Kamis, Januari 03, 2008

PUAN DALAM PAHAM SUKU BUNAQ

Satu kebiasaan khas sekaligus aneh yang ditemukan dalam suku Bunaq adalah seorang bayi terus menangis tiada henti tanpa menemukan satu alasan yang dapat diterima oleh akal sehat atau logika. Menangis aneh bayi yang dimaksud adalah demikian. Setelah mengalami bahwa seorang bayi selama beberapa hari berturut menangis, orang tua membawa bayi itu ke pihak medis untuk diperiksa dan diharpakan sang pemeriksa menemukan apa sesungguhnya penyakit yang sedang diderita agar diberi pengobatan atas penderitaan sakit sang bayi yang telah lama menangis disertai panas badan. Keanehan pun ditemukan oleh team medis yang memeriksa bayi itu, yaitu tidak ditemukan satu penyebab sakit bayi itu. Memang bisa saja pembaca mencurigai atau meragukan peralatan dokter di kampung atau desa atau daerah kurang canggih sehingga sakit penyakit tidak terdeteksi.
Keadaan aneh sang bayi yang demikian, membatasi upaya pihak keluarga yang bayinya dalam keadaan demikian untuk misalnya ke satu rumah sakit dengan segala peralatan yang lebih canggih untuk mendeteksi akar persoalan penderitaan bayi secara medis. Keluarga mengambil jalan pintas, ke dokter kampung yang diragukan oleh akal sehat karena pendeteksiannya atas diri si sakit hanya dengan mantra-mantranya yang sulit dipertanggungjawabkan secara ilmiah medis. Keluarga memanfaatkan jasa dokter kampung atau dukun untuk mendeteksi bayi yang sedang sakit menderita.
Pada prinsipnya, seorang dukun yang dipercaya untuk menyembuhkan, melihat peristiwa aneh yang dialami bayi itu, berasal dari PUAN atau SUANGGI. Maka strategi dukun pun mengarahkan pengobatan atau penyembuhan bayi itu secara tradisional berdasarkan dugaannya bahwa penyakit aneh yang diderita itu berasal dari kekuatan jahat kiriman PUAN atau SUANGGI ke dalam kelurga bayi tersebut, dan persisnya kekuatan jahat itu diderita oleh bayi itu. Selanjutnya berdasarkan dugaan itu, si dukun yang dipercaya, dapat menyembuhkan sang bayi itu dari sakit aneh yang dideritanya.
Menurut pengamatan penulis, dikala masih kecil, sang dukun mengambil sirih dan pinang beserta kapur juga segemgam beras yang diisi dalam TAKA-MOLO-PULAI, lalu diucapkan mantra-mantra yang pada intinya bahwa penyakit aneh sang bayi itu karena iri hati hati, dendam atau kecemburuan SESEORANG YANG ADALH PUAN ATAU SUANGGI terhadap orang tua sang bayi tersebut,karena keluarga sang bayi itu hidup sombong dan merendahkan kelurga PUAN atau SUANGGI. Atau keluarga bayi itu pernah menolak permintaan si PUAN itu, misalnya ketika keluarga yang dipandang PUAN itu meminta uang atau beras tetapi ditolak atau tidak dilayani. Penolakan atau tidak layani itulah menimbulkan sakit hatinya dan dia membalasnya dengan mengirim kekuatan jahat kepada keluarga yang menolak, dan kekuatan jahat itu jatuh pada bay, yang menanggung atau memikul kekuatan jahat itu dengan menjadi penderita sakit penyakit aneh tak terdeteksi secara medis.
Usai sang dukun mengucapkan mantra-mantra sambil menghamburkan beras ke empat sudut rumah dalam keluarga bayi yang sedang sakit aneh, yang intinya minta maaf atas kelurga yang tidak melayani permintaan si PUAN tadi, dan sekaligus penghamburan beras keempat sudut rumah itu, memberikan beras kepada si PUAN, yang sebelumnya tidak dilayani. Apakah setelah mantra-mantra si dukun tadi dapat menyembuhkan sakit penyakit sang bayi?
