Minggu, Januari 13, 2013

Homili Minggu Pembaptisan Yesus, 13 Januari 2013



BAPTISAN MEMBUKA PINTU
GEREJA YG TERTUTUP

Yes 40:1-5.9-11; Tit 2:11-14;3:4-7; Luk 3:15-16.21-22
Minggu 13 Januari 2013,
Pesta Pembaptisan Tuhan
Dari Surabaya Untuk Dunia

P. Benediktus Bere Mali, SVD

Pengantar Misa :
Hari ini pesta pembaptisan Yesus. Baptisan Tuhan membuka pintu langit yang tertutup rapat oleh karena dosa Adam Lama. Baptisan Tuhan membuka pintu Gereja Jaya bagi umat manusia yang bertobat dan dibaptis dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus.

Dalam kebebasan kita dibaptis dalam nama Tritunggal Maha Kudus, kita masuk ke dalam Gereja untuk hidup berdasarkan cinta kasih komunitas Allah Trirtunggal yang menyelamatkan.



Homili


Di awal kepemimpinan Jokowi, salah satu strategi yang digunakan adalah berkarya dengan paradigma "blusukan". Istilah blusukan pun semakin dikenal publik dalam hari-hari terakhir ini. Misalnya Opini "Blusukan", oleh Wijayanto Samirin, hal.7, Kompas, Sabtu, 12 Januari 2013.
Pemimpin melakukan blusukan ke bawah, ke masyarakat dan blusukan ke atas, kepada para elite. Intisari blusukan adalah turun ke lapangan, baik di kalangan masyarakat akar rumput maupun di kalangan kaum elite, dengan administrasi yang rapi, untuk sebuah kebaikan bersama atau kepentingan umum atau kesejahteraan bersama.
Prinsip kerja Blusukan yang dilakukan Jokowi ini sesungguhnya mulai mengetuk pintu kemalasan birokrasi atau birokrasi yang tidak rajin berbuat baik, yang selama ini tertutup rapat, dibuka kembali, dengan satu tujuan yaitu untuk membangun atau menciptakan birokrasi yang gesit rajin berbuat baik bagi kepentingan umum, sebagai sebuah tanggungjawab dan komitmen bersama.
Yesus pun boleh dibilang melakukan blusukan. Sebagai tokoh spiritual, Yesus turba, turun ke bawah situasi real umat manusia, mengenal umat dengan administrasi keselamatan yang rapi dari Misi Allah. Misi Allah untuk menyelamatkan semua, terlaksana dalam diri Yesus. Misi itu diawali dengan Yesus turun ke bawah, dalam cara hidup manusia, dengan dibaptis oleh Yohanes, sebagai awal pelantikan Yesus untuk memulai karya misiNya.
Yesus pun melakukan blusukan ke atas dengan Allah di atas langit di dalam surga. Hal ini tampak dalam Sabda ini. "Setelah dibaptis, Yesus berdoa, maka terbukalah langit dan Roh Kudus turun ke atas-Nya. Terdengarlah suara dari langit : Engkaulah Anak yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan”. Hal ini menyatakan bahwa Pembaptisan Yesus sebagai pelantikan awal karya Misi Allah, disahkan dan diresmikan dalam pengakuan dan kehadiran Bapa dan Roh Kudus. Misi Yesus adalah Misi Bapa dan Roh Kudus. Misi yang dikembangkan Yesus adalah menghadirkan misi Allah Tritunggal Maha Kudus.
Yesus sebagai pemimpin spiritual sekaligus sebagai penyelamat, melalui blusukan ke bawah dan blusukan ke atas atau blusukan dari atas, atau dalam bahasa teologi: Yesus sebagai Allah yang imanen sekaligus transenden, atau Yesus sebagai Allah akbar Allah Akrap, telah menjadi jembatan yang menyelamatkan antara umat di bumi dengan Allah di Surga. Pembaptisan Yesus membuka pintu langit bagi umat manusia yang bertobat dan yang menerima baptisan dalam nama Bapa Putera dan Roh Kudus. Yesus adalah Adam Baru yang membuka kembali pintu surga yang tertutup oleh karena dosa kesombongan Adam Lama. Yesus adalah Adam Baru yang membuka pintu surga dengan kerendahan hatiNya. Kerendahan hati itulah terungkap dalam Yesus dibaptis oleh Yohanes.
Pintu Gereja ziarah dibuka bagi kita untuk masuk ke dalamnya menjadi anggota, melalui Sakramen Baptis yang kita terima. Pembaptisan juga membukakan pintu langit di Surga atau Pembaptisan membuka pintu Gereja Jaya di Surga bagi kita melalui jalan salib Tuhan Yesus, yang puncaknya ada dalam kebangkitanNya dari alam maut pada saat paskah.
Oleh karena itu Baptisan menempatkan kita pada tugas perutusan sebagai jembatan antara Dunia dengan Surga. Baptisan membuat kita menjadi jembatan yang aman bagi generasi tua dengan generasi muda. Baptisan menjadikan kita jembatan damai antara pihak-pihak yang konflik. Baptisan membuat kita menjadi jembatan damai antara aneka pembedaan asal, suku dan kepentingan. Baptisan dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus membuat kita menempuh jalan hidup berdasarkan paradigma Allah Tritunggal Maha Kudus, pokok keselamatan kita. Baptisan membuat kita rajin berbuat baik bagi semua orang lintas batas.

