Sabtu, November 24, 2012

Kotbah KRISTUS RAJA SEMESTA ALAM, Minggu 25 November 2012




KONSEP RAJA
DALAM HARI RAYA KRISTUS RAJA SEMESTA ALAM


Dan 7:13-14; Why 1:5-8; Yoh 18:33b-37
Misa Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam,
di Soverdi Surabaya, Minggu 25 November 2012


P. Benediktus Bere Mali, SVD 


Seorang Raja dalam menjalankan Kerajaannya harus memenuhi ketiga syarat berikut. Sebuah Kerajaan mempunyai wilayah kekuasaannya. Sebuah Kerajaan memiliki warga atau penduduknya. Sebuah Kerajaan memiliki aturan yang mengatur untuk kebaikan bersama dan keselamatan bersama.



Yesus adalah Raja Semesta Alam. Yesus sebagai Raja memiliki Wilayah, memiliki anggota dan memiliki aturan yang mengatur anggota. Wilayahnya adalah wilayah dalam arti rohani atau spiritual. Di mana saja orang yang percaya kepadaNya adalah merupakan wilayahNya. AnggotanNya adalah setiap orang yang mendengarkan Sabda Kebenaran Allah adalah saudara-saudariNya. Aturan yang mengatur adalah hukum Cinta Kasih dalam Pelayanan sebagai terang dan garam dunia.




Dalam konteks seperti ini saya melihat Raja sebagai pemimpin. Karena Kerajaan direfleksikan dalam konteks Indonesia rasanya kurang kontekstual. Lebih kontekstual kalau Kerajaan itu dipandang dalam kacamata kepemimpinan. Dua wilayah atau Konteks kepemimpinan itu adalah konteks kepemimpinan sipil maupun spiritual.


Kompas, Sabtu, 24 November 2012, hal. 2, menulis tentang pemimpin masa lalu dan pemimpin sekarang serta  pemimpin masa depan, yang diharapkan di Indonesia adalah sebagai berikut.


Pemimpin masa lalu dan sekarang adalah pemimpin yang hanya membangun Jawa dan Sumatera dan pembangunan berdasarkan Anggaran Pendapatan Daerah Bruto, bukan berdasarkan pemerataan pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka pemimpin masa depan, harus membangun Indonesia berdasarkan pemerataan negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemimpin masa lalu dan sekarang menjadi pemimpin mengejar kekuasaan bukan melayani masyarakat umum untuk kesejahteraan bersama. Maka pemimpin masa yang akan datang diharapkan memimpin untuk melayani masyarakat umum untuk kesejahteraan yang adil dan merata. Dalam konteks seperti ini kita bertanya, apa yang membedakan pemimpin sipil dengan pemimpin rohani?     


Pemimpin Rohani memiliki kewibawaàn karena memimpin untuk melayani umat demi kesejahteraan bersama dan keselamatan umat melintas batas, bukan mencari kekuasaan, mencari nama, dan mencari  harta kekayaan duniawi.  Kata dan perbuatan pemimpin rohani yang senantiasa dijiwai kebenaran dan kebaikan, kejujuran dan transparansi manajemen, merupakan harapan umat pada umumnya. 


Pemimpin Rohani yang memiliki karakter pemimpin yang demikian adalah Yesus sendiri. Mana buktinya? Yesus menegaskan diri sebagai pemimpin spiritual yang diandalkan.  Yesus berkata kepada Pilatus : "... Aku adalah raja. Untuk itulah Aku datang ke dunia ini, yakni untuk memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku."  Yesus adalah Raja Kebenaran bukan raja kebohongan, kepalsuan, ketidakadilan, pemerasan, penindasan.  Setiap orang yang baik dan benar berdasarkan kehendak Yesus, mendengarkan SabdaNya yaitu Sabda Kebenaran. Tetapi setiap orang yang berbohong, memeras, menindas, melawan kehendak Yesus.                             