Berdasarkan pengalaman, cara dukun itu akan berhasil menyembuhkan si sakit kalau benar bahwa itu karena tindakan si PUAN yang diduga sebagai pengirim kekutan jahat kepada bayi tersebut. Setelah si PUAN itu permintaannya dilayani maka dia tarik kembali kekuatan jahatnya dari bayi itu sehingga bayi itu menjadi sehat normal kembali.
Tetapi setelah upacara pengusiran kekuatan jahat itu tetap tidak mengalami sedikit perubahan dalam diri bayi yang sakit, maka kelurga akan bergegas mencari team medis yang lebih canggih. Misalnya ke dukun yang lebih terkenal luas, yang dianggap mampu mendatangkan penyembuhan total kepada bayi yang sedang menderita.
Dunia semakin berkembang maju. Hal ini terlihat dengan pembangunan fisik yang nampak bukan hanya di pusat-pusat kota dan pemerintahan melainkan terus menyebar ke daerah-daerah dan bahkan sampai ke pelosok-pelosok yang dapat dijangkau oleh para team medis profesional, misalnya masuknya para dokter ke puskesmas-puskesmas pedalaman, didukung dengan alat komunikasi lewat HP antara keluarga yang di kampung dengan kelurga yang di pusat-pusat kota dan pemerintahan, sehingga diskusi, saling memberikan pola pikir yang masuk akal, yang membuka kesadaran bahwa selama upaya medis-masuk akal-dapat dibuktikan secara ilmiah, maka seharusnya keluarga yang sedang ditimpah oleh sakit aneh demikian pergi kepada dokter-dokter yang profesional dalam bidangnya untuk mendeteksi sakit penyakit seperti yang dialami sang bayi tersebut. Dewasa ini, pola penyembuhan menggunakan jasa dukun, semakin tereliminasikan oleh bides yaitu bidan masuk desa, dodes atau dokter masuk dose. Pendidikan dapat mengubah gaya hidup manusia lama menuju gaya hidup yang modern, yang lebih ditakar oleh logika ilmiah.
Dari konteks di atas, ditemukan dua hal yaitu bahwa pertama, adanya pengakuan akan kekuatan jahat dan kekuatan yang baik. Kekuatan jahat atau perusak dijumpai dlam diri bayi yang sakit aneh tidak terdeteksi secara medis ilmiah. Kekuatan baik ditemuakan dalam kemampuan untuk menjadikan yang sakit kembali sembuh.
Kedua, dalam diri pribadi manusia sekaligus ada kekuatan jahat dan kebaikan. Dan ini menurut Freud, dikenal ada naluri hidup dan mati dalam diri setiap manusia.
Dari kedua hal itu, masih tetap ada yang namanya misteri kebaikan dan kejahatan, yang tetap terbuka untuk didalami dalam permenungan filosofis maupun theologis. Dalam paham iman kristiani, pada dasarnya manusia itu baik. Allah menciptakan manusia baik adanya. Tidak ada yang jahat dalam diri manusia ciptaanNya. Agar manusia tetap berada di jalur kebaikan sesuai kehendak Allah pencipta, maka ada aturan Allah yang memberi pengamanan kepada manusia, yaitu pagar sepuluh Perintah Allah yang menjadi benteng bagi setiap gerak hidup manusia ciptaanNya. Lalu kejahatan dari mana? Kejahatan/dosa, berdasarkan pola Kitab Suci,berasal dari pelanggaran manusia terhadap hukum yang melarang manusia. Manusia mau seperti Allah dengan memakan buah terlarang. Bukan kah ini awal dosa?

