“MANIS
DI MULUT
PAHIT
DI PERUT”
Why 10: 8 – 11; Luk 19 : 45 – 48
Kotbah Misa Harian, Jumat 23 November 2012
Di Biara St. Maria Ursulin Dharmo Surabaya
P.
Benediktus Bere Mali, SVD
Kita makan
makanan setiap hari. Kita pasti selalu memilih makanan yang enak di mulut dan
sehat untuk perut dan tubuh. Kita pasti akan menolak makanan yang terasa basi
di mulut dan merusak kesehatan tubuh. Kita pasti menolak makanan yang tidak
enak di mulut dan tidak mendukung kesehatan bagi tubuh.
Para imam
dan ahli-ahli Taurat dan Pemuka bangsa Israel adalah orang-orang yang pintar
berbicara tentang Kitab Suci. Tetapi belum tentu melaksanakan apa yang mereka katakan
atau ajarkan tentang Kitab Suci. Perkataannya mengandung habitus baru tetapi
perbuatannya habitus lama. Apa
contohnya?
Bait Allah
tempat doa, mereka jadikan sebagai tempat berdagang. Tempat sembahyang, disulap
jadi tempat bisnis. Ekonomi dikawinkan dengan kehidupan keagamaan bahkan bukan
sekedar kawin saja tetapi lebih dari itu. Agama jadi alat untuk memperkaya diri.
Bait Allah tempat berdoa dibalik menjadi tempat mencari keuntungan berdagang. Fungsi saudagar dalam lingkup keagamaan
menguasai peran spiritual dalam Bait Allah.
Yohanes di
dalam Kitab Wahyu melukiskannya dengan bahasa yang sangat indah. Yohanes
mengambil Kitab itu dari tangan Malaikat dan memakannya. Rasanya manis seperti
madu dalam mulutku, tetapi setelah kumakan, terasa pahit di dalam perut. Apa artinya?
Manis di
mulut pahit di perut berarti berbicara itu indah dan meyakinkan, tetapi pelaksanaannya
sering mangalami kejanggalan bahkan tidak sejalan dengan perkataan yang
memikat. Perkataan dan tulisan itu bisa
sempurna tanpa cacat tetapi perilaku penuh noda dan cacat.
Kalau
demikian, apa yang diidealkan dalam hidup manusia pada zaman ini dan pada zaman
yang akan datang? Orang mengidealkan sosok pemimpin yang memikat hati karena
kata dan perilaku yang berbobot. Siapakah contohnya?
Yesus adalah
Pribadi yang memikat massa yang mendengarkanNya dan bahkan lebih memikat hati massa
yang ada pada zamannya dibandingkan dengan para pemuka agama dan ahli-ahli
Taurat dan para Imam. Mengapa Yesus lebih memikat massa atau umat pada
zamanNya? Yesus berbicara dan
melaksanakan secara utuh kata-kataNya tanpa cacat.
Pada zaman ini
banyak orang yang pintar berkata-kata, berbicara, tetapi sedikit yang
berperilaku, bertindak dan berbuat.
Sangat terasa, bahwa banyak orang mencari dan berjuang menemukan sosok figur
pemimpin rohani maupun sipil yang berbicara indah dan bertindak secara berkualitas
untuk kepentingan keselamatan bersama melintas batas.
Bahasa Pemimpin
Agama dan pemimpin sipil tidak akan rontok kalau ungkapan indah agamanya yang
melintas batas dilaksanakan dalam hidup, bagi kepentingan dan keselamatan
melintas batas. Bahasa agama dan bahasa sipil selalu berwibawa kalau
kata-katanya indah diterapkan dalam perilaku hidup yang mengalir dari paradigma
habitus baru. Maka dengan demikan, yang ada dan terjadi adalah paradigma manis di mulut enak di perut, bukan
manis di mulut pahit di perut.