Kebenaran, kejujuran, transparansi, keadilan, kebaikan adalah soal manjemen hati nurani. Ekspresinya tampak di dalam realitas konkret sehari-hari dalam relasi sosial dengan sesama dan dengan Tuhan.  Orang yang memiliki dan mengekspresikan nilai-nilai itu adalah orang yang memberi tempat di hatinya bagi Kerajaan Allah.  Nilai itu adalah milik Allah dan hadir di dalam Yesus sebagai kehadiran Allah yang ilahi sekaligus insani, transenden sekaligus imanen, yang jauh sekaligus dekat, yang di surga sekaligus di bumi. Nilai-nilai itu adalah nilai universal.  Maksudnya nilai – nilai Kerajaan Allah itu diterima dan diharapkan oleh semua orang melintas batas.   



Pemimpin  yang memiliki nilai-nilai universal itu untuk kepentingan bersama, untuk kebaikan  bersama, serta untuk keselamatan umum, selalu menjadi cita-cita setiap manusia sepanjang zaman. Masa berlaku nilai Kerajaan Allah itu adalah sepanjang zaman, abadi. Maka tepat, Kerajaan Yesus adalah Kerajaan yang dijiwai Kerajaan Allah, yang mengalirkan nilai-nilai universal, sepanjang ségala abad. KerajaanNya adalah kekal, alfa dan omega. Karena itulah kita merayakan Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam.


Kita adalah pemimpin. Pertama-tama adalah menjadi pemimpin diri sendiri. Memimpin diri dalam takaran kepemimpinan Yesus sebagai model pokok iman kita kepadaNya. Kepemimpinan Yesus secara terpusat pada keselamatan universal melintas batas. Sebagai orang yang beriman kepada Yesus, kita menjadi pemimpin diri dan sesama untuk keselamatan universal. Ketika kita menjadi pribadi yang memimpin untuk keselamatan umum melintas batas,maka Kerajaan Allah bertumbuh dan berkembang di dalam hidup dan lingkungan kita. Sebaliknya ketika kita memiliki pikiran yang sangat etnik, kita menjadi peluang subur bagi bertumbuhnya Kerajaan setan dan iblis yang menghancurkan.


Kita adalah Raja untuk diri sendiri. Kita Raja Kebenaran atau raja kejahatan?

Jumat, November 23, 2012

Kotbah Misa Harian, Sabtu 24 November 2012



ALLAH KEHIDUPAN
BUKAN KEMATIAN

 Why 11:4-12;  Luk 20:27-40
Misa Harian, Sabtu 24 November 2012
Di Biara St. Maria Ursulin Darmo Surabaya

P. Benediktus Bere Mali, SVD


Kelahiran adalah awal kehidupan babak pertama di dunia. Kehidupan babak kedua atau babak final diawali dengan kematian babak pertama.


Ada tiga kemungkinan untuk mengalami kehidupan babak kedua atau babak final.  Ada yang melewati jalan tol menuju surga tempat kehidupan yang abadi. Mereka yang langsung masuk surga adalah orang-orang yang menyiapkan diri dalam segi kerohanian secara lengkap dan utuh selama menjalani kehidupan babak pertama di dunia.


Ada yang melewati proses pemurnian di ruang antara yang berada antara kamar kehidupan babak pertama di dunia dan bilik kehidupan babak akhir di Surga. Proses permunian di ruang antara ini dikenal dengan ruang api pencucian. Mengapa disebut sebagai ruang antara? Disebut demikian karena ruang ini berada di antara kamar kehidupan babak pertama dengan kamar kehidupan babak final, dan dibatasi oleh tirai atau sekat yang ditembusi lewat kematian setelah kehidupan babak pertama. Mereka tidak melewati jalan mulus atau jalan tol menuju kehidupan babak final di surga dan harus melewati babak pemurnian karena mereka mengakhiri hidup di dunia ini tanpa melewati sebuah proses persiapan rohani yang matang dan lengkap. Karena itu mereka masuk di ruang antara itu untuk persiapan diri secara spiritual sebelum masuk ke dalam kehidupan babak final di Surga.


Bagaimana mereka mempersiapkan diri untuk memasuki surga? Mereka tidak dapat memurnikan diri sendiri dari lumpur dosa dan salah yang mengotori tubuh iman mereka. Mereka  sudah ada di ruang antara  yaitu ruang tempat pemurnian diri. Mereka sudah di ruang antara itu yang dibatasi tirai yang memisahkan antara ruang hidup kita di dunia dengan ruang hidup abadi di Surga.