INDAHNYA RITUS REKONSILIASI SUKU BUNAQ AITOUN



*P. Benediktus Bere Mali, SVD*



Hidup bersama tak selamanya membawa kedamaian. Masih ada yang namanya konflik antara sesama dalam sesuku. Persoalan konflik ada untuk diatasi agar hidup harmonis kembali dirasakan dalam kehidupan bersama.


Dalam kosa kata 
Suku Bunaq Aitoun, konflik disebut dengan satu kata SESU atau NA. Konflik antara dua belah pihak dikenal dengan istilah TEGE NA atau TEGE SESU O SARA. 

Konflik antara sesama dalam suku Bunaq disebabkan oleh macam-macam hal. Konflik terjadi karena kata-kata yang dilontarkan dalam komunikasi menyakiti hati sesama. Kata-kata yang merendahkan sesama. Kata-kata yang diucapkan merendahkan sesama atau menganggap remeh sesama. Kadang rasa sakit hati itu langsung diungkapkan sehingga langsung tahu oleh sesama yang menyakiti maupun disakiti. 

Tetapi ada yang tidak mengungkapkan rasa sakitnya secara terbuka atau bahkan secara diam-diam membangun konflik dengan pihak yang menyakiti, sehingga yang menyakiti hati sesama itu tidak menyadari bahwa sebetulnya dirinya yang menyakiti hati orang yang merasa disakiti.


Lalu kapan yang menyakiti hati itu akan sadar bahwa dirinya yang menyakiti sesama yang telah membangun konflik dengan dirinya? 


Bisa saja sesama yang paling dekat atau teman curhat yang disakiti hatinya dapat menyampaikan kepada pihak yang menyakiti hatinya sehingga yang disebut sebagai pihak yang menyakiti sadar akan kekurangan dan kesalahannya. 

Konflik yang didiamkan itu lama kelamaan akan terasa juga dalam relasi. Misalnya dalam perjumpaan, pihak yang tidak sadari bahwa dirinya yang menyakiti, menyapa pihak yang merasa disakiti, tetapi karena sakit hatinya terhadap pihak yang menyapa, tidak menanggapi sapaan persahabatan dan kekeluargaan. 

Konflik-konflik itu keberadaannya tidak mengalami umur yang panjang. Ada saatnya untuk kembali rujuk antar pihak-pihak yang hidupnya konflik.


Dalam tata adat Suku Bunaq, ada saat yang tepat untuk menyelesaikan konflik-konflik itu. Saat itu adalah ketiga akan diadakan upacara adat yang melibatkan pihak-pihak yang konflik, dan mereka tidak dapat lari  menjauh dari upacara adat itu. 


Misalnya adat kematian salah seorang anggota suku yang sesuku dengan para pihak yang berkonflik, atau adat pernikahan seorang anggota suku yang sesuku dengan pihak-pihak yang sedang konflik, atau acara syukuran atas keberhasilan salah seorang anggota suku yang sesuku dengan pihak-pihak yang sedang konflik.

Itulah saat yang paling tepat untuk mengungkapkan akar masalah pokok mengapa terjadinya konflik. Masing-masing pribadi yang konflik, yang disakiti dan menyakiti mengungkapkan semua perasaannya kepada ketua suku dan disaksikan oleh semua anggota suku yang hadir dalam pertemuan adat tersebut. Kalau ketua suku juga terlibat dalam konflik maka ada pihak rumah suku "malu" yang dapat mendamaikan. 

Setelah mengungkapkan semuanya itu, ketua suku mendamaikan kedua belah pihak yang sedang konflik untuk kembali hidup damai. 



Video Ritus Rekonsliasi 
Anggota Rumah Suku Monewalu Yang Konflik


Konflik merusak relasi dengan Aku/diri sendiri, Anda/Sesama, Alam Semesta, Arwah Leluhur, Allah/Supranatural. 

Rekonsiliasi memuluskan relasi harmonis dengan Aku/diri sendiri, Anda/sesama, Arwah Leluhur, Allah/Supranatural.

Demikian Relasi Harmonis Lima(5) A

Penulis menghapus sound original video dan diisi dengan musik dan Lagu Mazmur 133  yang merangkum video rekonsiliasi ini dalam wajah 
"SUNGGUH INDAH HIDUP RUKUN DAN DAMAI SEBAGAI SAUDARA"

Sumber video dari Bapak Marianus Luan
yang hadir saksikan Ritus Rekonsiliasi di 
Asueman-Malate-Aitoun.