Sabtu, Januari 12, 2013

HOMILI Sabtu 12 Januari 2013




SEGAN RAMAH
PADA YANG RENDAH HATI


1Yoh 5:14-21;Yoh 3:22-30
Sabtu, 12 Januari 2013
Dari Surabaya Untuk Dunia


P. Benediktus Bere Mali, SVD


Hanya ada dua kemungkinan yang bisa terjadi dalam diri seseorang yang sukses dalam hidupnya atau berhasil meraih yang terbaik dalam hidupnya atau sering disebut sebagai orang yang hebat di dalam hidupnya. Dua kemungkinan itu bisa terjadi dan bisa jadi hidup dan ada dalam diri kita atau salah satunya saja ada di dalam diri kita.


Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi dalam diri orang yang berhasil adalah seseorang yang terbaik itu bisa jadi akan menjadi semakin berada di atas rel kesombongan intelektual, kesombongan  spiritual, kesombongan ekonomi, kesombongan jabatan ATAU seseorang yang sudah meraih prestasi yang tinggi itu bisa jadi akan menjadi semakin memiliki kerendahan hati intelektual atau spiritual atau ekonomi atau kerendahan hati di dalam jabatan yang sedang diterima dan dijalaninya.


Kesombongan intelektual atau kesombongan spiritual atau kesombongan ekonomi atau kesombongan jabatan seseorang bisa jadi mendatangkan kebanggaan bagi diri sendiri tetapi mendatangkan antipati dari sesama. Kerendahan hati intelektual atau kerendahan hati spiritual atau kerendahan hati ekonomi atau kerendahan hati jabatan mendatangkan apresiasi dan segan ramah dari sesama sekitar.


Di antara sekian banyak tokoh hebat dalam Kitab Suci, ada satu tokoh yang secara terbuka dan transparan menempatkan diri di hadapan Tuhan dan manusia, yang diungkapkan dalam kata kunci kerendahan hati spiritual /intelektual bukan kesombongan spiritual / intelektual. Tokoh itu adalah Yohanes Pembaptis. Kesombongan intelektual atau kesombongan spiritual tidak menempati hati nurani Yohanes Pembaptis. Kerendahan hati intelektual atau kerendahan hati spiritual yang mendiami ruangan dirinya yang menuntun perjalanan panggilan hidupnya. Ungkapan yang merangkum karakter pribadinya tertulis dalan kata-kata yang diungkapkan Yohanes Pembaptis :"Aku harus semakin kecil DIA harus semakin besar".


Kerendahan hati spiritual Yohanes mengutamakan kemuliaan Tuhan bukan mencari kemuliaan dirinya. Orang yang mengutamakan Allah dalam perziarahan spiritual seperti Yohanes adalah teladan bagi manusia zaman modern yang semakin mencari popularitas diri dan semakin dibimbing roh kesombongan intelektual dan spiritual atau ekonomi baik dalam kata, sikap maupun perilaku. Bagaimana dengan keunggulan dan kelebihan yang kumiliki? Apakah membuatku semakin rendah hati atau semakin mencari kemuliaan diri?

Kamis, Januari 10, 2013

Kotbah Misa, Jumat 11 Januari 2013



CARA BARU DALAM BERDOA
Jumat, 11 Januari 2013
1 Yoh 5:5-13; Luk 5:12-16
                                                    Dari Surabaya Untuk Dunia                    

P. Benediktus Bere Mali, SVD

Pada zaman ini banyak orang tua yang mengeluh dalam membina anak-anak.  Mereka mengatakan bahwa kalau dulu anak-anak mendengarkan orang tua yang berbicara dalam mengarahkan anak-anak. Anak-anak sekarang mendengarkan kehendak sendiri. Kalau dulu orang tua berbicara dan mengarahkan anak, anak-anak sopan mendengarkan dan melaksanakan kehendak orang tua. Anak-anak sekarang sulit dan bahkan tidak mendengarkan kata-kata arahan orang tua dan melaksanakan apa yang mereka sendiri kehendaki. Dengan kata lain, anak-anak dulu berparadigma “terjadilah padaku menurut kata baik dan benar orang tua”.  Tetapi anak-anak kini berparadigma “terjadilah padaku menurut kehendakku”. 

