Tahun1995, setelah tamat Seminari Santa Maria Immaculata Lalian, Nenek dan Kakek menasihati saya yang saat itu sedang menyiapkan diri untuk masuk Novisiat SVD "Roh Kudus" Batu-Malang. Pada malam terakhir sebelum saya meninggalkan rumah induk kelahiranku di Malate-Telolo-Asueman-Lingkungan Asueman-Paroki Santo Theodorus Weluli-Dekenat Belu Utara-Keuskupan Atambua, nenek, kakek, para OM dan peresiden Suku berkumpul di Rumah dan memberi nasihat yang meneguhkan saya yang akan pergi ke Novisiat. Satu hal yang menarik adalah bahwa semua nasihat itu intinya satu yaitu "Jadilah biarawan SVD yang sungguh-sungguh, tidak basa-basi dan tidak ikut-ikutan". Keluargaku yang mayoritas petani, memberi nasihat agar seperti mereka yang menjadi petani yang sungguh-sungguh dan terbukti lewat mendapat hasil tani yang selalu memberi makan yang cukup serta penghasilan mereka yang cukup, demikian juga kalau saya menjadi biarawan, jadilah biarawan yang sungguh-sungguh, bukan sekedar basa-basi, bukan sekedar ikut-ikutan dan rame-rame.
Nasihat keluarga itu sederhana. Nasihati itu keluar dari pengalaman hidup mereka sebagai petani. Mereka menasihati dari apa yang mereka alami dalam dunia pertanian mereka. Dengan demikian nasihat itu tidak dapat diragukan. Nasihat harus diterima. Nasihat mereka itu direniungkan dalam konteks panggilan kita masing-masing, entah sebagai awam maupun pastor, uskup, frater, bruder, suster, mahasiswa, pendidik, dokter dan pengacara, ataupun sebagai insan yang menjalani pilihan hidup berkeluarga. Kita masing masing diajak untuk menjadi orang yang tidak sekedar basa-basi atau sekedar ikut-ikutan dalam menjadi biarawan atau hidup berkeluarga atau pilah hidup apapun yang kita jalani saat ini. Nasihat sederhana di atas mau mengajak kita semua, baik suku Bangsa Bunak maupun semua manusia di segala zaman, untuk menjadi insan-unsan yang memiliki keseriusan yang dibangun di atas sebuah bangunan komitmen yang kokoh pada tugas dan tanggunjawab yang dipercayakan Tuhan dan sesama kepada kita untuk membangun dan menyelamat diri, dunia, dan Gereja dan bangsa.
Renungan ini dinsiprasikan oleh Panggilan Zakheus. Zakheus ikut Yesus bukan basa-basi atau ikut-ikutan atau hanya sekedar mencoba-coba saja. Zkaheus yang telah hidup dalam jaringan korupsi yang telah memberi hidup kepadanya, meninggalkan cara hidup lama itu dan mengikuti Yesus bukan untuk membangun jaringan korupsi baru di kalangan kelompok para pengikut Yesus pada zaman itu, dan pada zaman ini dibahasakan demikian bahwa Zakheus masuk dalam kelompok Gereja bukan untuk mengintip kekayaan Gereja dan membangun jaringan korupsi dalam Gereja untuk mencari keuntungan atau menjadi lahan baru untuk hidup dan keuntungan dirinya sendiri. Zakheus mengikuti Yesus sebagai bentuk pertobatan radikal, untuk menyelamatkan dunia dan semua orang.
Walaupun Zakheus dicap oelh temam-teman lama yang ditinggalkannya dalam jaringan korupsi pada zamannya itu, sebagai orang yang mengkhianati kelompok teman lama mereka, Zakheus telah tegas-jelas menentukan pilihan hidup, menjadi murid Yesus, bukan basa-basi, bukan sekedar coba-coba, bukan rame-rame dan ikut-ikutan. Dia ikut Yesus secara konsekuen dan memiliki komitmen yang kokoh sebagai kekuatannya. Itulah bentuk pertobatan nyata dari Zakheus. Inspirasi dari bacaan Perjamuan Ekaristi Sabtu 10 Februari 2008, Yes 58 : 9b - 14 ; Luk 5 : 27 - 32 .