Caranya, siapkan segelas air putih jernih, lalu kedua pihak yang konflik dan bersedia damai, mendekati air itu lalu dengan ucapan mantra oleh pendamai, kepada roh supranatural, roh alam langit dan bumi, roh leluhur. Pendamai dalam hal ini ketua suku  atau ketua  rumah suku "malu"atau ketua adat, menyuruh kedua belah pihak yang telah konflik mencelupkan jari tangannya ke dalam air itu secara bersama-sama. Lalu mengoleskan bibir dengan air di jarinya karena bibir atau mulut yang mengekuarkan kata-kata yang menyakiti dan menciptakan konflik. 

Saat itu pendamai menyebut para leluhur yang telah hidup bersatu dan berdamai dalam persekutuan di dunia seberang, agar merekalah yang menjadi saksi sekaligus meneguhkan perdamaian antara para pihak yang sedang konflik, lewat simbol mencelupkan tangan kedalam air putih yang telah disediakan dalam gelas itu. Lalu disusul dengan jabatan tangan, saling memeluk, mencium kedua pihak yang telah berdamai. Inilah ungkapan nyata bahwa sekarang mereka bukan lagi musuh tetapi menjadi teman, sahabat dalam relasi Suku.



Suasana damai, sekutu, bahagia seluruh anggota suku, menjadi satu suasana yang dirayakan dalam pesta adat yang pada hakekatnya menanamkan kembali nilai-nilai persekutuan dan perdamaian antara suku di dalam upacara adat yang sedang diselenggarakan.  Adat Damai anggota rumah suku ini biasanya dilaksanakan pada adat kenduri bagi seanggota rumah suku yang meninggal. Fenomena ini mau menyatakan nomena bahwa konflik dimatikan dan dikubur sedangkan keharmonisan anggota dalam rumah suku dibangkitkan kembali. 


Dengan keadaan yang demikian maka kebahagian dialami oleh seluruh anggota suku dalam perayaan adat yang sedang berlangsung karena semuanya dalam kebersamaan, kedamaian, dan kebahagiaan. 

Mereka yang telah melewati adat ritus rekonsiliasi ini benar-benar mengalami betapa indahnya hidup rukun dan damai. DAME berarti DAMAI. Damai dengan Aku/diri, Anda/sesama, Alam, Arawah Leluhur, dan Allah/Supranatural. Inilah konsep Damai seutuhnya dalam Suku Bunaq Aitoun. Bahasa Agama Adat Aitoun tetap menjadi sebuah cara hidup memiliki  tiga kriteria penting yaitu adanya konsep supranatural suci/Allah Maha Kudus yang gaib yang diterima oleh kelompok penganutnya, adanya buku suci/teks suci/teks lisan suci yang tampil dalam ceritera hidup manusia untuk menyatakan sang supranatural suci dan gaib dan adanya ritus gerak tubuh isyarat dalam merituskan sang supranatural/Allah sehingga sebuah sistem kepercayaan akan sang supranatural/Allah Kudus tetap eksis artinya ada bersama yang lain. ***




Daftar Pustaka


A.A. Bere Tallo. (1978), Adat Istiadat dan Kebiasaan Suku Bangsa Bunaq di Lamaknen-Timor Tengah, Weluli, 7 Juli 1978


Mali, Benediktus Bere, Wolor, John (ed). (2008). Kembali ke Akar . Jakarta: Cerdas Pustaka Pub..