Mereka melihat kita tetapi kita tidak melihat mereka secara fisik. Hanya dengan mata rohani kita dapat berkomunikasi dengan mereka. Hanya dengan mata iman kita dapat berdialog dengan mereka. Hanya dengan mata spiritual kita dapat kontak dengan mereka.


Bukan hanya kita yang dapat berkomunikasi dengan mereka tetapi juga para kudus dan para malaikat di surga dapat membangun komunikasi dengan mereka. Sarana paling utama berdialog dengan mereka yang ada di ruang antara adalah doa yang berpuncak di dalam Ekaristi. Di Dalam Ekaristi persatuan iman antara gereja ziarah dengan gereja jaya senantiasa mendoakan mereka yang ada di ruang antara.


Doa dan Ekaristi yang dipanjatkan kepada Tuhan memberi daya pengampunan atas dosa para penghuni ruang antara itu sehingga mereka yang dikotori oleh salah dan dosa, kembali dalam keadaan tubuh rohani yang bersih dan dengan berpakain hati yang bersih dalam artian spiritual, mereka boleh melewati tirai batas yang membatasi ruang antara dengan ruang jaya abadi, sehingga mereka mengalami kehidupan babak akhir di dalam Kerajaan Abadi di Surga. Artinya mereka yang tinggal di ruang antara karena masih kotor karena berkubang di dalam lumpur dosa itu tidak dapat membantu dan menyelamatkan diri sendiri, tetapi kita bersama para Kudus dan Para Malaikat di Surga dapat membantu dan menyelamatkan mereka dalam doa jemat gereja ziarah bersekutu dalam iman dengan Gereja Jaya Abdi di Surga.


Dasar iman kita adalah Allah adalah Tuhan Orang Hidup. Allah bukanlah Tuhan Orang Mati. Artinya dalam iman kepada Allah yang ada adalah kehidupan bukan kematian.

Kamis, November 22, 2012

Kotbah Misa Harian, Jumat 23 November 2012



“MANIS DI MULUT
PAHIT DI PERUT”


Why 10: 8 – 11; Luk 19 : 45 – 48
Kotbah Misa Harian, Jumat 23 November 2012
Di Biara St. Maria Ursulin Dharmo Surabaya


P. Benediktus Bere Mali, SVD



Kita makan makanan setiap hari. Kita pasti selalu memilih makanan yang enak di mulut dan sehat untuk perut dan tubuh. Kita pasti akan menolak makanan yang terasa basi di mulut dan merusak kesehatan tubuh. Kita pasti menolak makanan yang tidak enak di mulut dan tidak mendukung kesehatan bagi tubuh.



Para imam dan ahli-ahli Taurat dan Pemuka bangsa Israel adalah orang-orang yang pintar berbicara tentang Kitab Suci. Tetapi belum tentu melaksanakan apa yang mereka katakan atau ajarkan tentang Kitab Suci. Perkataannya mengandung habitus baru tetapi perbuatannya habitus lama.  Apa contohnya?


Bait Allah tempat doa, mereka jadikan sebagai tempat berdagang. Tempat sembahyang, disulap jadi tempat bisnis. Ekonomi dikawinkan dengan kehidupan keagamaan bahkan bukan sekedar kawin saja tetapi lebih dari itu. Agama jadi alat untuk memperkaya diri. Bait Allah tempat berdoa dibalik menjadi tempat mencari keuntungan berdagang.  Fungsi saudagar dalam lingkup keagamaan menguasai peran spiritual dalam Bait Allah.


Yohanes di dalam Kitab Wahyu melukiskannya dengan bahasa yang sangat  indah. Yohanes mengambil Kitab itu dari tangan Malaikat dan memakannya. Rasanya manis seperti madu dalam mulutku, tetapi setelah kumakan, terasa pahit di dalam perut.  Apa artinya?


Manis di mulut pahit di perut berarti berbicara itu indah dan meyakinkan, tetapi pelaksanaannya sering mangalami kejanggalan bahkan tidak sejalan dengan perkataan yang memikat.  Perkataan dan tulisan itu bisa sempurna tanpa cacat tetapi perilaku penuh noda dan cacat.


Kalau demikian, apa yang diidealkan dalam hidup manusia pada zaman ini dan pada zaman yang akan datang? Orang mengidealkan sosok pemimpin yang memikat hati karena kata dan perilaku yang berbobot. Siapakah contohnya?


