*P.Benediktus Bere Mali, SVD*
Manusia
adalah mahkluk aneka dimensi yangmengitarinya. Satu dimensi yang ditampilkan
pada kesempatan ini adalah ambisi. Ada dua tipe manusia dalam konteks ambisi.
Ada yang ambisi tetapi ada yang ambisius. Ambisi dapat dimengerti dalam konteks
ambisi positif. Ambisius dapat dimengerti dalam konteks ambisi negatif. Ambisi negatif
membawa orang yang ambisi itu jatuh dalam penyalahgunaan kepemimpinannya untuk
kepnetingan pribadi dengan menghalalkan segala cara. Sedangkan ambisi positif
orang berjuang sekuat tenaga untuk meraih cita-cita dan harapannya dalam jalur
kebaikan dan kebenaran dengan tujuan untuk kepentingan banyak orang atau
kepentingan bersama. Misalnya: Moto SVD adalah Dunia adalah Paroki kami. Moto
yang menjadi pembangkit ambisi positif setiap anggota SVD untuk bekerja
mewartakan Kerajaan Allah kepada sebanyak mungkin orang lintas batas untuk
percaya kepada Tuhan. Ambisi negatif, contohnya: menjadi kaya melalui jalan
pintas yaitu korupsi. Menduduki jabatan tertentu dengan membeli jabatan dengan
harta kekayaan bukan melalui proses seleksi berdasarkan kualitas kepribadian
dan integritas kepribadiannya.
Para
murid Yesus adalah orang-orang yang berambisi. Ambisi mereka itu kelihatannya bisa
mengarah kepada ambisi yang negatif. Yesus merekam percakapan mereka yang lebih
cenderung ke arah ambisius. Menghadapi ambisius para murid yang masih dalam
tahap percakapan dan diskusi antara mereka di tengan jalan panggilan mereka
itu, Yesus sebagai Sang Guru Sejati memberikan pengajaran dengan memberikan
contoh kongkret kepada mereka. Menjadi terbesar dalam lingkungan Yesus, menjadi
pemimpin dalam konteks panggilan mengikuti Tuhan Yesus punya aturan mainnya
tersendiri. Aturan main itu adalah seperti yang disampaikan oleh Tuhan Yesus.
Tuhan Yesus memanggil seorang anak kecil ke tengah-tengah mereka. Kemudian Ia
memeluk anak itu dan berkata kepada mereka”Barangsiapa menerima seorang anak
kecil seperti ini demi nama-Ku, dia menerima Aku. Dan barangsiapa menerima Aku,
menerima Dia yang mengutus Aku”.
Menjadi
pemimpin berarti memiliki ambisi positif yaitu memimpin untuk kepentingan
banyak orang bukan hanya untuk kepentingan diri sendiri. Menjadi pemimpin
berarti memimpin untuk kebaikan bersama bukan untuk kepentingan pribadi atau
golongan. Menjadi pemimpin itu untuk melayani bukan untuk dilayani. Menjadi
pemimpin memiliki kepolosan dan ketulusan seorang anak kecil yang tanpa
kepalsuan dalam melayani tanpa pamrih. Pemimpin memimpin apa adanya bukan ada
apanya.
Homili
Selasa 21 Mei 2013
Sir 2
: 1 – 11
Mzm 37
Mrk 9 : 30 - 37