ADAT TAIS HOTA – KABA MALU AIBA’A SUKU MONEWALU


Adat TAIS HOTA – KABA MALU AI dilaksanakan sebagai bagian adapt LAL HOON bagi orang yang telah meninggal, di samping acara inti kematian yaitu SI POR PAK sebagai puncak adat kematian, yaitu mengantar orang yang meninggal ke dalam persekutuan para leluhur yang mengalami kehidupan abadi di tempat lain, di dunia seberang setelah kehidupan di dunia ini.
ADAT TAIS HOTA – KABA MALU AI ini juga menunjukkan bahwa adanya relasi persekutuan dan persaudaraan serta kekeluargaan yang harmonis selama hidup di dunia ini. Oleh karena itu semua persoalan-konflik-ketersinggungan satu anggota dengan anggota lain sesuku yang termasuk hubungan MALU-AIBA’A harus didamaikan. Semua persoalan masa lalu harus diselesaikan bersama-dibicarakan dari hati kehati yang dipimpin oleh pemimpin suku yaitu ketua suku. Ketua suku memiliki tugas sentral dalam menyelesaikan segala urusan adat kematian yang berpuncak pada memasukkan seorang anggota suku ke dalam persekutuan para leluhur yang hidup bahagia abadi, dan lewat KABA MALU AI – TAIS HOTA menggalang kembali persatuan-persekutuan-persaudaraan-perdamaian anggota suku yang hidup dunia, khususnya membangun kembali relasi yang harmonis dari setiap suku yang menjadi asal-usul sebuah suku kecil (Baca juga adat SI POR PAK untuk mengenal lebih dalam hubungan anatara suku-suku yang menjadi asal-usul sebuah suku. Melalui adat Kaba-Malu Ai dan TAIS HOTA yang berpuncak pada SI GIWITAR PAK, ketua suku kembali menata hubungan keharmonisan antar suku-suku yang menjadi asal-usul sebuah suku kecil yang sedang berduka karena satu anggotanya meninggal. Dalam acara KABA-MALU AIBA'A ini relasi antara yang MALU dengan AIBA'A saling memberi sejumlah uang sesuai dengan kesepakatan-tawar-menawar dalam proses ADAT TAIS HOTA dan KABA -MALU - AIBA'A tersebut. Nah di sini diamati bahwa kadang yang memberi TAIS meminta Uang yang lebih besar sehingga satu pihak yang dituntut untuk memberi uang sekian atau kain yang sekian, harus dituruti atau ditaati hanya karena mengutamakan atau menjunjung tinggi nilai-nilai relasi kekeluargaan dan keharmonisan antara MALU dengan AIBA'A yang sedang melaksanakan adat KABA-MALU AIBA'A. Mereka dari hati kecilnya menolak untuk melaksanakan tuntutan adat kalau dilihat dari sisi ekonomisnya, namun bukan itu yang utama, tetapi sekali lagi relasi keharmonisan ditempatkan di atas segalanya. Untuk mengetahui, apakah benar, dalam ADAT TAIS HOTA-KABA MALU AIBA'A sungguh-sungguh menjunjung tinggi nilai relasi keharmonisan dan tidak mengandung unsur ekonomis? Pertanyaan ini perl dijawab dan jawabannya hanya dapat ditemukan dalam suatu penelitian di lapangan, khususnya kehadiran peneliti di tengah-tengah pelaksanaan tata adat TAIS HOTA- KABA MALU AIBA'A yang terjadi dalam setiap suku kecil dalam suku Besar yaitu SUKU BUNAQ. Peristiwa adat kematian suku Bunaq terbuka bagi pata antropolog untuk mengadakan satu penelitian secara ilmiah. Penulis adalah melihat adat kematian yang demikian, dari sudut pandang antropologi Kristiani.

Kematian mendatangkan peristiwa-peristiwa yang mendasar dalam kehidupan adat suku Bangsa Bunaq.

Pertama, kematian membuat sebuah suku kecil berduka karena satu orang anggota suku telah tiada/meninggalkan mereka.