Menghadapi anak zaman ini orang tua harus menemukan paradigma yang tepat dalam mendampingi dan mengarahkan anak. Paradigma baru yang paling tepat adalah “menurut kehendak anak dan orang tua atau menurut kehendak kita, bukan kehendak orang tua saja atau kehendak anak saja”.  Menggunakan kehendak kita berarti orang tua harus melibatkan diri dalam zaman anak-anak dalam mengantar anak atau menuntun anak pada jalan yang baik dan benar yaitu jalan yang menyelamatkan.

Bacaan suci hari ini khususnya bacaan Injil menggunakan paradigma “menurut kehendak kita” dalam doa orang yang sedang sakit kusta. Alasan mendasar bahwa doa orang sakit kusta itu menggunakan paradigma “menurut kehendak kita” karena orang sakit kusta itu pada satu sisi sebagai subyek yang menentukan imannya datang dan bersujud serta berdoa kepada Yesus, “jika Tuhan mau, tuan dapat mentahirkan aku”.  Pada sisi lain, doa yang lahir dari kehendak bebas dan kepasrahan orang sakit kusta itu, dikabulkan Tuhan Yesus, yang menunjukkan bahwa kesembuhan yang tejadi dan dialami orang sakit yang sembuh itu adalah karena kehendak Allah. Jadi kesembuhan itu terjadi atas kerjasama kehendak manusia yang sakit dengan kehendak Tuhan Yesus.  Berkat iman orang sakit maka mujizat penyembuhan dari Tuhan terjadi atas diri orang sakit.

Kotbah Misa Harian, Kamis 10 Januari 2013

DIPENUHI ROH TUHAN
ATAU ROH  SETAN

1 Yoh 4:19-5:4; Luk 4:14-22a
Kamis 10 Januari 2013
Dari Surabaya Untuk Dunia

P. Benediktus Bere Mali, SVD


Ada orang yang hidupnya membawa suasana yang sejuk dan damai bagi sesama. Tetapi ada orang yang hidupnya dan keberadaannya  hampir selalu membawa kesulitan bagi sesama karena merusak suasana kerukunan dan kebersamaan serta kedamaian bersama.

Dua keadaan yang sering kita alami di dalam kehidupan bersama entah di dalam ruang lingkup yang paling kecil, misalnya keluarga, sampai ruang lingkup yang lebih luas, misalnya di tempat kerja kita, di lingkungan masyarakat kita, atau pun di dalam lingkungan Gereja.  Dua keadaan tersebut mengantar kita pada tema renungan kita pada hari ini yaitu : “Dipenuhi Roh Tuhan atau Roh Iblis”.


Orang yang ada dan kehadirannya selalu membawa kekacauan di dalam hidup dan kehidupan bersama merupakan tanda orang yang selalu membuat kita melahirkan antipasti kepadanya. Sebaliknya orang yang ada dan hadir sebagai pembawa sukacita, damai, aman,  bahagia dan kesejukan bagi sesama, membuat kita memberikan apresiasi yang mendalam kepadanya.


Bacaan Suci hari ini berisi tentang orang yang memiliki kepenuhan Roh Tuhan dan roh setan. Tanda orang yang dipenuhi roh setan adalah kehadirannya sebagai orang yang membenci sesama, iri hati, mengganggu ketenangan umum, menindas sesama, membeda-bedakan sesama dalam relasi, membunuh karakter sesama dengan isu dan gossip yang tidak benar. Sedangkan orang yang dipenuhi dengan Roh Tuhan adalah orang yang menyelamatkan sesama melintas batas, membawa damai dan sukacita bagi semua orang melintas batas, menjaga keamanan dan keselamatan umum, membawa kesejukan dan inspirasi bagi kebersamaan dalam hidup bersama, orang yang tidak menindas sesama baik dengan sikap, kata-kata dan tindakan.

Pertanyaan kita adalah : Mengapa terjadi terorisme di tanah air? Apakah kita meneror sesama dengan kata, sikap dan perilaku kita, dalam keluarga dan komunitas tempat dimana kita tinggal dan hidup? Kita sebagai orang Katolik hadir dalam Sabda Allah : “Roh Tuhan ada pada-Ku.” Dengan memberikan yang terbaik bagi kepentingan dan keselamatan bersama, dalam kehidupan kita bersama semua orang lintas batas. Inilah kesaksian kita di tengah dunia, tanda kehadiran Allah pusat iman kita.



