya.





Publikasi ini diharapkan memurnikan pola pemahaman adat yang lebih rasional dalam kriteria iman suku-suku kecil yang menyebar di wilayah luas suku bangsa bunaq. Secara administratif, suku bunaq beragama Katholik. Kekatholikan itu dihidupi dalam adat dan kebudayaan suku Bunaq. Iman bertumbuh di atas Budaya setempat. Iman bukan sesuatu yang langsung jatuh dari langit.

PRESIDEN SUKU BUNAQ MERAYAKAN ADAT "HOL GO GAWA"



"HOL GO GAWA" adalah satu adat dalam suku Bunaq bagi seorang anggota suku yang akan meninggalkan istana rumah suku pergi ke tempat yang jauh. Malam sebelum kepergian seorang anggota suku ke tempat yang jauh karena bertugas atau untuk melanjutkan pendidikan, diselenggarakan adat "HOL GO GAWA" di dalam istana rumah adat suku Bunaq. Adat "HOL GO GAWA" ini dipimpin oleh presiden suku atau KETUA SUKU sebagai pemimpin tunggal Suku.




Pada waktu upacara adat "HOL GO GAWA" ini sedang dimulai, presiden suku mengundang semua "MUGEN" yaitu para leluhur agar hadir dalam upacara adat "HOL GO GAWA" yang sedang dipimpinnya. Undangan itu mau menunjukkan bahwa kehadiran "MUGEN" adalah sebagai saksi dan sekaligus pengesahan serta persetujuan terhadap pengutusan anggota sukunya yang akan pergi ke tempat yang jauh untuk melaksanakan tugas atau melanjutkan pendidikan. Kata-kata yang disampaikan ketua suku atau presiden suku diyakini keluar langsung dari mulut para leluhur yang diundang presiden suku dalam adat "HOL GO GAWA" itu.



Anggota suku yang hendak pergi ke tempat yang jauh, didoakan oleh presiden suku atau ketua suku. Doa itu isinya mantra-mantra yang diturunkan oleh para "MUGEN" dalam mulut-hati-pikiran presiden suku. Setelah doa, ketua suku keluar lewat pintu istana rumah suku, bersama anggota suku yang akan pergi jauh lalu melemparkan sebuah batu kecil ke arah tempat yang akan dituju oleh anggota suku yang akan pergi dari istana sukunya.


Makna terdalam dari adat "HOL GO GAWA" artinya sebuah batu kecil yang dilemparkan oleh presiden suku, menunjukkan bahwa para "MUGEN" atau para leluhur suku telah mendahului anggota suku ke tempat baru yang akan dituju. Para leluhur menjadi "security" anggota suku dalam perjalanannya ke tempat baru. Dalam adat "HOL GO GAWA" itu hadirlah para "MUGEN" pemilik semua yang baik. Kehadiran "MUGEN" dalam "HOL GO GAWA" menunjukkan kehadiran berkat, rahmat, perlindungan, pengamanan terhadap kehidupan dan perjalanan anggota suku yang akan pergi ke tempat yang jauh dan tinggal di tempat yang dituju dalam waktu yang lama.



Dampak positif yang langsung dialami oleh anggota suku yang hendak pergi ke tempat baru yang jauh, terbebas dari segala ketakutan psikologis. Anggota suku itu, lewat adat "HOL GO GAWA" itu merasa dekat sekali dengan para leluhur yang senantiasa mendampinginya, menyelamatkannya, mengamankannya, mengarahkannya, menuntunnya pada yang baik, indah dan benar. Anggota suku yang hendak pergi jauh, dan tinggal di tempat yang baru, diteguhkan oleh adat " HOL GO GAWA" ini. Anggota suku yang pergi jauh menjadi percaya diri dalam seluruh perjalanan hidupnya dan seluruh usaha dan karyanya.




Kepercayaan diri yang dirasakan oleh anggota suku di tempat baru, entah untuk bekerja dan belajar, sebagai awal untuk berkembang maju di tempat yang baru. Anggota suku di tempat yang baru berjuang dengan tekun untuk meraih hasil yang baik bagi dirinya dan bagi anggota sukunya. Keberhasilan dan kesuksesan diterima, dipandang sebagai berkat campur tangan para "MUGEN" yang meniupkan berkat dan rahmat yang berlimpah dalam upacara liturgi adat "HOL GO GAWA".



Pola seperti ini membangun satu relasi emosional yang kuat sekali antara anggota suku yang tersebar di seluruh dunia karena tugas dan demi mempertahankan hidup, dengan presiden suku atau ketua suku yang berdiam di ibu pertiwi istana suku di kampung halaman, tempat kelahiran anggota suku yang menyebar ke seluruh dunia. Ikatan emosional itu dewasa ini semakin dicairkan lewat komunikasi via telephone dan HP serta SMS.




Relasi yang jauh karena jarak akan menjadi dekat lewat simbol adat "HOL GO GAWA" dalam suku dan dewasa ini lewat jauh di mata dekat di SMS dan HP. Ada berbagai hal yang mengokohkan sebuah relasi dengan yang jauh di mata tetapi dekat di hati. Jauh di mata dekat dalam doa. Doa mendekatkan yang tak kelihatan hadir dalam hati dan perasaan sang pendoa. Doa adalah komunikasi dengan yang tak kelihatan menjadi hadir dan dekat dengan diri dalam perasaan iman. Ada banyak simbol dalam Gereja yang menjadi jembatan mendekatkan YANG LAIN yang diimani dalam kehidupan iman dan seluruh karya dan pekerjaan.



Kekuatan rohani, spiritual dan psikologis bukanlah sesuatu yang jatuh dari langit. Tetapi kekuatan-kekuatan itu diterima lewat sesama dalam saling mendoakan, saling meneguhkan, saling membaptis pikiran dalam diskusi, sms, e-mail, chating, telephone dan juga lewat simbol-simbol yang begitu kaya dalam hidup kita, dalam gereja Katholik yang mengalirkan kekuatan-kekuatan itu dalam suatu proses panjang refleksi dan renungan pribadi.

Selamat Merayakan Tahun Baru HIJRIYAH 1429, pada 10 Januari 2008