Kedua, kematian mengharuskan anggota suku-suku yang ada, yang menjadi asal-asul suku yang berduka, untuk menciptakan perdamaian – persatuan – persaudaraan. Setiap anggota suku yang sakit hati, konflik, bertengkar, tidak sepaham, harus didamaikan dan mau berdamai kembali. Sebelum berdamai, setiap pihak yang konflik mengungkapkan semua perasaan sakit hatinya terhadap lawan maupun di depan publik anggota suku yang sedang berkumpul. Semua itu didengarkan oleh ketua suku yang memimpin suku yang sedang berduka maupun ketua-ketua suku-suku kecil yang menjadi asal-usul suku yang sedang berduka, yang hubungan antar suku tersebut tidak dapat ditiadakan melainkan tetap dijaga dan dikokohkan agar tetap eksis. Setelah mendengarkan semua perasaan itu, ketua suku yang menjadi moderator memberikan peneguhan dan menyatakan bahwa setelah setiap pihak yang konflik mengungkapkan perasaannya, ketua suku memuji mereka, memberikan apresiasi kepada mereka atas keterbukaan dan kerendahan hati mereka untuk saling mendengarkan dan mau berdamai. Lalu ketua suku mengajak mereka untuk mendekati air putih segelas yang disiapkan untuk mencelupkan tangan mereka ke dalam air putih jernih itu, membersihkan semua soal yang membuat mereka konflik, sebagai simbol mereka telah bersih, suci dan kini hidup harmonis kembali, bertobat dan diakhiri dengan jabatan tangan dan berciuman bahkan sampai meneteskan airmata pertobatan dalam jabatan tangan tersebut.
Perdamaian dan keharmonisan anggota suku yang masih hidup dipandang sebagai satu kegembiraan bagi yang meninggal dunia karena dengan perdamaian yang telah dicapai, dia yang meninggal tanpa beban pergi/dimasukkan ke dalam persekutuan kehidupan kekal para leluhur yang telah meninggal, lewat acara puncak kematian yaitu SI GIWITAR PAK atau SI POR PAK sebagai adat pengesahan bahwa dia yang meninggal telah masuk bersekutu dengan komunitas para leluhur di dunia lain, yang bahagia dan penuh dengan sukacita abadi.



Ketiga, dia yang meninggal dan masuk dalam persukutuan para leluhur di dunia bahagia para leluhur, membawa berita perdamaian kepada para leluhur, yaitu menyampaikan khabar perdamaian – kerukunan – persatuan dan persaudaraan antar anggota sesuku di dunia.
Keempat, perdamain suku di dunia ini menunjukkan persektuan Gereja yang sedang berziarah. Persekutuan para leluhur di dunia seberang, dunia lain, menunjukkan Persekutuan Gereja Jaya di Surga, yang anggota-anggotanya adalah para malaikat dan par kudus yang melayani Tuhan dan mendoakan kita manusia agar hidup seturut kehendak Allah

AKEL GOON DALAM RELASI SUKU BUNAQ



Dalam relasi sosial suku Bangsa Bunaq, AKEL GOON sangat melekat dalam hati manusia Suku Bunaq. AKEL GOON ini diartikan, memberi untuk menerima. Pemberian dalam bentuk tenaga maupun materi dalam setiap peristiwa adat yang terjadi salam suku Bunaq.
Pada saat satu tetangga/ keluarga melaksanakan adat kematian, pernikahan, ataupun urusan pendidikan, tetangga sekitar akan membantunya. Bantuan ini akan direkam langsung dan disimpan dalam benak yang menerima bantuan. Pada gilirannya, keluarga yang membantu itu, ketika menyelenggarakan upacara adat kematian, kelahiran, perkawinan, atau anaknya menempuh pendidikan, keluarga tersebut akan dibantu kembali oleh keluarga yang telah menerima bantuan sebelumnya. Bantuan balasan itu dengan sendirinya muncul atau dilakukan. Adat ini disebut AKEL GOON. Kebiasaan adat ini sudah diturunkan oleh nenek moyang suku Bunaq sejak dulukala. AKEL GOON telah menyatu dengan insan suku Bunaq, tidak akan hilang selama generasi Suku Bunaq tetap eksis kapan dan dimana saja.



Kebiasaan AKEL GOON ini dapat dianalisa secara kritis. Ditemukan bahwa berangkat dari kebiasaan AKEL GOON yang telah menyatu dengan insan suku Bunaq, setiap pembangunan relasi antara Suku Bunaq atau setiap bantuan dalam bentuk apapun yang terjadi dalam kehidupan relasional suku Bunaq, selalu ada pamrihnya. Mengapa tudak? Karena setiap bantuan seorang anggota suku Bunaq, telah diintip oleh kapan tiba pemberian balasan akan terlaksana.