Rabu, Januari 09, 2013

Kotbah Misa Harian, Rabu 9 Januari 2013



BERSATU DENGAN YESUS KITA TEGUH
BERCERAI DENGAN YESUS KITA RUNTUH

Rabu 9 Januari 2013
1Yoh 4:11-18; Mrk 6 : 45 – 52
Dari Surabaya Utk Dunia


P. Benediktus Bere Mali, SVD


Pada tanggal 7 September 2012, saya menghadiri rekoleksi di Kapela  Soverdi Dilli-Timor Leste. Ada satu hal yang sangat menarik sekali dalam rekoleksi itu. Sebelum masuk ruangan rekoleksi, pemimpin rekoleksi memberikan sebatang lidi kepada setiap peserta yang akan masuk dalam ruangan itu.


Setelah di dalam ruangan ada petugas lain yang menerima dan mengumpulkan kembali lidi-lidi itu menjadi sebuah ikatan persatuan yang kuat, lalu petugas itu menyapu bersih sampah yang sudah disiapkan dalam ruangan rekoleksi itu.


Peristiwa ini mengantar peserta rekoleksi memusatkan seluruh perhatian pada tema "Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. Bersatu dengan Tuhan Yesus dan bersatu antara konfrater merupakan kekuatan yang luar biasa dalam mewartakan kebaikan dan kebenaran yang bersumber dari Tuhan Yesus sendiri. Berpisah atau bercerai dengan Tuhan Yesus dan dengan konfrater dalam komunitas dan dalam bermisi, akan membawa kehancuran bukan keselamayan". Yesus setelah sibuk dengan berkarya menyepi ke bukit berdoa menimbah kekuatan baru dan untuk mengikat persatuan spiritual yang kokoh dengan Bapa dan Roh Kudus Allah.

Dalam keadaan seperti itu, dalam sela-sela istirahat, ia menatap ke danau sedang angin sakal menghalangi pelayaran para murid sebagai kaki tanganNya dalam bermisi. Keadaan alam semakin mengancam keselamatan jiwa para murid di tengah danau.

Dalam kekelaman malam gelombang yang sangat tidak bersahabat lagi dengan pelayaran manusia, Yesus Sang Terang Sejati menampakkan kuasaNya atas alam ciptaanNya dengan berjalan di atas air, dan meneguhkan para murid dalam SabdaNya  "Tenangalah Aku ini! Jangan Takut.." dalam mengarungi gelombang alam yang sangat tidak bersahabat malah sangat mengancam kehidupan jiwa para muridNya. Yesus lalu masuk ke dalam Perahu, tinggal bersama para murid serta berlayar bersama mereka, maka redahlah gelombang alam yang sangat dahsyat kekuatannya.


Bersama Yesus dalam pelayaran memberikan ketenangan dan kedamaian yang sejati menuju tujuan yang dicita-citakan. Berpisah dengan Yesus membuka pintu lebar bagi amukan gelombang dahsyat mengancam kehidupan.


Kita dalam hidup menciptakan ketenangan bathin dengan pusat pandangan, perilaku dan aksi kita pada sang sumber ketenangan sejati yaitu Tuhan Yesus sendiri. Selama kita selalu bersama Yesus andalan kita, maka kita akan menjadi orang yang tenang di dalam perjalanan panggilan kita.


Tetapi kita pun dapat menciptakan gelombang hidup bahkan gelombang hidup itu dari yang kecil-kecil sampai yang amukannya sangat dahsyat mengancam jiwa panggilan kita, karena kita berjalan meninggalkan Tuhan Yesus menuju kekuatan diri yang sangat rapuh dalam perjalanan panjang panggilan kita di tengah aneka gelombang dunia.


Kita meninggalkan kekuatan Tuhan Yesus dengan mengandalkan kekuatan egoisme dan kesombongan diri yang menjatuhkan kita sampai kita tidak dapat bangun lagi untuk berjalan maju lagi.


Dalam keadaan seperti itu, kita kembali mengakui semua kesalahan dan dosa kita kepada Tuhan dalam sakramen Rekonsiliasi, dan dengan rendah hati berjalan bersama Yesus yang selalu membuka tangan kasihNya menyambut dan merangkul serta memberikan kekuatan kita untuk bangkit kembali terus berlangkah maju bersama Tuhan Yesus sumber keselamatan yang sejati.