Yesus adalah Pribadi yang memikat massa yang mendengarkanNya dan bahkan lebih memikat hati massa yang ada pada zamannya dibandingkan dengan para pemuka agama dan ahli-ahli Taurat dan para Imam. Mengapa Yesus lebih memikat massa atau umat pada zamanNya?  Yesus berbicara dan melaksanakan secara utuh kata-kataNya tanpa cacat.  



Pada zaman ini banyak orang yang pintar berkata-kata, berbicara, tetapi sedikit yang berperilaku, bertindak dan berbuat.  Sangat terasa, bahwa banyak orang mencari dan berjuang menemukan sosok figur pemimpin rohani maupun sipil yang berbicara indah dan bertindak secara berkualitas untuk kepentingan keselamatan bersama melintas batas.


Bahasa Pemimpin Agama dan pemimpin sipil tidak akan rontok kalau ungkapan indah agamanya yang melintas batas dilaksanakan dalam hidup, bagi kepentingan dan keselamatan melintas batas. Bahasa agama dan bahasa sipil selalu berwibawa kalau kata-katanya indah diterapkan dalam perilaku hidup yang mengalir dari paradigma habitus baru. Maka dengan demikan, yang ada dan terjadi adalah paradigma manis di mulut enak di perut, bukan manis di mulut pahit di perut.




Rabu, November 21, 2012

Kotbah Misa Harian, Kamis 22 November 2012



TUHAN MENANGIS
Why 5:1-10;Luk 19:41-44
Kotbah Misa Harian, Kamis 22 November 2012
Biara St. Maria Ursulin Darmo Surabaya

P. Benediktus Bere Mali, SVD



Ada orang menangis karena berduka. Ada orang yang menangis karena sedih. Ada orang yang menangis karena menyesali kesalahan dan dosanya pada masa silam. Ada orang yang menangis karena kesalahan dan dosa bawahan. Ada orang yang menangis karena kejahatan bawahannya. Ada orang yang menangis karena kejahatan sesamanya.


Tuhan menangisi Yerusalem. Alasan utama Tuhan menangis adalah kejahatan dan dosa bangsa Yerusalem, yang mendatangkan penghancuran terhadap dirinya sendiri.  Mereka mengutamakan kehendaknya sendiri yang menghancurkan diri sendiri. Mereka meninggalkan kehendak Allah yang menyelamatkan kehidupan bersama. Mereka tidak taat kepada Tuhan.  Ketidaktaatannya menghancurkan dirinya sendiri.


Yerusalem itu adalah kita manusia. Dosa dan kejahatan manusia yang semakin banyak, mengundang Tuhan menangisi kita manusia. Kita tidak taat kepadaNya membuat Tuhan menangisi kita.


Yang menjadi pertanyaan adalah : Apakah Tuhan berhenti pada menangisi kita manusia yang berdosa dan melakukan pemberontakan terhadapNya? Tuhan tidak saja menangisi para pendosa. Menangis saja tidak menyelesaikan masalah. Tuhan mengembalikan manusia dari jalan yang menyesatkan kepada jalan yang menyelamatkan dengan cara yang sangat istimewa. Bagaimana Tuhan menyelamatkan manusia yang telah jatuh dalam dosa yang menyesatkan?


Allah mengutus Yesus PuteraNya yang tunggal datang ke dunia.
Yesus diutus Bapa ke dunia sebagai Anak Domba Allah yang menumpahkan darah bagi tebusan dosa kita para pendosa. Dengan darahNya tertumpah di kayu salib, umat yang dikotori oleh lumpur dosa dibersihkan kembali. Dalam kebersihan bathin, manusia boleh mengambil bagian di dalam kebahagiaan surgawi. 


Sakramen Rekonsiliasi adalah kesempatan berahmat bagi kita manusia sepanjang zaman. Kita telah mengalami dosa dan itu dapat dibersihkan dengan menerima sakramen tobat secara teratur. Dengan demikian, kita selalu mempertajam kepekaan kita akan setia dan taat kepada Tuhan dalam semua waktu dan setiap kesempatan.


Apakah kita seperti bunyi iklan ini: dilihat taat, tidak dilihat melanggar? Apakah Tuhan tidak melihat kita ketika kita berbuat dosa di tempat yang tersembunyi atau tidak ada orang yang ada di sekitar kita?