Meskipun pada sisi lain, relasi ini sangat mengikat solidaritas dan tanggungjawab setiap anggota suku dalam menolong sesama yang sedang mengalami beban karena adat atau urusan pendidikan anak atau beban denda atas pelanggaran adat. Atau dengan kata lain, membantu sesama merupakan tabungan modal di tangan orang yang menerima bantuan, agar pada saatnya, dia mengambil kembali tabungan itu jika keluarganya yang telah menabung itu merayakan adat yang sama atau mengalami satu kesulitan berat yang harus membutuhkan sesama sekitar, sesuku bangsa Bunaq.

HOT ESEN ADALAH WUJUD TERTINGGI DALAM PAHAM SUKU BANGSA BUNAQ

Suku Bangsa Bunaq memiliki religi yang khas. Mereka memiliki satu wujud teringgi dalam pola hidup adatnya. Wujud tertinggi itu dalam bahasa Bunaq disebut dalam kata HOT ESEN. Secara harafiah, HOT artinya TERANG, HANGAT, PANAS, MATAHARI. ESEN artinya, DI ATAS. HOT ESEN berarti TERANG DI TEMPAT TINGGI.
Semua yang ada di dunia ini berasal dari HOT ESEN. HOT ESEN menciptakan segala yang ada di dunia. Segala yang ada di bumi, yang diciptakan HOT ESEN tersebut mencakup yang baik dan yang belum baik serta yang tidak baik dalam pola pandang setempat, SUKU BUNAQ.Wujud tertinggi, HOT ESEN ini sudah ada dalam pola pandang Suku Bunaq sejak nenek moyang dulukala, sebelum agama masuk ke dalam teritori suku Bangsa Bunaq.
Pemahaman setempat itu mengalami pemurnian paham akan WUJUD TERTINGGI berkat pencerahan yang menyertai pendatang pembawa perubahan pola pikir tentang Wujud Tertinggi. Agama pertama yang masuk dan berakar dalam daerah Suku Bunaq adalah agama Katholik. Para misionaris Serikat Sabda Allah pertama memasuki daerah Suku Bunaq dengan pendekatan khas yaitu antropologi budaya sebagai lahan yang diolah dan menjadi tanah subur menanam tanaman antropologi Kristiani. Gaya pendekatan ini sungguh memberi dampak yang besar dan luar biasa bagi perkembangan paham tentang Wujud Tertinggi dalam pola adat Suku Bunaq.
HOT ESEN kemudian diterjemahkan dengan bahasa TUHAN, ALLAH. Terjemahan ini jelas dalam katekese-katekese oleh para misionaris awali kepada suku Bunaq yang membuka diri dan hatinya kepada pewartaan iman oleh para misionaris. Gaya berkatekese yang demikian mudah ditangkap atau diterima oleh suku Bunaq dalam proses menjadi umat Katholik yang matang dalam iman Kristiani.Selain itu juga, HOT ESEN tampil dalam terjemahan doa-doa berbahasa Bunaq oleh para misionaris yang dengan rendah hati mau bekerja sama dengan para ketua adat Bahasa Bunaq yang memiliki otoritas untuk itu. Para misionaris perlu rendah hati berelasi dengan para tua adat karena jiwa para tua adat suku Bunaq sangat feodal. Senjata kerendahan hati para misionaris mampu melembutkan hati para tua adat setempat. Gerakan terjemahan yang paling dahsyat adalah memakai kata HOT ESEN dalam menterjemahkan kata ALLAH atau TUHAN yang ada dalam Kitab SUCI, ke dalam bahasa Bunaq.
Dengan demikian terjemahan Kitab Suci berbahasa asing ke dalam Bahasa Adat Suku Bunaq, dapat dengan mudah diterima oleh Suku Bangsa Bunaq. Cara para misionaris ini tepat sasar dalam menanamkan iman Katholik dan moral kristiani dalam adat dan budaya suku bangsa Bunaq. Hot Esen mengalami kepenuhanNya dalam diri Yesus Kristus yang solider dengan manusia, untuk menyelamatkan dunia. Dengan demikian, Suku Bunaq dewasa ini, beragama Katholik sekaligus berbudaya Suku Bunaq. Suku Bunaq semakin beriman Kristiani semakin beradat.